Ketika mau akad, mempelai wanita memberikan syarat kepada calon suaminya untuk tidak menikah lagi dengan perempuan lain. Karena sebagaimana maklum bahwa tidak ada wanita yang rela jika suaminya menikah lagi. Lalu, bagaimana syariat menanggapinya, apakah mempelai laki-laki harus menaatinya?
Imam Ramli dalam kitab Nihayah Al-Muhtaj menyebut hal itu merupakan syarat yang fasid (tidak legal) karena syarat tersebut menyalahi aturan syariat, yang mana syariat memperbolehkan laki-laki menikah sampai 4 perempuan. Berikut redaksi lengkapnya:
(وَسَائِرِ الشُّرُوطِ) أَيْ بَاقِيهَا (إنْ وَافَقَ مُقْتَضَى النِّكَاحِ) كَشَرْطِ الْقَسْمِ وَالنَّفَقَةِ (أَوْ لَمْ يَتَعَلَّقْ بِهِ غَرَضٌ) كَأَنْ لَا تَأْكُلَ إلَّا كَذَا (لَغَا) الشَّرْطُ أَنْ لَا يُؤَثِّرَ فِي صِحَّةِ النِّكَاحِ وَالْمَهْرِ، – إلى أن قال- (وَصَحَّ النِّكَاحُ وَالْمَهْرُ) كَالْبَيْعِ (وَإِنْ خَالَفَ) مُقْتَضَاهُ (وَلَمْ يُخِلَّ بِمَقْصُودِهِ الْأَصْلِيِّ) سَوَاءٌ كَانَ لَهَا (كَشَرْطِ أَنْ لَا يَتَزَوَّجَ عَلَيْهَا أَوْ) عَلَيْهَا كَشَرْطِ (أَنْ لَا نَفَقَةَ لَهَا صَحَّ النِّكَاحُ) لِأَنَّهُ إذَا لَمْ يَفْسُدْ بِفَسَادِ الْعِوَضِ فَلَأَنْ لَا يَفْسُدَ بِفَسَادِ الشَّرْطِ الْمَذْكُورِ أَوْلَى (وَفَسَدَ الشَّرْطُ) لِمُخَالَفَتِهِ لِلشَّرْعِ فَقَدْ صَحَّ «كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ» (وَالْمَهْرُ) لِأَنَّ شَارِطَهُ لَمْ يَرْضَ بِالْمُسَمَّى إلَّا مَعَ سَلَامَةِ شَرْطِهِ وَلَمْ يُسَلِّمْ فَوَجَبَ مَهْرُ الْمِثْلِ.
الكتاب: نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج
المؤلف: شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي (ت ١٠٠٤هـ)
الناشر: دار الفكر، بيروت
Dari redaksi tersebut kita bisa lihat bahwa alasan rusaknya syarat yang diajukan mempelai perempuan adalah karena syarat tersebut menyalahi aturan Al-Qur’an, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Saw di atas:
قال النَّبِىِّ ﷺ: كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ
Artinya: “Rasulullah Saw bersabda: ‘Setiap syarat yang tidak ada dalam Kitab Allah (Al-Qur’an), maka syarat itu batil.'”
Selain itu, ulama Syafi’iyah mengatakan demikian karena juga berhujjah dengan sabda Rasulullah Saw yang berbunyi:
قال النَّبِىُّ ﷺ: المُسْلِمونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إلَّا شَرْطًا أحَلَّ حَرَامًا، أو حَرَّمَ حَلَالًا
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Kaum muslimin harus memenuhi syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal.'”
Beda halnya jika kita lihat madzhab lain, seperti Madzhab Imam Ahmad bin Hambal yang dipaparkan oleh Ibnu Qudamah Al-Hambali dalam kitab Al-Mugni, beliau menyampaikan bahwa mempelai laki-laki harus memenuhi syarat tersebut, karena bertendensi dengan sabda Nabi yang berbunyi:
قال النَّبِىِّ ﷺ: «إنَّ أحَقَّ ما وَفَّيْتُمْ بِهِ مِنَ الشُّرُوطِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوجَ». روَاه سعيدٌ
Artinya: “Rasulullah Saw bersabda: ‘Sungguh, syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah syarat yang kalian gunakan untuk menghalalkan kemaluan.'” Diriwayatkan oleh Sa’id.
Dari pemaparan di atas kita bisa tarik benang merahnya bahwa dalam Madzhab Imam Ahmad bin Hambal, bagi mempelai laki-laki harus memenuhi syarat yang diajukan oleh mempelai perempuan, yang berarti tidak boleh berpoligami.
Sedangkan menurut Madzhab Imam Syafi’i, mempelai laki-laki tidak wajib memenuhi syarat yang diajukan oleh mempelai wanita, karena syarat yang diajukan dianggap tidak berlaku. Allahua’lam.
Author: Fakhrullah
Referensi:
- Nihayah Al-Muhtaj | Imam Ramli | Maktabah Syamilah
- Al-Mugni | Ibnu Qudamah | Maktabah Syamilah