Berkesempatan lagi menemani sang Mushannif muda, RKH. Muhammad Ismail Yahya al-Ascholy dalam suatu acara walimatul ursy, tanpa ada niatan sebelumnya.
Obrolan orang alim itu hampir semuanya ilmu. Tidak keluar dari pembahasan kitab dan buku. Isinya daging semua. Berkumpul bersama beliau, meski dalam suatu acara tertentu, seperti sedang mengaji.
Di tengah-tengah obrolan saya sempat bertanya tentang kemusykilan salah seorang masyarakat di kampung, kata orang tersebut, bukannya Syaikhona Kholil wafat pada tanggal 29 Ramadhan, tapi kenapa di Demangan haulnya tanggal 27 Ramadhan?
Beliau langsung menjawab, “Itu awalnya Ba Tuan (KHS. Abdullah Schal) yang mengadakan di tanggal tersebut.” Kata beliau dan melanjutkan dengan cerita.
“Dulu yang mengadakan acara haulnya Syaikhona Kholil bukan hanya di Demangan, tapi banyak dari Dzuriyah beliau yang juga mengadakan di kediaman masing-masing, dan di tanggal yang berbeda-beda. Kemudian Ba Tuan, meminta izin kepada semua Dzuriyah Syaikhona Kholil yang sepuh-sepuh untuk juga mengadakan haul Syaikhona di Demangan yang waktunya tanggal 27 Ramadhan, agar tidak bersamaan dengan yang lainnya. Akhirnya haul Syaikhona mulai sejak itu di Demangan barat ditetapkan pada Tanggal 27 Ramadhan hingga saat ini.”
Kemudian beliau melanjutkan obrolannya, membahas tentang kitab-kitab Syaikhona yang belum sempat dirilis. Diantaranya adalah Kitab Alfiyah, Tafsir dan masih banyak yang lainnya.
Sebagian sudah banyak yang telah diketik oleh Lajnah Turats Syaikhona, untuk kemudian akan dilauching disetiap ada acara-acara dan event-event tertentu.
Kemudian beliau melanjutkan, sebenarnya ada buku tentang sejarah Syaikhona yang dinilai paling lengkap, yang ditinjau dari hampir semua sisi kehidupan Syaikhona terutama yang berhubungan dengan tempat dan waktunya cerita tersebut terjadi.
Lalu di sela-sela obrolan itu saya nyetuk sedikit, menurut saya, dari sekian banyak buku dan rekaman yang membahas tentang sejarah Syaikhona, paling bagus adalah kitab yang Ajunan tulis yang berjudul Majadzibut Tafani fi Manaqibi Syaikhina Muhammad Khalil al-Bangkalani.
Saya berkata demikian bukan tanpa alasan, dan tidak sedang memuji beliau tanpa kelebihan, tapi terdapat banyak keunikan dan kelebihan dari kitab beliau tersebut yang saya jumpai.
Antara lain adalah adanya dalil-dalil, baik dari al-Quran, hadits dan atsar untuk mendukung isi dan kevalidan cerita.
Contoh : Suatu ketika Syaikhona Kholil bertemu Syaikh Nawawi al-Banteni di Alas Roban Jawa Tengah pada sekitar Jam 09 pagi. Setelah lama membahas sesuatu yang sangat penting, Syaikh Nawawi bertanya kepada Syaikhona Kholil,
“Jam berapa sekarang, Kiai Kholil?” “Jam 15:30.” Jawab Syaikhona Kholil. “Kalau begitu waktu Dzuhur telah habis, dan kita tidak menututi shalat.” Sambung Syaikh Nawawi. “Dimana kita akan shalat?” Tanya Syaikhona Kholil. “Di Makkah.” Jawab Syaikh Nawawi, dan keduanya berpegangan tangan, tiba-tiba sudah berada di Kota Makkah. Ketika masuk ke dalam Masjidil Haram disana jam menunjukkan pukul 11:00. Keduanya menunggu masuk waktu shalat Dzuhur kemudian shalat jama’ Dzuhur dan Asharnya, dan kembali lagi ke Alas Roban.
Dalam cerita tersebut terdapat sebuah kemusykilan yang perlu dipertanyakan, bukankah keduanya adalah seorang ulama dan waliyullah, kenapa bisa lalai urusan shalat.
RKH. Muhammad Ismail al-Ascholy berusaha memberi hujjah dengan menyebutkan hadits yang ditulis oleh Imam al-Qurthubi dalam Tafsirnya yang kasusnya hampir sama dengan apa yang dialami oleh kedua wali tersebut :
أن النبي ﷺ كان يوحى إليه ورأسه فى حجر علي فلم يصل العصر حتى غربت الشمس، فقال رسول الله ﷺ : أصليت ياعلي قال : لا فقال رسول الله ﷺ : أللهم إنه فى طاعتك وطاعة رسولك فاردد عليه الشمس
Artinya : “Sesungguhnya Nabi ﷺ sedang mendapatkan wahyu dan beliau sedang tiduran di pangkuan Sayyidina Ali. Sayyidina Ali belum melakukan shalat Ashar sehingga tiba tenggelamnya mata hari. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah kamu sudah shalat, wahai Ali?” Sayidina Ali menjawab, “Tidak.” Mendengar itu Rasulullah berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya dia (Ali) sedang melakukan ketaatan padaMu dan taat pada utusanMu, maka kembalikanlah mata hari kepadanya.”
Berkumpulnya seorang ulama, yang dibicarakan tidak lain adalah ketaan dan kemaslahatan untuk umat. Syaikhana Khalil dan Syaikh Nawawi sakin asyiknya membahas hal-hal penting sampai lupa dengan waktu shalat. Dan lupa itu sendiri adalah merupakan udzur didalam shalat.
Oleh : Shofiyullah el_Adnany