Pekan berikutnya, KH. Muhammad Ismail Al-Ascholy menjelaskan ayat berikut :
:وعن قوله تعالى
سورة الأعراف
وَٱلۡبَلَدُ ٱلطَّیِّبُ یَخۡرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦۖ وَٱلَّذِی خَبُثَ لَا یَخۡرُجُ إِلَّا نَكِدࣰاۚ كَذٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡـَٔایَـٰتِ لِقَوۡمࣲ یَشۡكُرُونَ [الأعراف ٥٨]
Artinya : “Tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur atas izin Tuhannya. Adapun tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami jelaskan berulang kali tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”
Ayat-Ayat Allah SWT
Ra. Ismail menjelaskan bahwa, Semua kejadian yang ada di dunia merupakan tanda-tanda Allah SWT. Seperti ketika melihat pemandangan indah, gunung indah dan lain-lain akan mudah mengucapkan “Subhanallah” atau “MasyaAllah” karena itu adalah ayat Allah SWT. Makanya kata Allah SWT dalam Al-Qur’an.
سَنُرِیهِمۡ ءَایَـٰتِنَا فِی ٱلۡـَٔافَاقِ وَفِیۤ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ یَتَبَیَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّۗ أَوَلَمۡ یَكۡفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ شَهِیدٌ ٥٣﴾ [فصلت٥٣]
Artinya : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.”
Jadi, ayat Allah SWT itu bukan hanya Al-Qur’an saja, tapi juga semua yang ada di cakrawala ini merupakan ayat Allah SWT, bahkan dalam diri manusia sendiri.
Jangankan perkara baik, perkara jelek pun dijadikan tanda oleh Allah SWT, yaitu tentang kisah Fir’aun yang membuat kerusakan di muka bumi, Allah SWT berfirman :
هَلۡ أَتَىٰكَ حَدِیثُ مُوسَىٰۤ١٥ إِذۡ نَادَىٰهُ رَبُّهُۥ بِٱلۡوَادِ ٱلۡمُقَدَّسِ طُوًى ١٦ ٱذۡهَبۡ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ ١٧ فَقُلۡ هَل لَّكَ إِلَىٰۤ أَن تَزَكَّىٰ ١٨وَأَهۡدِیَكَ إِلَىٰ رَبِّكَ فَتَخۡشَىٰ ١٩ فَأَرَىٰهُ ٱلۡـَٔایَةَ ٱلۡكُبۡرَىٰ ٢٠ فَكَذَّبَ وَعَصَىٰ ٢١ ثُمَّ أَدۡبَرَ یَسۡعَىٰ ٢٢ فَحَشَرَ فَنَادَىٰ ٢٣ فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤فَأَخَذَهُ ٱللَّهُ نَكَالَ ٱلۡـَٔاخِرَةِ وَٱلۡأُولَىٰۤ ٢٥ إِنَّ فِی ذَ ٰلِكَ لَعِبۡرَةࣰ لِّمَن یَخۡشَىٰۤ ٢٦ ﴾ [النازعات ١٥-٢٦]
Menurut penuturan Ra. Ismail, manusia memang disetitng bisa bersalah agar bisa mengambil ibroh dari kesalahannya, beda dengan Malaikat yang tidak diberi nafsu oleh Allah SWT sehingga tidak bisa bersalah, oleh karenanya tidak bisa mengambil pelajaran dari kesalahan.
Maka hendaknya sambil berangan-angan dari kesalahan. Menurut Ra. Ismail, Orang itu tidak akan bisa futuh kalau tidak ahli berangan-angan, khususnya angan-angan dalam pelajaran, dalam kitab, hadis dan ayat-ayat Al-Qur’an.
Tanah yang Bagus & Tanah yang Jelek
Adapun tanah bagus dalam surah Al-A’raf ayat 58 diatas oleh Ra. Ismail dicontohkan seolah-olah orang islam, atau juga orang yang taat, kalau sudah biasa melakukan taat maka yang akan keluar dari lisannya juga perkara yang baik
Begitu juga sebaliknya, tanah yang jelek seolah-olah orang kafir, atau juga orang yang tidak taat, artinya memiliki kebiasaan jelek, maka yang akan keluar adalah kejelekan pula seperti berkata kotor, bohong, gibah dan lain sebagainya.
Ini adalah contoh yang disebutkan oleh Imam Suyuti bahwasanya ayat Al-A’raf 58 diatas adalah orang mukmin dan orang kafir. Beda halnya dengan KH. Maimun Zubair, beliau berkata :
قال في رسالته: فلما أن جاء إلى ساحل المهاجرون من جزيرة مدورة بنوا هناك قرية جديدة هي سارانغ الآن، وكان اشتغالهم المعاشي الملاحة واصطياد الأسماك، وكانت هذه الشغلة الملاحية تعتبر أكثر فائدة وأظهر في نيل مقاصد الأغراض الاقتصادية وقت ذاك بالنسبة إلى الفلاحية والزراعية على أن البقعة هناك لا تصلح لها لاستجلاب المحصولات والغلات الإسترباحية، ﴿ وَٱلۡبَلَدُ ٱلطَّیِّبُ یَخۡرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦ ﴾ الآية [الأعراف ٥٨]
Artinya: “Guru kami, KH. Maimun Zubair, berkata, ‘Ketika orang-orang yang bermigrasi dari Madura sampai ke pesisir pantai (Pulau Jawa Tengah), mereka membangun desa baru, yaitu Sarang yang ada sekarang. Mereka menggantungkan hidup dengan menjadi nelayan dan menangkap ikan. Profesi menjadi nelayan ini dianggap memiliki banyak keuntungan dan lebih efektif untuk menunjang perekonomian waktu itu dibandingkan berprofesi sebagai petani, mengingat wilayah tersebut tidak cocok untuk menghasilkan tanaman dan hasil bumi yang menguntungkan. Allah SWT berfirman, yang artinya, “Tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhannya.”’”
Nenek Moyang Penduduk Sarang dari Madura
Menurut Ra. Ismail, silsilah penduduk Sarang masih nyambung dengan orang Madura, begitu juga KH. Maimun Zubair, kakeknya yang ke-8 adalah orang Madura, tepatnya Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan, yaitu Syeikh badrul Jamal.
KH. Maimun Zubair mengartikan sebagai dhohir tanah yang ada di sarang, kalau tanahnya bagus pasti ditanami apa saja akan tumbuh, beda halnya dengan tanah yang tidak bagus yang tidak akan tumbuh jika ditanami tanaman.
Tanah yang Berkah
قلت: وكأن الشيخ أراد أن يظهر فضل الله على هذه القرية التي لا تكون صالحة للزراعة لكي لا ييئس أهلها، ويبتغوا فضله في البحر المهيأ من عند الله لهم. نعم. إن سارانغ قرية لا تصلح بقعتها الزراعية معاشية سوى البحرية ولكنها قرية قد أظهر الله من بقعتها مزرعة أخروية تنمي العلماء والصالحين من حين إلى حين حتى صارت مطلع شموس العلم والحكمة وغمرت بالأنوار التي تضيء سبيل الأمة.
Artinya : “Saya berkata, ‘Seakan-akan KH. Maimun Zubair ingin menampakkan anugerah Allah SWT terhadap desa ini (yang mana desa ini tidak layak dijadikan tempat bertani) agar penduduknya tidak putus asa dan supaya mereka mencari anugerah Allah SWT di laut yang telah disiapkan untuk mereka. Benar bahwa Sarang, tanahnya tidak layak dijadikan mata pencaharian selain lautnya. Akan tetapi, Sarang merupakan sebuah desa yang oleh Allah SWT tanahnya dijadikan sebagai ladang akhirat yang dapat melahirkan ulama dan orang-orang saleh dari masa ke masa, hingga desa tersebut menjadi sumber matahari ilmu dan hikmah serta dipenuhi dengan cahaya yang menerangi jalan umat.'”
Maksudnya, menurut Ra. Ismail (melihat tanah yang tidak bisa ditanami) jangan hanya melihat sisi negatifnya saja yang akhirnya tidak terima dengan keputusan Allah SWT, akan tetapi hendaknya juga melihat sisi positifnya, sehingga akan bersyukur
Menurutnya, terkadang ada tanah yang bisa mengembangkan ekonomi dan ada yang tidak bisa mengembangkan ekonomi, akan tetapi bisa menumbuhkan melahirkan ulama-ulama sehingga menjadi tanah berkah
Hal itu juga sebagaimana Makkah adalah tanah yang jauh dari segala macam ; jauh dari laut, gersang, panas, hujan pun setahun sekali, dan sekali hujan langsung banjir, tapi Allah SWT menjadikannya sebagai Sentral tempat orang-orang berkunjung. Makanya Allah SWT berfirman :
يُجۡبَىٰۤ إِلَیۡهِ ثَمَرٰ تُ كُلِّ شَیۡءࣲ رِّزۡقࣰا مِّن لَّدُنَّا وَلَـٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا یَعۡلَمُونَ﴾ [القصص ٥٧]
Artinya : “Setiap buah-buahan (yang ada di bumi) dijadikan tempat bergantung (makhluk-makhluk) dan diarahkan kepada-Nya (untuk menjadi) rezeki dari sisi Kami, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.”
Begitu juga Makkah dijadikan tempat orang haji oleh Allah SWT yang membuat orang-orang membutuhkan tempat tinggal, makanan, minuman sehingga majulah perekonomian penduduk disana, sebagaimana ayat ;
وَإِذۡ جَعَلۡنَا ٱلۡبَیۡتَ مَثَابَةࣰ لِّلنَّاسِ وَأَمۡنࣰا …﴾ [البقرة ١٢٥]
Artinya : “(Ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Ka‘bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia.”
Selain itu, juga berkat Nabi Ibrahim berdoa :
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرٰهِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا بَلَدًا ءَامِنࣰا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَ ٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ … [البقرة ١٢٦]
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: ‘Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”
Kerennya Penduduk Arab
Negara Arab secara umum memiliki keberkahan sekaligus para penduduknya, sebagimana ayat :
لِإِیلَـٰفِ قُرَیۡشٍ ١ إِۦلَـٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَاۤءِ وَٱلصَّیۡفِ ٢ [قريش ١-٢]
Artinya : “Karena kebiasaan orang Qurais, kebiasaan melakukan perjalanan pada musim dingin dan musim panas.”
Uniknya, menurut Ra. Ismail, kalau orang arab berbisnis ke Negeri lain, selalu diberi keamanan dari negara-negara tersebut, bahkan dimuliakan oleh para penduduk mancanegara.
Kecemburuan Siti Sara kepada Siti Hajar
Menurutnya, dulu, orang Qurais tidak memiliki raja, adanya kakek moyang yang jauh yaitu Nabi Ismail. Orang Yahudi menganggap Nabi Ishaq lebih dimuliakan daripada Nabi Ismail. Sebab, keturunan Nabi Ishaq mayoritas menjadi nabi seperti Nabi Ya’qub Nabi Yusuf, Nabi Musa dan semua nabi setelahnya selain Rasulullah adalah keturunan Nabi Ishaq.
Beda halnya dengan Nabi Ismail, ibu Nabi Ismail merupakan hadiah dari Raja dan berstatus sebagai istri kedua sehingga tidak begitu dianggap, itu pun Nabi Ismail tinggal di Makkah sebab ketika ibunya hamil, yaitu Siti Hajar diusir oleh Siti Sara yang merupakan istri pertamanya Nabi Ibrahim, disebabkan Ia cemburu karena Siti Hajar hamil duluan daripada Siti Sarah.
Akhirnya, Siti Hajar tinggal disana bersama Putranya yaitu Nabi Ismail dan membangun peradaban disana sehingga lahirlah Nabi Muhammad dari keturunannya. Menurut Ra. Ismail, Makkah bisa menjadi besar berkat kecemburuan seorang perempuan, yaitu Siti Sara
Karena kemuliaan itu, akhirnya orang Qurais diperintahkan oleh Allah agar menyembahnya,
فَلۡیَعۡبُدُوا۟ رَبَّ هَـٰذَا ٱلۡبَیۡتِ ٣ ٱلَّذِیۤ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعࣲ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۭ ٤[قريش ٣-٤]
Artinya : “Maka hendaknya mereka menyembah tuhan rumah ini (Kakbah), dialah (Allah SWT) dzat yang telah memberi mereka makan dan membuat mereka aman dari rasa takut.”
Tanah Ladunni
Karena itu, ada yang namanya tanah barokah. Tidak semua tanah memiliki barokah, tapi jika ada barokahnya tidak boleh sembarangan. Seperti yang diceritakan Ra. Ismail bahwa, menurut sesepuh Pondok Demangan, terdapat tanah ladunni di sekitar area Pondok Pesantren, jika menginjak tanah tersebut maka akan dapat ilmu ladunni.
Tapi bagi Ra. Ismail, santri tetap harus belajar, karena kata Syaikh Ibnu Malik, “wafi ladunni ladunni kolla wafi,” (Sedikit orang yang mendapatkan ilmu ladunni). Jadi, walaupun ada tanah ladunni, jangan sampai menghentikan untuk belajar menggunakan cara Allah SWT yaitu dengan Qolam, seperti ayat :
ٱلَّذِی عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ ٥ [العلق ٤-٥]
Artinya : “Dialah Allah, Dzat yang mengajari dengan kolam, mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui.”
Dari sini Ra. Ismail beranggapan bahwa, orang bisa menjadi alim sebab belajar dengan memegang bolpen dan kitab
Imam Suyuti dalam salah satu kitabnya bercerita bahwa, ketika Ia mengaji di Makkah, Ia meminum Air Zamzam dengan niat tabarrukan agar bisa alim seperti guru-gurunya.
Dan ternyata, Ia bisa alim gara-gara sering ngaji dan banyak berguru kepada orang-orang besar. Jadi, zamzam nya ada Asar tapi tidak keseluruhan. Itu adalah fadhol daripada Allah SWT pertanda bahwa Ia mendapat tanah ladunni sehingga bisa semakin semngat belajar. Allahua’lam.
In kana huna shohihun fahuwa bifadlillah wa in kana huna khoto’un fahuwa bidho’fi Fahmi. Allahua’lam, Semoga bermanfaat.
Author : Fakhrullah