Santrinya Nabi Musa
Pengajian selanjutnya, KH. Ismail al-Ascholy menjelaskan redaksi kitab berikut ;
قلت: يوشع بن نون هو فتى موسى الذي ذكره القرآن عند قوله تعالى: وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَاۤ أَبۡرَحُ حَتَّىٰۤ أَبۡلُغَ … (الكهف الآية ٦٠)، وقوله: ﴿فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَىٰهُ ءَاتِنَا غَدَاۤءَنَا لَقَدۡ لَقِینَا مِن سَفَرِنَا هَـٰذَا نَصَبࣰا﴾ الكهف ٦٢
Artinya : “Saya berkata, ‘Yusya’ bin Nun adalah pelayan (santri) Nabi Musa yang disebutkan oleh Al-Qur’an dalam firman-Nya: ‘Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pelayannya, ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan…’ (QS. Al-Kahfi: 60). Dan juga firman-Nya: ‘Maka ketika mereka telah melampaui (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, ‘Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’” (QS. Al-Kahfi: 62).
Menurut ulama tarikh, orang pertama yang diutus oleh Allah SWT untuk mengurus Bani Israil adalah Nabi Musa, yang mana, Nabi Musa kemudian meminta kepada Allah SWT agar mengutus kakaknya juga yaitu Nabi Harun, karena ia merasa takut untuk memimpin Bani Israil sendirian
Akhirnya, mereka mengurus Bani Israil sampai pada akhirnya Nabi Harun wafat terlebih dahulu daripada Nabi Musa, kemudian setelah Nabi Musa juga wafat, maka digantikan oleh Yusya’ bin Nun. Yusya’ bin Nun ini adalah santri sekaligus khoddam Nabi Musa yang menemani dan melayani kebutuhan perjalanan Nabi Musa untuk menemui Nabi Khidir
Hubungannya dengan Pendidikan
Kata Ra. Ismail, hal ini menunjukkan bahwa, menuntut ilmu itu tanpa ada batas waktu, baik yang muda ataupun yang tua, semuanya tetap memilki tanggungan mencari ilmu, meskipun punya tanggung jawab di rumanya, seperti Nabi Musa, bahkan beliau bukan hanya punya tanggung jawab untuk keluarga, tapi juga untuk umatnya
Apakah Santrinya Nabi Musa Ikut Berguru kepada Nabi Khidir ?
Dalam kisah ini, Nabi Musa tidak mengaji sendirian, melainkan mengajak khoddamnya untuk mengaji juga, toh meskipun ada khilaf ulama terkait hal tersebut; ada yang mengatakan bahwa khoddamnya ikut mengaji kepada Nabi Khidir dan ada yang mengatakan tidak. Perhatikan ayat berikut :
وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَىٰهُ لَاۤ أَبۡرَحُ حَتَّىٰۤ أَبۡلُغَ مَجۡمَعَ ٱلۡبَحۡرَیۡنِ أَوۡ أَمۡضِیَ حُقُبࣰا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجۡمَعَ بَیۡنِهِمَا نَسِیَا حُوتَهُمَا فَٱتَّخَذَ سَبِیلَهُۥ فِی ٱلۡبَحۡرِ سَرَبࣰا (61) فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَىٰهُ ءَاتِنَا غَدَاۤءَنَا لَقَدۡ لَقِینَا مِن سَفَرِنَا هَـٰذَا نَصَبࣰا (62) قَالَ أَرَءَیۡتَ إِذۡ أَوَیۡنَاۤ إِلَى ٱلصَّخۡرَةِ فَإِنِّی نَسِیتُ ٱلۡحُوتَ وَمَاۤ أَنسَىٰنِیهُ إِلَّا ٱلشَّیۡطَـٰنُ أَنۡ أَذۡكُرَهُۥۚ وَٱتَّخَذَ سَبِیلَهُۥ فِی ٱلۡبَحۡرِ عَجَبࣰا (63) قَالَ ذَ ٰلِكَ مَا كُنَّا نَبۡغِۚ فَٱرۡتَدَّا عَلَىٰۤ ءَاثَارِهِمَا قَصَصࣰا (64) فَوَجَدَا عَبۡدࣰا مِّنۡ عِبَادِنَاۤ ءَاتَیۡنَـٰهُ رَحۡمَةࣰ مِّنۡ عِندِنَا وَعَلَّمۡنَـٰهُ مِن لَّدُنَّا عِلۡمࣰا (65)
[Surat Al-Kahfi: 60-65]
Ayat-ayat di atas jelas mengatakan ada dua orang yang menemui Nabi Khidir, yaitu Nabi Musa dan santrinya. Baru kemudian pada ayat berikutnya Allah SWT menceritakan kisah Nabi Musa sendirian, seakan-akan tidak bersama santrinya, berikut ayatnya :
( قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰ هَلۡ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰۤ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمۡتَ رُشۡدࣰا (66
[Surat Al-Kahfi: 66-69]
Ayat tersebut Nabi Musa tidak menyebutkan khoddamnya, hanya menyebut dirinya sendiri.
Makanya, ulama berbeda pendapat tentang santrinya Nabi Musa ini, ada yang mengatakan Ia cuman mengantar Nabi Musa lalu pulang ketika sudah sampai pada Nabi Khidir dan ada yang mengatakan bahwa Ia juga ikut ngaji kepada Nabi Khidir. Allahua’lam.
Qaul yang kuat menurut Ra. Ismail adalah Qaul yang kedua, yaitu santrinya Nabi Musa juga ikut ngaji, akan tetapi tidak disebut oleh Nabi Musa. Salah satu alas an Ra. Ismail dengan menganalogikan Santri Nabi Musa sebagai khoddamnya seorang kiai, semisal ada tamu menemui sang kiai, lalu yang melayani dan menyuguhkan makanan adalah khoddamnya, bukan kiainya, tapi kiainya yang mendapat ucapan terimakasih atas baiknya pelayanan tersebut, bukan khoddamnya. Kira kira begitu.
Tentang Perbuatan Baik yang Tidak Disebut
Menurut Ra. Ismail, meskipun perbuatan baik si Khoddam tidak disebut, Ia tetap mendapat pahala yang besar di sisi Allah SWT, karena perbuatan baik yang tidak disebut itu lebih utama daripada yang disebut. Hal ini sebagaimana pahalanya orang yang berpuasa, seperti yang disebut dalam hadis Qudsi :
الصيام لي وأنا أجزي بي
Artinya: “Puasa itu untukku dan aku sendiri yang akan membalasnya. ”
Adapun pahala lain, seperti membaca Al-Qur’an, bersodaqoh, baca sholawat dan lain-lain itu ada hitungannya. Sedangkan pahala puasa tidak. Sama juga dengan pahala bersabar, itu juga tidak ada hitungannya, sebagaimana ayat Al-Quran :
إِنَّمَا یُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَیۡرِ حِسَابࣲ
[Surat Az-Zumar: 10]
Artinya: “Orang-orang yang bersabar disempurnakan pahalanya tanpa melewati hitungan Malaikat (tanpa terbatas)
Gambaran sederhananya, kata Ra. Ismail, semisal ada sebuah acara, kemudian saat sambutan, yang diberi penghormatan adalah si Fulan (tokohnya, kianya dll) Padahal, yang banyak pekerjaannya adalah para tukang yang mempersiapkan acara, bukan orang-orang yang mendapat penghormatan itu.
Hubungannya dengan Dunia Pendidikan
Ada lagi yang mengatakan karena untuk menjelaskan bahwa, ketika menuntut ilmu tidak boleh ada khoddam, tidak boleh minta tolong ke khoddamnya. Beda halnya dengan hanya membawakan makanan gurunya saat perjalanan, maka itu boleh, sedangkan ketika sampai kepada gurunya maka tidak boleh ada khoddam
Rezeki Santri Ditanggung Oleh Allah SWT
Dalam ayat :
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَىٰهُ ءَاتِنَا غَدَاۤءَنَا لَقَدۡ لَقِینَا مِن سَفَرِنَا هَـٰذَا نَصَبࣰا (62)
Menurut Ra. Ismail, Ada pelajaran yang bisa dipetik, yaitu, selagi orang itu masih berada dalam jalan menuntut ilmu, maka insyaallah orang tersebut akan ditanggung rezekinya oleh Allah SWT. Baru jika Ia sudah keluar dari garis keilmuan, maka akan merasakan kekurangan rezeki, keruwetan dan lain-lain. Makanya, Nabi Muhammad SAW bersabda :
طالب علم يتكفل الله له برزقه
Artinya : “Seorang penuntut ilmu akan ditanggung rezekinya oleh Allah SWT.”
Menurut Ra. Ismail, rezeki itu bukan hanya uang, tapi juga kesehatan, kesempatan ketrampilan dan sebagainya.
وبعده كالب بن يوفنا وهو أحد أصحاب موسى عليه السلام. ثم من بعده كان القائم بأمور بني إسرائيل حزقيل بن بوذي، وهو الذي دعا الله فأحيا الذين خرجوا من ديارهم وهم ألوف حذر الموت. قال تعالى : ( أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ ﴾ البقرة الآية ٢٤٣
Artinya : “Setelah Nabi Yusya’, ada Kalib bin Yufanna, Ia adalah salah satu santrinya Nabi Musa As. Kemudian setelah Kalib, orang yang mengurus Bani Israil adalah Nabi Hizqil bin Budzi, dialah yang berdoa, yang kemudian Allah SWT menghidupkan orang-orang yang keluar dari desanya karena takut mati, dan jumlah mereka ribuan, Allah SWT berfirman: ‘Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka (karena takut wabah), sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati, maka Allah berkata kepada mereka: Matilah kamu. Kemudian Allah SWT menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.’”
Nabi yang Punya Mukjizat Menghidupkan Orang Mati
Dauh Ra. Ismail, Nabi yang punya mukjizat menghidupkan orang mati bukan hanya Nabi Musa, akan tetapi juga Nabi Hizqil dan Nabi Uzair. Nabi Uzair bukan hanya menghidupkan, tapi ia hidup lagi. Nabi Uzair ini, setelah wafat seratus tahun yang lalu, ia dihidupkan kembali oleh Allah SWT, lalu Nabi Uzair pergi ke kotanya, akan tetapi tidak ada yang mengenalinya, lalu pergilah Ia menemui orang tua yang mungkin masih menunuti masanya, ketika bertemu, orang tua tersebut terkejut dan nengabarkan kepada orang-orang bahwa Uzair adalah anak Allah karena ia hidup kembali. Makanya dalam Al-Qur’an dikatakan :
{ وَقَالَتِ ٱلۡیَهُودُ عُزَیۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ وَقَالَتِ ٱلنَّصَـٰرَى ٱلۡمَسِیحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ … }
[Surat At-Taubah: 30]
Artinya : “Orang Yahudi berkata, ‘Uzair anak Allah SWT’, dan orang Nasrani mengatakan, ‘Isa Anak Allah.'”
قال محمد بن إسحاق : ولم يذكر لنا مدة لبث حزقيل في بني إسرائيل. ثم إن الله قبضه إليه، فلما قبض نسي بنو إسرائيل عهد الله إليهم وعظمت فيهم الأحداث وعبدوا الأوثان؛ وكان في جملة ما يعبدونه من الأصنام صنم يقال له: (بعل). فبعث الله إليهم إلياس، وهو الذي ذكره القرآن في كثير من آياته كما في قوله: ﴿أَتَدْعُونَ بَعْلًا وَتَذَرُونَ أَحْسَنَ الْخَالِقِينَ ﴾ [الصافات الآية ١٢٥) وغيرها من الآيات التي تدل على نبوته. فلما رفع تنبأ بعده اليسع وهو ابن عمه، فدعا الناس مستمسكا بمنهاج إلياس وشريعته. اهـ البداية والنهاية باختصار.
Artinya : “Muhammad bin Ishak (ahli sejarah) berkata, Allah SWT tidak menyebutkan kepada kita masa Nabi Hizqil saat bersama Bani Israil. Kemudian Allah SWT mewafatkan Nabi Hizqil. Ketika Nabi Hizqil wafat, Bani Israil lupa terhadap janji Allah SWT kepada mereka, kemudian menjadi besarlah bencana-bencana pada mereka dan mereka pada menyembah berhala ; diantara berhala-berhala yang disembah mereka, ada berhala yang disebut (Ba’lun). Kemudian Allah SWT mengutus Nabi Ilyas kepada mereka, Nabi Ilyas adalah nabi yang banyak disebut dalam Al-Qur’an sebagaimana ayat yang artinya : ‘Patutkah kamu menyembah Ba’l dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta.’ dan ayat-ayat lain yang menunjukkan kenabiannya. Ketika Nabi Ilyas diangkat oleh Allah SWT maka yang menjadi nabi setelahnya adalah Ilyasa’. Ia adalah putra pamannya, dia mengajak manusia dengan berpegangan pada ajaran Nabi Ilyas dan syariatnya. Selesai versi kitab Al-Bidayah Wa An-Nihayah dengan ringkas.”
Kata ulama, nabi yang tidak mati adalah Nabi Idris, Nabi Ilyas, Nabi Khidir dan Nabi Isa. Nabi Ilyas dan Nabi Khidir setiap tahun melakukan pertemun di salah satu laut, mereka membicarakan masalah umat dan lain sebagainya, setelah itu kembali lagi ke tempat masing-masing
Klasifikasi Nabi Berdasarkan Ajarannya
Menurut Ra. Ismail, Nabi dibagi menjadi tiga (dengan meninjau terhadap ajarannya); ada nabi yang tidak bawa syariat sendiri tapi mengembangkan syariat sebelumnya, ada nabi yang bawa syariat sendiri tapi tidak punya kitab, dan ada nabi yang tidak mengurus masalah nabi sebelumnya (otomatis tidak ikut syariat sebelumnya) akan tetapi punya kitab sendiri
Jadi, Ada yang punya kitab, Ada yang tidak punya kitab tapi ikut syariat sebelumnya, Ada yang tidak ikut syariat sebelumnya tapi mendirikan sendiri tanpa kitab. Namun ada juga selain tigamodel tadi, yaitu Nabi Muhammad SAW, beliau ikut syariat Nabi Ibrahim, punya kitab sendiri serta mendirikan syariat sendiri.
وقال القرطبي : وقيل : إن اليسع لما كبر قال: لو استخلفت رجلاً على الناس أنظر كيف يعمل فقال: من يتكفّل لي بثلاث؛ بصيام النهار وقيام الليل وَأَلَّا يغضب وهو يقضي ؟ فقال رجل من ذرية العيص : أنا؛ فرده ثم قال مثلها من الغد؛ فقال الرجل : أنا؛ فاستخلفه فوفى فأثنى الله عليه فسمي ذا الكفل؛ لأنه تكفل بأمر قاله أبو موسى ومجاهد وقتادة
Artinya : “Imam Qurtubi berkata, ‘Ada yang mengatakan, Sesungguhnya Nabi Ilyasa’ ketika sudah tua ia berkata, ‘Apabila engkau menjadikan pengganti kepada seorang laki-laki, maka aku akan melihat bagaimana ia akan bekerja. lalu laki-laki tersebut berkata, ‘Siapa yang menanggung kepadaku tiga perkara; Puasa di siang hari, qiyamul lail dan tidak marah ketika sedang menghakimi? Kemudian, laki-laki dari keturunan Ish menjawab, ‘Saya,’ kemudian laki-laki tersebut mengulangnya seperti tadi keesokan harinya, lalu laki-laki tersebut menjawab, ‘Saya,’ lalu Nabi Ilyasya’ menjaddikan laki-laki tersebut peggantinya, kemudian setelah laki-laki tersebut mampu meneympurnakan tugasya maka Allah SWT memujinya. Oleh karena itu, laki-laki tersebut dijuluki ‘Dhulkifli’, karena Dia telah menanggung urusan Bani Israil. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Musa, Mujahid dan Qotadzah.”
Author : Fakhrullah