Kabupaten Bangkalan yang menjadi rujukan dalam menuntut ilmu bagi para santri khususnya Pesantren yang diasuh oleh Syaichona Moh. Cholil Bangkalan maha guru ulama Nusantara pada masa itu semakin luntur (berkurang) pasca wafatnya Syaichona Moh. Cholil.
Hal itu dikerenakan Putranya KH. Imron bin Syaichona Moh. Cholil sering uzlah keluar Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil, konon dikatakan KH. Imron ingin memberikan kesempatan kepada alumninya agar bisa mengembangkan ilmu mereka, sehingga banyak sekarang Pesantren-pesantren besar dari para alumni santri Syaichona Moh. Cholil.
Baca Juga: Karomah KHS. Abdullah Schal, Sadarnya Seorang Bajingan Kakap
Pada masa itu praktis aktifitas di Pesantren semakin menurun bahkan para santripun tinggal sedikit, itupun tidak banyak yang bertahan lama di Pesantren.
Baru setelah kepengasuhan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil di pegang oleh Cicitnya yaitu KHS. Abdullah Schal Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil menjadi besar kembali
KHS. Abdullah Schal Memulai kontribusinya didalam mengembangkan Pondok Pesantren Dengan kealimannya menguasai berbagai ilmu, beliau mulai mengajari para santrinya dengan kesabaran serta merintis berbagai pengajian rutinan yang juga di ikuti oleh para alumninya.
Baca Juga: Karomah KHS. Abdullah Schal, Gereja Terbakar
Disamping itu KHS. Abdullah Schal didampingi istrinya Nyai Hj. Sumtin binti Husnawiyah dalam memperjuangkan Pesantren untuk mengembalikan eksistensinya. Nyai Hj. Sumtin berperan sangat besar selalu mendampingi KHS. Abdullah Schal dalam suka maupun duka. beliau memainkan peran penting laksana Sayyidatuna Khadijah yang sangat besar jasanya didalam mendukung keberhasilan dakwah Rasulullah SAW.
Nyai Hj. Sumtin merupakan tipe seorang istri yang sangat sabar, tabah, dan tidak pernah mengeluh dalam kegetiran hidup yang harus dijalani di awal-awal pernikahannya. Pembawaannya yang kalem mampu meredam berbagai gejolak dalam perjalanan hidup KHS. Abdullah Schal. Sebagai seorang istri sholihah, beliau menjadikan rumah yang ditempati bersama suami dan putra-putrinya, sebagaimana rumah yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. “Baiti Jannati” rumahku laksana surga bagiku.
Baca Juga: Syaikhona Kholil Menyemai Nasionalisme dengan Mendidik para santrinya
Setiap malam saat sang suami sedang keluar berdakwah ke plosok-plosok desa, Nyai Hj. Sumtin tidak bersantai-santai di dhalemnya. Beliau tiada henti-hentinya berdzikir dan berdoa kepada Allah SWT. Hingga pada suatu ketika, dalam keheningan malam yang sunyi, dalam gemerisik bunyi tasbih yang Nyai Hj. Sumtin pakai sebagai teman dalam berdzikir, dipuncak kekhusyukan seorang hamba yang wushul kepada Tuhannya, tiba-tiba ada sinar dari angkasa.
Cahaya tersebut kemudian turun perlahan-lahan ke permukaan bumi. Nyai Hj. Sumtin terpana, sambil terus berdzikir tiada henti, beliau melihat cahaya tersebut kemudian memasuki tubuhnya. Dinginnya udara malam yang menusuk, tergantikan dengan rasa hangat yang menjalar dalam sekujur tubuhnya. Sejak peristiwa sufistik tersebut, Nyai Hj. Sumtin merasakan kehidupan ekonomi keluarganya berubah drastis. Rezekinya semakin dipermudah oleh Allah SWT, min haitsu la yahtasib.
Karena mulianya Nyai. Hj. Sumtin sampai-sampai KHS. Abdullah Schal memerintahkan putra-putrinya bahkan santrinya agar menziarahi makam Nyai. Hj. Sumtin jika memiliki hajat yang besar, hal ini pernah disampaikan oleh cucu Nyai Hj. Sumtin yakni KH. Abdullah Hanani pada saat haul Nyai Hj. Sumtin yang ke-18 Tahun.
Baca Juga: Pengakuan Seorang Habib Atas Kealiman Ra. Lilur
“Salah satu dari putra KHS. Abdullah Schal pernah meminta doa kepada abahnya, dia berkata “Aba, saya mohon doa ingin berangkat ke Makkah dan ingin punya bekal yang banyak ..”. KHS. Abdullah Schal menjawab “Jika kmu ingin ke Mekkah dan ingin banyak bekalnya maka sowanlah ke makam ibumu, sowan kepada Nyai Sumtin..”. kemudian putra KHS. Abdullah Schal tersebut Beberapa saat bisa melaksanakan rukun Islam yang nomor lima (haji).” Ungkap KH. Hanani.
“Kemudian ada salah satu santrinya juga meminta doa, “kiyai, saya mohon doa ingin berangkat haji,” kemudian dijawab, “jika kamu ingin ke Makkah dan punya bekal banyak, maka sowan ke makam Nyai Sumtin. Setelah itu santri tersebut ziarah ke makam Nyai. Sumtin dan mampu melaksanakan haji.” Tutur KH. Hanani.
Dari pernikahan dengan KHS. Abdullah Schal, Nyai Sumtin dikaruniai 13 orang putra-putri, yaitu : Nyai Hj. Mutmainnah, Lora Abd. Kholiq (wafat waktu kecil), Nyai Hj. Nur Bilqis, RKH. Fakhrillah, Nyai Hj. Karimah, Nyai Hj. Zalikho’, Nyai Hj. Faidhoh, Nyai Hj. Ummu Kholilah (almarhumah), RKH. Fachruddin, RKH. Moh. Nashih, Nyai Laili (wafat waktu kecil), RKH. Moh. Karror, Nyai Hj. Nailatul Farohah.
Sekalipun menjadi istri seorang kiai besar, Nyai Hj. Sumtin tetap menampakkan kesederhanaan dan kesahajaannya. Beliau sangat mudah akrab dengan siapapun yang baru dikenalnya. Tidak pernah membeda-bedakan status sosial orang lain, rendah hati, dermawan, dan pandai menempatkan diri. Setiap orang yang bertemu dengan beliau, pasti terkesan dengan sifat-sifat beliau tersebut.
Baca Juga: Karomah KHS. Abdullah Schal, Turun Hujan Hanya di Sekitar Pondok Pesantren Saja
Kasih sayang beliau kepada putra-putrinya ditumpahkan setiap saat dan setiap waktu, tanpa membedakan satu dan yang lainnya. Sering kali beliau berpesan, “ Jagalah ikatan persaudaraan diantara kalian, kalau ada masalah apapun harus saling mengalah”.
Dikalangan para santri dan masyarakat luas, beliau sangat dikenal sebagai pribadi yang sangat dermawan, senang bershadaqah kepada orang lain bahkan kepada para santri sendiri. Nyai Hj. Sumtin juga dikenal pandai memasak. Dalam hal ini beliau mengaku karena dididik langsung oleh Nyai Hj. Romlah, walau dengan cara didikan yang kadang agak nyeleneh Nyai Hj. Sumtin memasak sendiri untuk konsumsi KHS. Abdullah Schal dan putra-putrinya. Bahkan untuk konsumsi acara apapun di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil baik acara kecil atau besar, Nyai Hj. Sumtin turun tangan langsung kedapur memimpin santri putri dan masyarakat yang membantu.
Nyai Hj. Sumtin juga aktif mendampingi KHS. Abdullah Schal berdakwah keluar Daerah Bangkalan. Sampai pada akhirnya Nyai Hj. Sumtin wafat pada Malam Rabu, 02 Jumadil Akhirah 1427 H. di Simpang Lumut Pangkal Pinang (sekarang masuk Provinsi Bangka Belitung). Kabar tentang kewafatan Nyai Hj. Sumtin pun langsung tersebar kebeberapa simpatisan, alumni, dan santrinya terutama yang ada di Demangan. Di malam yang buta, saat semua santri masih terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya, kabar pilu datang dari seberang sana, seorang guru yang dermawan telah menghembuskan nafas terakhirnya.
Baca Juga: Ra. Lilur Membakar Asrama Santri
Malam itu setelah shalat Isya’, Nyai Hj. Sumtin masih bercerita tentang segala hal kepada para tamu dan keluarga H. Miskal (tuan rumah yang biasa ditempati). Selanjutnya beliau masuk kamar dan istirahat. Kira-kira jam sebelas malam, beliau terbangun dan merasakan sakit di bagian dada, sebagaimana sering beliau rasakan sebelumnya. Setelah terbangun Nyai Sumtin meminta maaf kepada KHS. Abdullah Schal atas segala kesalahan yang pernah dilakukan selama menjadi istri. Menyaksikan hal tersebut KHS. Abdullah Schal diam saja karena memang tidak ada firasat apapun sebelumnya. Tapi kemudian Nyai Sumtin tiada henti meminta maaf dan meminta ridhonya, bahkan sampai memeluk erat seperti tidak mau berpisah. KHS. Abdullah Schal dengan segala gelagapan memaafkan segala kesalahan dan meridhoinya. Setelah itu Nyai Hj. Sumtin baru melepaskan pelukannya, lisannya kemudian tiada henti berucap, “ Anakku doakan, anakku doakan, anakku doakan.”
Menyaksikan hal itu, KHS. Abdullah Schal menyadari keadaan isterinya sangat mengkhawatirkan, kemudian berinisiatif membawanya ke rumah sakit. Didalam kendaraan lisan Nyai Hj. Sumtin terus-menerus mengucapkan lafadh “ Allah…Allah…Allah.” Di tengah perjalanan menuju rumah sakit, Nyai Hj. Sumtin menghembuskan nafas terakhir seraya bibirnya berucap “ Allah” dan beliau pun berpulang ke haribaannya.
Inna Lillahi wa Inna Ilahi Roji’un… Semoga dosa beliau diampuni, dan segala amal beliau diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Amin Allahumma Amin…
Sekalipun jasad beliau telah berbaring di dalam kubur, tapi jasa-jasa beliau terhadap Pondok Pesantren Demangan tak akan pernah hilang ditelan masa, tak kan pernah luntur ditelan zaman, karena sudah tertulis dengan tinta emas, dan terpatri dalam dada segenap keturunannya, santri, alumni, dan masyarakat luas yang sangat mencintainya.
Hari ini bertepatan haul ke-19 Nyai. Hj. Sumtin binti Husnawiyah, semogpa ditempatkan ditempat yang tinggi oleh Allah SWT dan semoga kita semua mendapatkan aliran barokahnya. Amin.
Penulis: Fakhrul
Sumber:
- Biografi KHS. Abdullah Schal Sang Pengembara di Samudra Ilmu.
- Buku Majalah ASSCHOL edisi 14.