Tidak jarang diantara kita, ketika melaksanakan sholat merasakan bekas sisa-sisa makanan yang ada di mulut, hal itu membuat kita bingung, karena terkadang memang sulit untuk tidak menelannya
Dan kita tau bahwa, diantara Perkara yang dapat membatalkan sholat adalah makan atau minum, baik banyak ataupun sedikit. Hal itu sebagaimana dipaparkan oleh Syeikh Ibnu Qasim al-Ghazy dalam Fathul Qaribnya
[محمد بن قاسم الغزي، فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار، صفحة ٨٦]
والذي يبطل الصلاة أحدَ عشرَ شيئا: – إلى أن قال- (والأكل، والشرب) كثيرا كان المأكول والمشروب
أو قليلا، إلا أن يكون الشخص في هذه الصورة جاهلاً تحريمَ ذلك
Artinya: Perkara yang dapat membatalkan shalat itu ada sebelas macam, (sampai pada peerkataan) dan makan serta minum, baik itu banyak ataupun sedikit, kecuali jika orang tersebut tidak tahu keharaman hal tersebut.
(Muhammad bin Qosim al-Ghozi, Fathul Qaribil Mujib fi syarkhi alfad at-Taqrib, hal 86)
Namun, ketika membuka I’anatut Tholibin karya Syaikh Abu Bakar Syatho maka kita akan menemukan redaksi pada matannya yaitu Fathul Mu’in bahwa bahwa jika ada makanan di sela-sela giginya, dan makanan tersebut sulit untuk dihindari maka hal itu tidak dapat membatalkan sholat
[البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ,1/259]
أما الاكل القليل عرفا – ولا يتقيد بنحو سمسمة – من ناس، أو جاهل معذور، ومن مغلوب، كأن نزلت نخامته لحد الظاهر وعجز عن مجها، أو جرى ريقه بطعام بين أسنانه وقد عجز عن تمييزه ومجه، فلا يضر للعذر
Artinya: Adapun makan sedikit menurut kebiasaan (tidak terbatas pada sesuatu seperti biji wijen) jika dilakukan oleh orang yang lupa, atau tidak tahu yang dianggap udzur, atau karena terpaksa, seperti jika dahaknya keluar sampai batas luar dan ia tidak mampu meludahkannya, atau ludahnya bercampur dengan makanan yang terselip di antara giginya dan ia tidak mampu memisahkan atau meludahkannya, maka hal itu tidak membatalkan (shalat) karena dianggap udzur.
(Al-Bakri Ad-Dimyathi, I’anah At-Thalibin ‘ala Hall Alfaz Fath Al-Mu’in, 1/259)
Ditambah lagi pendapat dari kitab kontemporer karya Syeikh Muhammad bin Ahmad As-Syatiry yaitu dalam kitab Syarah Yaqut An-Nafisnya menampilkan perkhilafan terkait kasus diatas, ada yang mengatakan tetap sah Sholatnya dan ada yang mengatakan batal sholatnya
[شرح الْيَاقُوْتِ النَّفِيسِ لِلشَّيْخِ مُحَمَّد بن أحمد بن عمر الشاطري . ص ٧٤١ دار المنهاج]
وَإِذَا بَلَعَ الْمُصَلِّي رِيقَهُ وَبِهِ بَقَايَا طَعْمِ شَاهِيَ أَوْ قَهْوَةٍ أَوْ أَيَ مَادَّةِ حُلْوَةٍ مَثَلًا … بَطَلَتْ صَلَاتُهُ لَكِنْ هُنَاكَ قَوْلُ في (الْمَجْمُوْعِ) قَالَ (إذَا بُلِعَ رِيقهُ وَفِيْهِ شَيْئً مَائِع … لَا يَضُرُّ) وَهُوَ مُقَابِلُ الْأَصَحَ فِي الْمَنْهَاج وَقَالَ فِي الْمُغْنِي لابْنِ قدامة (وَإِنْ بَقِيَ بَيْنَ أَسْنَائِهِ أَوْ فِي فِيْهِ مِنْ بَقَايَا الطَّعَامِ يَسِيرٌ يَجْرِي بِهِ الرِّبْقُ فَابْتَلَعَهُ … لَمْ تَفْسُدُ صَلَاتُهُ، لِأَنَّهُ لَا يُمْكِنُ الْإِحْتِرَارُ منه اهـ .
Artinya : Jika seseorang yang sedang shalat menelan ludahnya yang masih tersisa rasa teh, kopi, atau bahan manis lainnya, maka batal shalatnya. Namun, dalam kitab Al-Majmu’ terdapat pendapat yang mengatakan bahwa jika seseorang menelan ludahnya yang terdapat sedikit zat cair di dalamnya, maka tidak mengapa (shalatnya tidak batal). Pendapat ini adalah muqobilul ashoh dalam kitab Al-Minhaj. Sementara itu, dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan bahwa jika di antara gigi atau dalam mulutnya masih tersisa makanan yang sedikit dan terbawa oleh ludahnya lalu ditelan, maka shalatnya tidak batal, karena sulit untuk dihindari.
(Syarah Al-Yaqut An-Nafis oleh Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, hal. 741, Darul Minhaj)
Kesimpulannya, jika menelan ludah yang masih ada rasa makanan disaat sholat maka hukumnya khilaf, menurut Qaul Ashoh sholatnya batal, sedangkan menurut Imam Nawawi, Ibnu Qudamah dan Syeikh Zainudin bin Abdul Aziz al-Malibary tidak membatalkan sholat karena sulit untuk menghindari sisa makanan yang ada di mulut. Allahua’lam.
Author : Fakhrullah
Referensi :
- Syeikh Abu Bakar Syatho, I’anatut Tholibin, Maktabah Syamilah.
- Syeikh Ibnu Qasim al-Ghazy, Fathu al-Qorib al-Mujib, Maktabah Syamilah.
- Syeikh Muhammad bin Ahmad As-Syatiry, Syarah Al-Yaqut An-Nafis, Darul Minhaj.