Sahkah Wudhu dan Mandinya Perempuan Yang Memakai Henna ?

oleh -774 views

Perkembangan henna di Indonesia mulai terlihat sejak beberapa tahun terakhir, terutama seiring dengan meningkatnya minat terhadap budaya dan seni dari negara-negara Timur Tengah dan India. Henna kini populer sebagai bentuk seni tubuh, sering digunakan dalam berbagai acara seperti pernikahan, tunangan, dan perayaan lainnya.

Di Indonesia, motif henna sering kali diadaptasi dengan elemen budaya lokal, menciptakan desain yang unik dan menarik. Selain itu, semakin banyak pengusaha lokal yang menawarkan layanan lukis henna, baik secara profesional maupun di acara-acara komunitas.

Disisi lain, timbul pertanyaan dari kalangan umat muslim, khususnya kaum perempuan yang gemar memakai Henna di tangannya, yaitu ketika melakukan thaharah (berwudhu atau mandi wajib) ada yang berasumsi bahwa itu tidak sah karena terdapat Henna di sebagian anggota tubuhnya

Dalam hal ini, ulama menjabarkan dengan detail bahwa yang membuat tidak sah thaharahnya adalah jika yang terdapat pada anggota tubuhnya adalah kahanan (ainiyah) daripada hennanya, bukan bekasnya. Adapun bekasnya maka tetap sah thaharahnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anatut Tholibin karya Syeikh Abu Bakar Syatho berikut ;

[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ٤٥/١]
و رابعها: (أن لا يكون على العضو حائل) بين الماء والمغسول، (كنورة) وشمع ودهن جامد وعين حبر وحناء، بخلاف دهن جار أي مائع – وإن لم يثبت الماء عليه – وأثر حبر وحناء
قوله: وأثر حبر وحناء أي وبخلاف أثر حبر وحناء فإنه لا يضر. والمراد بالأثر مجرد اللون بحيث لا يتحصل بالحت مثلا منه شئ

Artinya : (Syarat yang keempat) (tidak boleh ada penghalang pada anggota tubuh) antara air dan anggota badan yang dibasuh, seperti noda, lilin, minyak padat, tinta, dan henna, beda halnya dengan minyak cair (meskipun air tidak menetap di atasnya), serta bekas tinta dan henna. (Perkataan Mushonnif yang berupa “Bekas tinta dan henna”) maksudnya adalah beda halnya dengan bekas tinta dan henna, maka itu tidak membahayakan keabsahan thaharah. Adapun yang dimaksud dengan bekas disini adalah hanya warnanya saja yang sekiranya jika digosok tidak ada yang luntur.
[Syeikh Abu Bakar Syatho,I’anatut Tholibin, hlm. 45/1, Maktabah Syamilah]

Hal itu juga selaras dengan penjelasan Imam Nawawi dalam kitab Majmu’nya berikut :

[النووي ,المجموع شرح المهذب ,1/467]
السَّابِعَةُ إذَا كَانَ عَلَى بَعْضِ أعضائه شمع أو عجين أو حناء واشتباه ذلك فمنع وصول الماء الى شئ من العضو لم تصح طهارته سواء كثر ذَلِكَ أَمْ قَلَّ وَلَوْ بَقِيَ عَلَى الْيَدِ وَغَيْرِهَا أَثَرُ الْحِنَّاءِ وَلَوْنُهُ دُونَ عَيْنِهِ أَوْ أثر دُهْنٍ مَائِعٍ بِحَيْثُ يَمَسُّ الْمَاءُ بَشَرَةَ الْعُضْوِ وَيَجْرِي عَلَيْهَا لَكِنْ لَا يَثْبُتُ صَحَّتْ طَهَارَتُهُ

Artinya : (Masalah Ketujuh) jika ada lilin, adonan, atau henna di sebagian anggota tubuhnya yang menghalangi air sampai ke bagian tersebut, maka tidak sah thoharahnya, baik itu sedikit atau banyak. Apabila terdapat bekas henna atau warnanya (bukan kahanannya) di tangan atau bagian lainnya, atau ada bekas minyak yang cair yang memungkinkan air menyentuh kulit anggota tubuh dan mengalir di atasnya, meskipun air tersebut tidak menetap di atasnya maka sah thoharahnya.
[al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdhab, 1/467]

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam thaharah (baik wudhu atau mandi) jika Henna tersebut menghalangi sampainya air kepada anggota tubuh yang wajib dibasuh maka tidak sah thoharahnya. Namun apabila hanya bekasnya saja yang tersisa dan tidak menghalangi sampainya air maka tetap sah thaharahnya.Allahua’lam

Author : Fakhrullah

Referensi :

  • Imam Nawawi, Majmu’ Syarhul Muhaddab, Maktabah Syamilah.
  • Syeikh Abu Bakar Syatho, I’anatut Tholibin, Maktabah Syamilah.
banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.