Najiskah Bulu Kucing Yang Rontok ?

oleh -339 views

Dalam hal ini, ulama memiliki konsep bahwa setiap anggota tubuh hewan yang terpotong atau terlepas dari hewannya yang masih hidup maka itu dianggap sebagai bangkai yang hukumnya najis

Namun beda halnya dengan bulu hewan yang halal dimakan, seperti kambing, sapi, ayam dan lain-lain, maka itu dihukumi suci. Oleh karenanya, dalam kitab I’anatut Tholibin Karya Syeikh Abu Bakar bin Muhammad bin Syato ad-Dimyati dipaparkan bahwa bulu hewan yang halal dimakan dihukumi suci.

وأفتى شيخنا بالعفو عن رطوبة الباسور لمبتلى بها، وكذا بيض غير مأكول، ويحل أكله على الاصح. وشعر مأكول وريشه إذا أبين في حياته. (قوله: وشعر مأكول وريشه) معطوف على بيض. أي فهما طاهران
[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ١٠٤/١]

Artinya : Guru kami Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami berfatwa bahwa basah yang disebabkan wasir itu dima’fu karena dianggap cobaan, begitu juga telurnya hewan yang tidak boleh dimakan, akan tetapi halal untuk memakan telurnya menurut qaul ashah, begitu juga (suci) rambut dan bulu hewan yang bisa dimakan ketika terlepas dari hewan yang masih hidup, (Adapun lafadz “Sya’ru ma’kulin warisuhu”) itu di atofkan pada lafadz “baidun”, artinya telur dan bulu hewan tadi hukumnya suci.

Dari redaksi diatas, ketika difahami secara kontekstual maka akan berkesimpulan bahwa bulu hewan yang haram dimakan ketika rontok dihukumi najis.

Namun redaksi yang disampaikan dalam kitab Fathul Mu’in tersebut tidak hanya sampai disitu, akan tetapi Imam Suyuti menyampaikan bahwa bulu hewan yang haram dimakan tersebut di ma’fu apabila sedikit.

قال شيخنا – كالسيوطي، تبعا لبعض المتأخرين – إنه يعفى عن يسير عرفا،من شعر نجس من غير مغلظ
[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ١٠٤/١]

Artinya : Guru kami Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami sebagaimana Imam Suyuti dengan ikut pendapat sebagian ulama mutaakkhirin mengatakan bahwa benda najis yang sedikit secara uruf itu dima’fu, seperti bulu yang najis dari selain najis mugholladoh.

Bahkan ada redaksi yang lebih spesifik menyebut bahwa bulu kucing yang rontok dihukumi najis namun dima’fu, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Baijuri barikut :

وما قطع من حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها

Artinya : Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali bulu yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis “kecuali bulu yang bermanfaat untuk dijadikan alas, pakaian, dan lainnya.”

قوله المقطوع من حيوان مأكول اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين

Artinya : (Perkataan Mushonnif yang berupa “Bulu yang terputus dari hewan yang halal dimakan”) ini seperti bulu pada kambing, kesucian bulu ini selagi tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. Jika bulu berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu. Dikecualikan dari redaksi “hewan yang halal dimakan” yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis, namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang potong bulu.

Dari beberapa data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bulu kucing yang rontok itu dihukumi najis yang dima’fu (ditoleransi). Allahu A’lam.

Author : Fakhrullah

Referensi :

  • Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi.
  • Syeikh Abu Bakar bin Muhammad bin Syato ad-Dimyati, I’anatut Tholibin.
banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.