Pekan selanjutnya, KH. Ismail al-Ascholy melanjutkan keterangan sebelumnya yang membahas tentang hukum bank dalam perspektif kitab Safinah Kalla Saya’lamun, keterangan sebelumnya bisa dibaca melalui link berikut :
Hukum Menitipkan Uang di Bank
Beliau menyampaikan bahwa diperbolehkan menitipkan uang di bank konvensional dengan alasan dhorurot, karena jika tidak diperbolehkan maka akan membuat ekonomi negara semakin menurun. Hal itu sebagaimana beliau tulis
وأما الذي أراد أن يودع المال في البنك فله أن يودعه في البنك المركزي للدولة بالنسبة للبنك الشرعي على رغم أن كلا منهما لا يخلو من نوع من الربا لأن وضع المال في البنك بهذه العلة له حكم الضرورة، ولو منع كل أهل البلاد عن إيداع ماله في البنك المركزي فقد أدى ذلك إلى تراجع الاقتصاد في دولته، وهذا من أسباب فساد البلاد. اهـ
Artinya : Adapun orang yang ingin menitipkan hartanya ke bank maka boleh baginya untuk menitipkannya pada bank markazi milik negara yang berafiliasi pada bank syariah, meskipun keduanya tidak akan terlepas dari riba, karena menaruh harta di bank tersebut dengan alasan ini dihukumi dhorurot, apabila setiap negara dilarang untuk menitipkan hartanya ke bank negara maka itu akan membuat perekonomian negara menurun, sehingga hal ini akan menjadi penyebab rusaknya suatu negara
وعن الحبيب صادق الخرد قال: قال شيخنا إدرار ميمون: وأما الأرباح التي أعطاها جانب البنك فليصرفها إلى المصالح العامة الإسلامية؛ لأنها على حكم المال الضائع الذي يطرحه شخص في حجرنا ونحن لا نعرفه وهو يفر، ولا نضيعها في غيرها إذ قد تجر إلى مساعدة المنحة التبشيرية والتنصيرية. اهـ
Artinya : Dan dari Habib Shodiq al-Khird, beliau berkata bahwa guru kami KH. Idror Maimun berkata, Adapun bunga yang diberikan dari pihak bank hendaknya di alokasikan terhadap kemaslahatan islam secara umum, karena bunga tersebut dihukumi sebagai harta sia-sia (harta hilang) yang ditinggalkan oleh seorang di kamar kita (misalnya) dan kita tidak tau apakah orang itu pergi, dan kita tidak memberikannya pada selain kemaslahatan, karena apabila diberikan pada selain maslahah umum maka terkadang akan menarik untuk membantu kristenisasi
“Artinya nanti kalau tidak diambil kita maka akan diambil orang lain, sehingga menjadi bantuan kepada agama lain, jadi, perlu juga orang Islam yang senang dunia supaya yang kaya bukan hanya orang kafir saja tapi juga orang Islam,”
“Sebagaimana hal itu yang dipilih oleh guru Imam Syafi’i, yaitu Muhamad bin Hasan as-Syaibani yang memilih bahwa orang sholeh perlu untuk memiliki harta banyak, sebab, kalau tidak di pegang oleh orang sholeh maka akan dipegang oleh orang fasik,” ungkap Ra. Ismail.
Hukum Menerjemah al-Qur’an
وعن قوله تعالى
وَإِنَّهُۥ لَتَنزِیلُ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ ١٩٢ نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلۡأَمِینُ ١٩٣ عَلَىٰ قَلۡبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلۡمُنذِرِینَ ١٩٤ بِلِسَانٍ عَرَبِیࣲّ مُّبِینࣲ ١٩٥ [الشعراء ١٩٢-١٩٥]
Artinya : Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, al-Quran dibawa turun oleh ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.
قال شيخنا كنت قبل خمسين سنة أدركت عصرا قد حرم معظم علمائه ترجمة القرآن، وأما في عصرنا الحاضر فلا ينبغي أن نحرمها أيضا، لأن هذا مما تبين لنا ما قاله سيدنا إبراهيم عليه السلام : (على العاقل أن يكون عارفاً بزمانه مستقبلا في شأنه عارفا بربه) فالزمان يتغير ضرورة، والقرآن نزل بلسان عربي
Artinya : Guru kami KH. Maimun Zubair berkata, Sebelum tahun 50-an saya nututi zaman dimana saat itu mayoritas ulama’nya mengharamkan terjemahan al-Qur’an, kalau di zaman sekarang ini mestinya tidak mengharamkannya, karena sesungguhnya hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyidina Ibrahim AS yang artinya, “Orang yang berakal hendaknya mengetahui terhadap zamannya, menghadapi urusannya dan ma’rifat terhadap tuhannya.” Zaman itu pasti akan berubah-ubah dan al-Qur’an itu turun dengan menggunakan bahasa Arab
فلو كتبت ترجمته وفهم منها، أفلا يكون هذا انتقال لغة القرآن الذي نزل عربا ؟ هذا ما احتج به العلماء سابقاً، ولكن في أوائل قرننا هذا انتشرت الترجمة وملأت الدنيا، والناس قد فهموا شرائع الإسلام وحسن إسلامهم بهداية هذه الترجمة، فلو كنت تحرم ما كان الله تعالى يجعله سببا لهداية الناس فليس الذي فعلت هذا بفعل العاقل ، حتى يكون الآن يعتبر من العجيب أن من حفظ القرآن لا يفهم معاني القرآن ومن لم يحفظه يفهمه بوسيلة تلك الترجمة.
Artinya : Apabila terjemahan al-Qur’an ditulis dan bisa memahami al-Qur’an dari terjemahan tersebut bukankah itu memindah bahasa al-Quran yang telah diturunkan dengan bahasa arab ? Ini merupakan hujjah ulama dulu, akan tetapi di awal-awal zaman kita ini terjemahan al-Quran telah tersebar dan mendunia, orang-orang memahami syariat Islam dan indahnya Islam dengan hidayah terjemah ini, maka apabila engkau mengharamkan sesuatu yang Allah SWT menjadikannya sebagai penyebab seseorang memperoleh hidayah maka hal itu bukanlah perbuatan orang yang mempunyai akal, hingga sekarang dianggap suatu keajaiban bahwa orang yang hafal al-Qur’an tidak faham makna-makna al-Qur’an, sedangkan orang yang tidak hafal al-Qur’an bisa memahaminya dengan wasilah terjemahan tersebut.
“Paling benar adalah mengatakan bahwa terjemahan al-Quran yang ada di zaman sekarang adalah tafsir dari al-Qur’an, jika tafsir al-Qur’an maka bebas, meskipun tidak pakai bahasa arab tidak masalah, sebab kalau yang namanya terjemah harus memposisikan setiap lafadz, setiap kata dan kalimat ke bahasa lain,” tutur Ra. Ismail
Selain itu, menurut Ra. Ismail, banyak orang-orang mendapatkan hidayah serta pengetahuan tentang al-Qur’an melalui terjemahannya, meskipun oleh sebagian orang menganggap terjemahan al-Qur’an merupakan suatu kejelekan. Perlu diketahui bahwa pada hakikatnya semua hidayah datangnya dari Allah SWT, jadi tidak menutup kemungkinan jika hidayah akan muncul dari hal-hal yang mungkin oleh sebagian orang dianggap jelek, Allah SWT berfirman :
قُلِ ٱللَّهُمَّ مَـٰلِكَ ٱلۡمُلۡكِ تُؤۡتِی ٱلۡمُلۡكَ مَن تَشَاۤءُ وَتَنزِعُ ٱلۡمُلۡكَ مِمَّن تَشَاۤءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاۤءُۖ بِیَدِكَ ٱلۡخَیۡرُۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ قَدِیرࣱ ٢٦ [آل عمران ٢٦]
Artinya : Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, engkau berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di tangan engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Begitu juga dalam bacaan tahlil yang masyhur berikut :
اَللّٰهُم اصرِفْ عَنّا السُّوءَ بما شِئْتَ وكيف شئت إِنَّك عَلٰى مَا تَشَاءُ قَدِيْر
Artinya: Ya Allah, hindarkanlah aku dari kejelekan dengan sesuatu yang engkau kehendaki dan dengan cara yang engkau kehendaki, sesungguhnya engkau maha kuasa atas apa yang engkau kehendaki.
Menurut Ra. Ismail, terkadang Allah SWT menjauhkan seseorang dari perkara yang buruk dengan cara mendatangkan perkara buruk yang lebih kecil, hal itu sebagaimana kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir saat Nabi Khidir merusak perahu nelayan yang telah diabadikan dalam al-Qur’an berikut ;
أَمَّا ٱلسَّفِینَةُ فَكَانَتۡ لِمَسَـٰكِینَ یَعۡمَلُونَ فِی ٱلۡبَحۡرِ فَأَرَدتُّ أَنۡ أَعِیبَهَا وَكَانَ وَرَاۤءَهُم مَّلِكࣱ یَأۡخُذُ كُلَّ سَفِینَةٍ غَصۡبࣰا ٧٩﴾ [الكهف]
Artinya : Adapun perahu itu adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusaknya, karena di belakang mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu.
Jadi, menurut Ra. Ismail, di dunia ini tidak hanya ada hitam dan putih saja, artinya bukan hanya ada kebaikan dan kebatilan saja, akan tetapi ada kebaikan yang didalamnya menyimpan kejelekan dan ada kejelekan yang didalamnya menyimpan kebaikan. Allhua’lam, semoga bermanfaat.
Author : Fakhrullah