Melanjutkan dari pengajian sebelumnya yang membahas tentang kendaraan orang yang naik haji (Baca selengkapnya), kali ini KH. Ismail al-Ascholy menjelaskan tentang ayat yang menerangkan panggilan Nabi Ibrahim kepada seluruh manusia untuk berhaji, dalam kajian ini, beliau menjelaskan detail kandungan lafadz-lafadz yang ada di dalamnya, diantaranya adalah lafadz “Amiq” yang multi tafsir, hal itu sebagaimana yang ditulis beliau dalam kitabnya sebagai berikut ;
قال شيخنا والفج العميق المكان البعيد، والعمق يطلق على بعد لشيء له قعر و جوف؛ فيشمل ما لو فرضنا أن تخرق كروية الأرض من مكة إلى أسفلها عبر القعر يكون حينئذ المطلع في إحدى قرية من قرى بلاد أمريكا، وهي تيكساس. وعلى جريان الزمان يتكثّر عن قليل وينمو من حج البيت من تلك الأنحاء بسبب كثرة من دخل في الإسلام، والحمد لله رب العالمين
Artinya: Guru kami KH. Maimun zubair berkata bahwa kata “al-Fajju al-Amiq” merupakan suatu tempat yang jauh, sedangkan kata “al-Umqu” di mutlakkan terhadap sesuatu yang jauh serta memiliki lubang dan memiliki kedalaman, maka hal itu juga mencakup pada sesuatu yang jika kita coba untuk menembus bumi yang bulat ini dari arah Makkah maka akan tembus ke salah satu tempat di Negara Amerika yaitu Texas. Seiring berjalannya waktu, sesuatu yang asalnya sedikit menjadi banyak, dan orang yang naik haji semakin menyeluruh dari tempat-tempat tersebut sebab banyaknya orang yang masuk Islam, segala puji bagi Allah SWT.
Dari redaksi di atas beliau menyimpulkan bahwa bumi itu bulat, sebagaimana dijelaskan dengan detail oleh beliau berikut ;
“Fajjin amiq dari pedalaman desa, mestinya, dengan makna itu saja sudah bisa menjadi tanda kuasa Allah SWT bahwa yang naik haji bukan orang arab saja, dulu sebelum masa Rasulullah, orang yang haji hanya orang arab saja, bukan hanya Qurais, tapi semua orang arab, artinya seluruh Benua Arab,” ungkap Ra. Ismail
“Nabi pernah bersabdaنصرتُ بالرعب مسيرة شهر yang artinya, “aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan,” ketika dihitung satu bulan perjalanan itu kira-kira 1000 KM persegi, nah tentara yang masuk koredor jarak satu kilo itu baik pemimpin atau tentaranya pasti merasa tidak pede alias gemetar, nah jarak satu bulan perjalanan ini merupakan jarak teritorial arab secara keseluruhan, perkiraan 1000 KM persegi.”
“Kalau dilihat di peta, ada satu pulau yang cukup besar yang isinya Arab Saudi, Yaman, Oman, Dubai dll, hanya daerah situ saja dulu orang yang melakukan haji. Gara-gara ada yang namanya haji, maka Raja Abraha iri karena orang yang melakukan haji otomatis nyewa hotel di Makkah, beli makanan disana padahal saat itu sedang masa jahiliyah,”
“Baru ketika masuk eranya Rasulullah, yang haji bukan orang arab saja, tapi juga dari luar Arab, dulu hanya orang arab saja, orang yahudi yang asli ajarannnya Nabi Musa atau orang Nasrani yang asli ajarannnya Nabi Isa tidak ada ibadah haji, yang ada hajinya hanya pada nabi-nabinya saja, sehingga para nabi pasti pernah ke Baitul Haram baik secara hakikat atau secara ruh, tapi umatnya tidak, jadi, orang yang orang luar hanya nabi-nabinya saja yang haji sedangkan orang dalam hanya dari orang arab saja,”
“Namun Syaikhuna KH. Maimun Zubair tidak hanya membahas banyaknya orang yang haji saja, tapi juga membahas tentang lafadz yang dipakai oleh Allah SWT yaitu lafad amiq, lafadz amiq itu tidak dipakai pada diameter yang datar tapi diameter yang kebawah, sehingga oleh Syaikhina KH. Maimun Zubair, ayat ini menjadi dalil bahwa bumi yang kita tempati itu bulat, kalau buminya datar kita tidak bisa menggunakan lafadz fajjin amiq untuk makna yang punya isyarah seperti demikian. Makkah itu seandainya di jebol sampai kebawah kata Mbah Maimun sampai ke Texas.”
Selanjutnya, KH. Ismail menjelaskan paragraf berikutnya yang berbunyi sebagai berikut ;
قلت: وإن لم يكن المطلع هناك فإن المراد إنما هو عبارة عن بعد مسافات الحجاج حتى إلى أقصى الأرض؛ وهذا يدل على انتشار الإسلام وأذان إبراهيم عليه وعلى نبينا أفضل الصلاة والسلام الذي بلغ إلى تلك المنازل القصية، وبلفظ العماقة هذا، استدل شيخنا على كروية الأرض؛ إذ لا يعقل وجود العمق إذا كانت الأرض مبسوطة.
Artinya : Saya berkata, apabilaa Makkah digali dan ternyata tembusnya bukan di Texas maka itu berarti menunjukkan jauhnya jarak orang yang haji sampai ke bumi paling ujung, dan ini menunjukkan tersebarnya Islam dan seruannya Nabi Ibrahim AS sampai ke tempat paling ujung, dan dengan lafadz “imaqoh” ini guru kami KH. Maimun Zubair beristidlal bahwa bumi itu bulat, karena tidak masuk akal jika bumi itu datar.
“Biasanya kalau ulama yang lain memberikan dalil bumi bulat itu bukan menggunakan ayat ini, tapi yang menjadi bukti bumi itu bulat biasanya memakai ayatیُكَوِّرُ ٱلَّیۡلَ عَلَى ٱلنَّهَارِ وَیُكَوِّرُ ٱلنَّهَارَ عَلَى ٱلَّیۡلِۖ yang artinya, “Dia menutupkan malam atas siang, dan menutupkan siang atas malam,” lafadz ini bisa dipakai ketika buminya bulat, sehingga bulatnya bumi diikuti siang dan malam, maka itu mask akal,” tegas Ra.nasih
“Tapi KH. Maimun Zubair memakai ayat yang beda yang belum pernah ulama pakai sebagai dalail bumi bulat. Dalam Tafsir Jalalain Imam Suyuti yang hidup di masa abad 9 H (400 th ) yang lalu beranggapan bahwa bumi datar, tidak bulat, begitu juga menurut Imam yang lain termasuk Imam al-Qurtuby dan Imam Ibnu Kasir, sedangkan ulma kecil seperti Imam Fakhruddin ar-Rosi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib mengatakan bahwa bumi bulat.” Jelasnya
“Adapun dalil yang mengatakan bumi itu datar ialah وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ بِسَاطࣰا ١٩ لِّتَسۡلُكُوا۟ مِنۡهَا سُبُلࣰا فِجَاجࣰا ٢٠ (نوح ١٩-٢٠), Artinya : Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, agar kamu dapat pergi dengan leluasa di jalan-jalan yang luas. Kalau bumi bulat maka jika ada yang dipinggir pasti akan jatuh, itu pemikiran ulama dulu, sedangkan ulama sekarang yang mengatakan bumi itu bulat juga memiliki dalil,”
“Tidak semua khilaf yang dihaturkan oleh pemilik ilmu itu bisa diterima, jadi syaratnya tadi, jika orang tersebut alim dan mumpuni dalam ilmu maka orang tersebut bisa diterima pendapatnya, jadi yang pantas berdebat dengan imam Syafi’i ya imam lais, imam Malik imam Ahmad dll, selain beliau beliau tidak bisa mengkritisi hasil pemikiran dari imam Syafi’i dll,”
“Makanya dikatakan oleh ulama yang mana ini menjadi Qaidah mu’tabar, yaitu
وليس كلّ خلافٍ جاء معتبرا ** إلاّ خلافا له حظّ من النّظر
Artinya: tidak semua khilaf itu bisa di anggap, kecuali khilaf yang punya sisi sisi angan-angan yang kuat,”
“Jika khilaf dalam masalah furuiyah gak papa, seperti basuhan wudu dua atau tiga kali, jika semua khilaf itu dianggap maka ruwet, misalnya ketika masuk akidah, dan juga masalah tafsir yang tidak menyentuh ahkam fiqh, jika khilafnya tidak menyentuh ahkamul usulfiqh,”
“Jadi tidak semua khilaf diperhitungkan kecuali khilaf yang ada sisi-sisi nadzornya, makanya dan dilatakan oleh ulama yang mumpuni بَلۡ هُوَ ءَایَـٰتُۢ بَیِّنَـٰتࣱ فِی صُدُورِ ٱلَّذِینَ أُوتُوا۟ ٱلۡعِلۡمَۚ Maksudnya, ayat al-Quran bisa menjadi ayat hanya di hatinya orang yang punya ilmu, jika belum alim maka tidak bisa nimbrung dalam masalah ini,”
“Nah jika ulama ketika terjadi khilaf kemudian salah satunya ternyata salah dan ternyata fatal, asal tidak menyentuh masalah akidah maka kita tidak boleh menggapai buruk ulama ini, tidak boleh mengklaim ulama ini sesat, makanya dauh Nabi SAW : اذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث Artinya, air yang telah sampai dua kuliah maka tidak bisa terkena najis, begitu juga orang jika ilmunya lebih dari dua kullah maka boleh pendapat bagaimanapun asal tidak banyak karena tidak akan najis, tapi meskipun sampai dua kullah jika sampai merubah pada air maka air tersebut najis,”
Dan terakhir, beliau hanya membaca kelanjutan paragraf selanjutnya yang isinya berikut ini ;
فإذا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ…. أي الصلاة، قال في الحديث : « لا تقوم الساعة حتى لا يوجد في الأرض من يقول الله أي من يذكر. والذكر هو الصلاة؛ كما دلت عليه أية فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا الله
Artinya : Jika kalian sudah merasa aman maka dzikirlah kepada Allah SWT, maksudnya ya sholat, Rasulullah SAW bersabda, “kiamat tidak akan terjadi kecuali tidak ditemukan orang yang menyebut nama Allah di bumi,” artinya ya dzikir dan dzikir disini adalah sholat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat yang di atas. Allahua’lam
Author : Fakhrullah