Syaichona.net- Tidak semua pengakuan akan keahlian diri dianggap tercela, sombong atau dianggap pamer. Kadang pengakuan diri semacam itu menjadi hal yang terpuji.
Dalam kisah Nabi Yusuf As, Allah ﷻ berfirman:
قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِ ۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ .يوسف : ۵۵
Artinya: Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)
Syaikh Sulaiman bin Umar al-Ujailiy asy-Syafi’iy (w. 1204 h) atau yang dikenal dengan sebutan Syaikh al-Jamal dalam tafsirnya al-Futuhat al-Ilahiyah bi Tawdhihi Tafsir al-Jalalain li ad-Daqaiqi al-Khafiyah saat menjelaskan kandungan Ayat tersebut mengatakan:
فان قلت: كيف مدح يوسف نفسه بقوله إني حفيظ عليم ، والله تعالى يقول : فلا تزكوا أنفسكم) [ النجم : ٣٢]؟ قلت : إنما يكره تزكية النفس إذا قصد به الرجل التطاول والتفاخر والتوصل به إلى غير ما يحل، فهذا هو القدر المذموم في تزكية النفس، أما إذا قصد بتزكية النفس ومدها إيصال الخير والنفع إلى الغير فلا يكره ذلك ولا يحرم، بل يجب عليه ذلك . مثاله : أن يكون بعض الناس عنده علم نافع ولا يعرف به، فإنه يجب عليه أن يقول أنا عالم، ولما كان الملك قد علم من يوسف أنه عالم بمصالح الدين ولم يعلم أنه عالم بمصالح الدنيا نبهه يوسف بقوله : إني حفيظ عليم على أنه عالم بما يحتاج إليه في مصالح الدنيا أيضاً مع كمال علمه بمصالح الدين اهـ خازن
“Jika kamu bertanya, bagaimana bisa Nabi Yusuf As memuja dirinya dengan ucapan: “Aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.” Padahal Allah ﷻ telah berfirman dalam Surat an-Najm Ayat 32 yang artinya: “Maka janganlah kamu merasa dirimu suci.”
Jawabku adalah bahwa dilarangnya (makruh) pengakuan kebaikan diri, jika hal itu bertujuan basa basi, membanggakan diri dan pengantar pada suatu yang tidak dihalalkan. Maka kadar inilah sesuatu yang dicela dalam pengakuan kebaikan diri. Adapun jika bertujuan untuk mengantarkan pada kebaikan dan sesuatu yang bermanfaat pada orang lain, maka demikian itu tidak dilarang (makruh) dan tidak diharamkan bahkan diwajibkan. Semisal, ada seseorang yang memiliki ilmu yang manfaat dan banyak orang yang tidak tahu dengan keahliannya. Maka bagi orang tersebut wajib berkata: “Saya orang Alim”. (Sebagaimana kejadian kepada Nabi Yusuf As) Ketika raja (Mesir) hanya tahu bahwa Nabi Yusuf As ahli dalam urusan agama dan ia tidak tahu bahwa Nabi Yusuf As juga ahli dalam tatanan duniawi. Maka Nabi Yusuf As memberi tahukan kepada sang raja akan keahliannya tersebut dengan mengucapkan: “Aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.” Artinya, Nabi Yusuf As ahli dalam sesuatu yang dibutuhkan dalam urusan duniawi dan beliau juga secara sempurna ahli dalam urusan agama.” Begitulah apa yang disampaikan Syaikh Ala’uddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadiy atau yang dikenal dengan sebutan al-Khazin dalam Tafsirnya.
Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbiniy al-Mishriy (w. 977 h) dalam kitab tafsirnya as-Siraju al-Munir fi I’anati ala Ma’rifati Ba’du Ma’ani Kalami Rabbina al-Hakimi al-Khabir menambahkan:
أنه علم بالوحي أنه سيحصل القحط والضيق الشديد، فلعله تعالى أمره أن يدبر في ذلك ويأتي بطريق لأجله يقل ضرر ذلك القحط في حق الخلق
“Karena sesungguhnya Nabi Yusuf As tahu melalui wahyu Allah ﷻ, bahwa (di Mesir) akan terjadi kekeringan dan bencana yang dahsyat. Barangkali Allah ﷻ memerintahkan kepada beliau agar turut mengatur dalam bencana itu dan Allah ﷻ memberikan cara melalui beliau sehingga mengurangi bahaya yang timbul akibat bencana kekeringan yang menimpa pada makhluk.
Sebelumnya, dalam kitab yang sama Syaikh al-Jamal juga memberikan ilustrasi tanya jawab terkait kandungan Ayat di atas. Beliau berkata:
فإن قلت : كيف طلب يوسف عليه الصلاة والسلام الإمارة والولاية مع ما ورد من النهي عنهما من كراهة طلبهما، لما صح من حديث عبد الرحمن بن سمرة قال : قال لي رسول الله ﷺ: “لا تسأل الإمارة فإنك إن أوتيتها عن مسألة وكلت إليها وان أعطيتها من غير مسألة أعنت عليها أخرجاه في الصحيحين؟ قلت : إنما يكره طلب الإمارة إذا لم يتعين عليه طلبها، فإذا تعين عليه طلبها وجب ذلك عليه ولا كراهة فيه، فأما يوسف عليه الصلاة والسلام فكان واجباً عليه طلب الإمارة لأنه مرسل من الله والرسول أعلم بمصالح الأمة من غيره، وإذا كان مكلفاً برعاية المصالح، ولا يمكنه ذلك إلا بطلب الإمارة وجب عليه طلبها
“Jika kamu bertanya, bagaimana bisa Nabi Yusuf As meminta jabatan dan kekuasaan (kepada raja Mesir)? Bukankah permintaan dilarang (makruh). Sebagaimana keterangan hadits shahih dari riwayat Abdurrahman bin Samirah, ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku:
لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
Artinya: “Janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan.” Hadits ini telah diriwayatkan dalam kitab Shahihain (Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Jawabku, dilarang (makruh)nya meminta jabatan jika hal itu tidak menjadi ketertentuan (keharusan) baginya. Namun jika minta jabatan itu telah menjadi keharusan baginya. Maka demikian itu wajib baginya dan tidak dilarang (makruh). Adapun meminta jabatan bagi Nabi Yusuf As, hukumnya wajib karena beliau adalah seorang utusan Allah ﷻ yang lebih mengetahui apa yang baik umat dan lainnya. Jika Nabi Yusuf As, diberi kewajiban menjaga kebaikan umat dan hal itu bisa terlaksana kecuali dengan meminta jabatan. Maka semestinya Nabi Yusuf As wajib meminta jabatan.
Syaikh Muhammad Amin bin Abdullah al-Uramiy al-Alawiy al-Harariy asy-Syafi’iy dalam kitab Tafsirnya Hadiqu al-Ruhi wa ar-Raihan fi Rawabi Ulumu al-Qur’an menambahkan:
طلب يوسف عليه السلام منه ذلك ليتوصل به إلى نشر العدل ورفع الظلم ويتوسل به إلى دعاء أهل مصر إلى الإيمان بالله وترك عبادة الأوثان وفيه دليل على أنه يجوز لمن وثق من نفسه إذا دخل في أمر من أمور السلطان أن يرفع منار الحق، ويهدم ما أمكنه من الباطل طلب ذلك لنفسه، ويجوز له أن يصف نفسه بالأوصاف التي لها ترغيباً فيما يرومه، وتنشيطاً لمن يخاطبه من الملوك بإلقاء مقاليد الأمور إليه، وجعلها منوطة به
“Nabi Yusuf As meminta jabatan seperti itu kepada raja Mesir, agar beliau dengannya bisa menyebarkan keadilan, mengilangkan kedzaliman, sebagai pelantara untuk mengajak rakyat Mesir agar beriman kepada Allah ﷻ dan meninggal penyembahan kepada berhala. Ayat ini sebagai dasar bolehnya seseorang yang hendak masuk dalam pemerintahan bagi orang yang punya kemampuan diri untuk menjunjung tinggi menara kebenaran dan merobohkan kebatilan. Berdasarkan Ayat ini juga diperbolehkan membuat pengakuan diri dengan sifat-sifat yang dapat buat (orang lain) senang dengan materi yang disampaikan dan menambah semangat orang yang mendengarkan semisal para pembesar saat menyampaikan strategi-strategi khusus kepada mereka serta dapat mempengaruhi mereka. Waallahu A’lamu
Penulis: Abdul Adzim
Publisher: Fakhrul
Referensi:
✍️ Syaikh Sulaiman bin Umar al-Ujailiy asy-Syafi’iy| Tafsir al-Futuhat al-Ilahiyah bi Tawdhihi Tafsir al-Jalalain li ad-Daqaiqi al-Khafiyah| Daru al-Kutub al-Ilmiyah, juz 4 halaman 49-50.
✍️ Syaikh Muhammad Amin bin Abdullah al-Uramiy al-Alawiy al-Harariy asy-Syafi’iy| Tafsir Hadiqu al-Ruhi wa ar-Raihan fi Rawabi Ulumu al-Qur’an| Daru Thaqatu an-Najah, Jilid 14 halaman 12-14.
✍️ Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbiniy al-Mishriy| Tafsir as-Siraju al-Munir fi I’anati ala Ma’rifati Ba’du Ma’ani Kalami Rabbina al-Hakimi al-Khabir| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 2 halaman 132.
✍️ Syaikh Muhammad Amin bin Abdullah al-Uramiy al-Alawiy al-Harariy asy-Syafi’iy| Tafsir Hadiqu al-Ruhi wa ar-Raihan fi Rawabi Ulumu al-Qur’an| Daru Thaqatu an-Najah, Jilid 14 halaman 12-14.