Salah satu kitab unik yang ditulis ulama adalah kitab “Kasyfu al-Hijab wa ar-Ran an Wajhi As’ilati al-Jan”. Artinya “Membuka Tirai dan Penutup dari Wajah Pertanyaan-Pertanyaan Bangsa Jin. Kitab ini ditulis oleh Al-Arif billah Abu al-Muwahib al-Laduniyah Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani.
Konon kitab ini ditulis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ulama bangsa Jin.
Dalam pengantar kitab ini Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dan dalam pengantar dua yang lain karya beliau, yaitu kitab”Al-Minan al-Wustho” dan kitab “ad-Duru wa al-Lumma’fi az-Zuhdi wa al-Wara” yang ditulis oleh Syaikh Ahmad Farid al-Mazidiy disebutkan:
“Latar belakang kitab ini ditulis, bermula dari sosok jin yang datang kepada Syaikh asy-Sya’rani yang menjelma seekor anjing berbulu kuning lembut seperti anjing padang pasir membawa lembaran kertas di mulutnya
Setelah Syaikh asy-Sya’rani memungut lembaran kertas tersebut dari mulut anjing itu, ternyata di dalamnya berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditulis dengan bahasa Arab:
ما قول علماء الأنس ومشايخهم في هذه الأسئلة المرقومة الواصلة اليكم صحبة حاملها قد أشكلت علينا وسألنا عنها مشايخنا من الجان فقالوا هذه التحقيقات لا تكون الأمن علماء الأنس
“Apa pendapat para ulama dan para guru dari kalangan manusia tetang pertanyaan-pertanyaan yang bernomer berikut, yang telah sampai ke tangan Anda? Sungguh dari kalangan kami (bangsa Jin) tidak punya pemahaman tentang pertanyaan-pertanyaan ini dan telah kami tanyakan kepada guru-guru kami. Namun Guru-guru kami tidak bisa menjawabnya, lantas mereka menyarankan agar pertanyaan ini diajukan kepada ulama bangsa manusia sembari berkata: “Orang yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan benar hanyalah ulama dari kalangan manusia.”
Lalu mereka menyebutkan (dalam lembaran itu) semua pertanyaan-pertanyaan tersebut secara runtut hingga akhir.
Pertanyaan-pertanyaan itu tiba kepada Syaikh asy-Sya’rani pada malam Selasa tanggal 26 bulan Rajab tahun 955 Hijriyah dan berisikan 37 pertanyaan tentang Tauhid.
Semula anjing itu datang melalui pintu Masjid Jami’ tempat Syaikh karya Abdul Wahhab asy-Sya’rani berada. Namun dicegah oleh orang-orang yang berada di masjid itu. Mereka mengira anjing itu, anjing sungguhan sehingga mereka mensucikan lantai Masjid bekas yang dilalui anjing itu.
Ketika Syaikh asy-Sya’rani menjelaskan kepada mereka bahwa anjing itu hanya anjing jadi-jadian, jelmaan dari sosok jin, mereka kaget dan terus mengingat kejadian itu dalam benak mereka.
Karena tidak bisa masuk melalui pintu masjid, anjing itu akhirnya masuk melalu jendela ruangan aula Masjid yang menghadap ke kanal al-Hakimiy (Kanal Sesostris) kemudian menyerahkan lembaran pertanyaan-pertanyaan tadi kepada Syaikh asy-Sya’rani. Lalu beliau menjawab satu persatu dari pertanyaan dengan jawaban yang memuaskan berdasarkan pendapat-pendapat para ulama Tauhid yang terdahulu dan para wali yang ma’rifat billah. Baik berbentuk kalam syair (puasi) atau kalam natsar (prosa).
Syaikh asy-Sya’rani kemudian mengakhiri pengantarnya dengan kata:
فالحمد لله الذي من علينا بارشاد إخواننا الجان في هذا الزمان وها أنا أشرع في أجوبتهم محسب ما يفتح الله به في الوقت وهو حسبي ونعم الوكيل ( وسميته بكشف الحجاب والران عن وجه أسئلة الجان) نفع الله المسلمين به آمين . اذا علمت ذلك فأقول وبالله التوفيق
Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah memberikan anugerah-Nya kepadaku hingga dapat memberikan petunjuk kepada saudara-saudara kita bangsa Jin di zaman ini. Dan aku segara berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan pengetahuan yang dibukakan Allah ﷻ kepadaku waktu itu. Dialah Allah ﷻ, Cukuplah Allah ﷻ sebagai penolong dan Dia adalah sebaik-baik pelindung. Kitab ini saya namakan: “Kasyfu al-Hijab wa ar-Ran an Wajhi As’ilati al-Jan”.
Di antara 73 pertanyaan yang tercantum dalam lembaran itu adalah:
ما السبب المانع لنا من رؤية الباري جل وعلا في هذه الدار دون الدار الآخرة مع علمنا أن الله تعالى أقرب إلينا من حبل الوريد
“Apa penyebab yang menghalangi kita tidak dapat melihat Allah ﷻ di dunia ini bukan nanti di akhirat? Bukankah kita tahu bahwa Allah ﷻ lebih dekat dengan kita dari pada urat leher.
Kemudian dengan lugas, Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani menjawabnya:
المانع لنا من رؤيته تعالى في هذه الدار شدة قربه تعالى وحجبنا بصورتنا الكثيفة فلما قابلت صورتنا الكثيفة مرآة المعرفة الإلهية انطبعت صورتنا فيها فحجبتنا عن رؤية حقيقة المرآة وجرمها فما رأينا في المرآة إلا صورتنا لا المرآة وأما في الدار الآخرة فيلطف الله صورتنا من الكثائف حتى تصير أرواحاً ويضمحل ظهور شيء من كثائف جسدها فلا يصير هنالك مانع القرب مانعاً لها ولا شيء ينطبع فيها فافهموا وقد قال أشياخنا شدة القرب حجاب كما أن شدة البعد حجاب وتأملوا أيها الجان في الهوا لما كان متصلاً بباصر العين ولم يكن يرى وكذلك الإنسان لو غطس في الماء وفتح عينيه لا يرى الماء
“Sesuatu yang menghalangi kita tidak dapat melihat Allah ﷻ di dunia adalah begitu dekatnya kita dengan Allah ﷻ dan terhijabnya kita dengan bentuk fisik kita yang kasar. Ketika bentuk fisik kita yang kasar dihadapkan pada cermin ma’rifat ketuhanan, maka bentuk fisik kita akan terbentuk di dalamnya hingga kita terhalang dari melihat hakikat cermin dan fisiknya. Apa yang kita lihat di cermin hanyalah bentuk fisik kita bukan fisik cermin. Adapun kelak di akhirat Allah ﷻ akan menghaluskan bentuk fisik kita yang padat hingga menjadi arwah dan akan sirna suatu yang tampak dari kepadatan raga. Maka ketika itu suatu yang dekat dan suatu yang terbentuk tidak lagi menjadi penghalang. Mengertilah kalian! Guru-guru kami telah berkata:
“Amat dekat adalah penghalang sebagaimana amat jauh juga menjadi penghalang.”
Dan fikirkanlah, wahai sekalian bangsa Jin! Di ruang udara, ketika sesuatu bersambung mata, maka suatu tersebut tidak akan kelihatan begitu juga manusia, jika menyelam ke dalam air lalu ia membuka kedua matanya. Maka air (didekatnya) tidak bisa dilihat. Waallahu A’lamu.
Penulis : Abdul Adzim
Publisher : Fakhrul
Referensi :
✍️ Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani| Kasyfu al-Hijab wa ar-Ran an Wajhi As’ilati al-Jan| Maktabah wa Mathba’ah Muhammad Ali Shahih wa Aladihi, halaman 6-7.
✍️ Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani| Al-Minan al-Wustho| Daru al-Kutub al-Ilmiyah, halaman 75-76.
✍️ Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani| Ad-Duru wa al-Lumma’fi az-Zuhdi wa al-Wara| Daru al-Kutub al-Ilmiyah, halaman 38.