Berikut Tafsir Keren Dari KH. Maimun Zubair

oleh -3,562 views

Setelah masuk pekan ketiga, KH. Ismail al-Ascholy atau yang biasa dikenal Ra. Ismail mulai masuk pembahasan isi daripada kitab Safinah Kalla Saya’lamunnya. Adapun ayat pertama yang beliau jelaskan adalah ayat tentang ilmu

“Al-Qur’an itu adalah ilmu berdasarkan ayat al-Qur’an ;

فَسۡـَٔلُوۤا۟ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

Artinya: Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

“Disini Allah menyebutkan bahwa ahlul Ilmi adalah ahlul Qur’an dan di al-Qur’an disebut dengan istilah ad-Dzikru yang maknanya adalah ingat, artinya al-Qur’an itu dekat dengan orang-orang yang selalu mengingat al-Qur’an,” Ungkap Ra Ismail.

Dan menurut beliau seharusnya bagi para penuntut ilmu agar menghafal ilmu yang dipelajarinya, karena hal itu akan menjadi hujjah bagi para penuntut ilmu.

“Orang yang belajar ilmu hendaknya menghafal terhadap ilmu yang ia pelajari, sebagaimana dauh para ulama dan Syaichona Cholil yang berkata :

من حفظ حجة على من لم يحفظ

Artinya : Barang siapa yang hafal, maka itu bisa menjadi hujjah bagi orang yang tidak hafal.” Tutur beliau

“…ketika berdebat, yang manang bukan orang yang faham tapi orang yang hafal, ketika ujian yang menang bukan orang yang faham tapi orang yang hafal, begitu juga dalam siklus ke-ulamaan yang menang adalah yang hafal bukan yang faham,” Imbuhnya.

Namun selain hafal, para penuntut ilmu juga hendaknya harus faham terhadap ilmu yang dipelajarinya, karena jika demikian, maka dia hanya akan hafal saja tanpa mengerti apa maksud yang dia bacakan, sebagaimana dijelaskan oleh Ra. Ismail :

“Tapi penting untuk diingat bahwa bila fokus menghafal saja tanpa memahami huruf-hurufnya itu sama halnya membaca koran dari cina…”

“…Oleh sebab itu, ad-Dzikru bukan tentang diingat tapi juga tentang difaham, sebagaimana dijelaskan oleh ulama bahwasanya orang yang hanya berdzikir dengan lisan itu bagus tapi jika dzikirnya tidak menggunakan hati maka dzikirnya ada yang kurang,” Ungkap Ra. Ismail.

Selanjutnya, beliau menjelaskan redaksi kitabnya sebagai berikut :

قال : القرآن هو العلم، قال تعالى فسئلوا أهل الذكر أي أهل العلم فالعلم الذي ينبغي أن يحفظ ويعلم هو علم القرآن. قال تعالى إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحٰفظون قلت يعني لأن حفظ القرآن يكون من عند الله، فكل من حفظ القرآن في صدره وتوقر علمه في سره كان حافظه هو الله

Artinya: Guru kami Syeikh Maimun Zubair berkata bahwa al-Qur’an itu adalah ilmu, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan”, maksud daripada pengetahuan disini adalah ahli ilmu. Maka ilmu yang seharusnya dihafal dan dipelajari adalah ilmu al-Qur’an. Allah SWT berfirman yang artinya : Sesungguhnya kami yang menurunkan al-Qur’an dan kamilah yang akan menjaganya. Saya berkata (Ra Ismail): Maksudnya, karena menjaga al-Qur’an itu dari sisi Allah SWT maka setiap orang yang menghafal al-Qur’an di dadanya dan kokoh ilmu al-Qur’an di hatinya maka yang menjaganya adalah Allah SWT.

Ra. Ismail menyampaikan bahwa dalam al-Qur’an ada yang namanya sayyidu ayatil Qur’an (Tuannya ayat-ayat al-Quran) sebagaimana beliau paparkan sebagai berikut :

“Beruntunglah kita selaku orang Islam meskipun cuma hafal segelintir dari al-Qur’an, meskipun hanya hafal surah al-Fatihah, surah al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas karena itu adalah ayat yang paling inti dalam al-Qur’an, yakni sayyidu ayatil Qur’an, tuannya ayat al-Qur’an,” Tutur Ra Ismail.

Oleh karena itu, saking pentingnya al-Qur’an dalam Islam, Rasulullah SAW sangat khawatir terhadap umatnya akan meninggalkan al-Qur’an sampai-sampai Allah SWT mengabadikan hal tersebut dalam al-Qur’an.

“Umat selain kita itu buta dari kitab suci, makanya yang paling ditakutkan oleh Rasulullah adalah takut meninggalkan al-Qur’an Sebagaimana ayat :

وَقَالَ ٱلرَّسُولُ یَـٰرَبِّ إِنَّ قَوۡمِی ٱتَّخَذُوا۟ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ مَهۡجُورࣰا ۝٣٠

Artinya : Rasul berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.”

Beliau melanjutkan, bahwasanya ada beberapa ayat di al-Qur’an yang ketika para kekasih Allah memanggilnya atau bermunajat kepadanya tidak memakai huruf nida‘, dan sekaligus beliau menjelaskan alasannya sebagai berikut ;

“Biasanya di al-Qur’an itu para utusan atau para malaikat atau orang yang dekat dengan Allah kalau memanggil nama Allah tidak memakai huruf ya’, tidak memakai huruf nida’ tapi langsung, semisal ayat :

وَقُل رَّبِّ ٱغۡفِرۡ وَٱرۡحَمۡ وَأَنتَ خَیۡرُ ٱلرَّ ٰ⁠حِمِینَ

قَالَ رَبِّ هَبۡ لِی مِن لَّدُنكَ ذُرِّیَّةࣰ طَیِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِیعُ ٱلدُّعَاۤءِ

رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا فِی ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣰ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ حَسَنَةࣰ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

“…Tidak ada ya’ nya. kata para ulama karena para Nabi, Rasul dan para orang Sholeh itu dekat dengan Allah SWT tidak jauh dari Allah SWT, dan orang yang dekat dengan sesuatu maka tidak perlu memanggil dengan alat pemanggil karena adanya huruf nida’ digunakan untuk orang yang jauh, kalau di dalam nahwu adalah adatul bu’di,” Ungkap Ra Ismail.

Menurut Ra. Ismail, dalam al-Qur’an ketika para kekasihnya memanggilnya tidak ada yang memakai ya’ nida’ kecuali dalam ayat berikut yang dijelaskan oleh beliau :

“Makanya di al-Qur’an tidak ada yang pake ya’ kecuali di ayat ini :

وَقَالَ ٱلرَّسُولُ یَـٰرَبِّ إِنَّ قَوۡمِی ٱتَّخَذُوا۟ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ مَهۡجُورࣰا ۝٣٠

“…Kenapa pake ya’ karena nabi tidak sedang berdoa melainkan karena Nabi sedang merasa jauh dari Allah, apa yang membuat Nabi Muhammad merasa jauh dari Allah, ternyata karena sebagian dari kelakuan umat Nabi Muhammad yang meninggalkan al-Qur’an. Maka orang yang tidak mau mempelajari al-Qur’an berati menyakiti Nabi Muhammad…”

“…Begitu juga di ayat ini

 یَـٰرَبِّ إِنَّ هَـٰۤؤُلَاۤءِ قَوۡمࣱ لَّا یُؤۡمِنُونَ

Artinya : Wahai Tuhanku, sesungguhnya mereka semua adalah kaum yang tidak beriman.

“Artinya, ada dua yang menyakiti Rasulullah yaitu tidak beriman dan tidak mau mempelajari al-Qur’an,” Ungkap Ra Ismail.

Maksud dari dua ayat yang tidak memakai huruf nida‘ di atas adalah orang-orang yang tidak beriman dan orang-orang yang meninggalkan al-Qur’an, kemudian beliau menjelaskan ayat :

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَـٰفِظُونَ

Artinya : Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan kamilah yang akan menjaganya.

“Bukti bahwa al-Qur’an itu dijaga ialah telah lebih dari 1400 tahun tidak ada perubahan dalam al-Qur’an baik dari segi lafadznya, ayatnya dan lain sebagainya,”Jelasnya.

Beliau menjelaskan pangkat orang-orang ahli al-Qur’an bahwa mereka memiliki tempat istimewa dan tempat paling mulia di sisi Allah SWT.

“Orang paling utama adalah orang yang punya al-Qur’an di hatinya, seperti dauhnya Imam Syafi’i ;

من تعلم القرآن عظم قدره ومن تعلم الحديث قويت حجته ومن تعلم الفقه نبل رئيه ومن تعلم اللغة العربية رقّ طبعه

Artinya : Barangsiapa yang belajar Al-Quran maka mulia pangkatnya, barangsiapa yang belajar hadis maka kuat hujjahnya, barangsiapa yang belajar fiqih maka unik pendapatnya dan barangsiapa yang belajar bahasa arab maka lembut sifatnya,” Paparnya.

Kemudian beliau membacakan sekaligus menjelaskan isi kitabnya sebagai berikut ;

قال ومن قرأ القرآن بغير تدبر فلا يعير ولا يمدح؛ إن عيرته كفرت؛ لأن الذي يقرأه هو القرأن كتاب الله، وإن مدحته فلا يكون ذلك؛ لأنه لا يأخذ العلم من القرآن ولا يتدبر، بل كيف يستحق المدح مفضول

Artinya : Guru kami Syeikh Maimun Zubair berkata, Barangsiapa yang membaca al-Qur’an dengan tanpa meng angan-angan maknanya maka tidak usah dicela dan tidak usah dipuji, karena jika engkau cela maka engkau akan kufur sebab yang dibaca orang tersebut adalah al-Qur’an kitab Allah SWT, dan apabila engkau memujinya sesungguhnya mereka tidak terpuji karena orang tersebut tidak mengambil ilmu dari al-Qur’an dan tidak mengangan-angan maknanya maka bagaimana dia berhak untuk dipuji.

Selanjutnya beliau menjelaskan ayat :

ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَـٰبَ ٱلَّذِینَ ٱصۡطَفَیۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمࣱ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدࣱ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَیۡرَ ٰ⁠تِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَ ٰ⁠لِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِیرُ

Artinya : Kemudian Kitab (al-Qur’an) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, pertengahan, dan ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.Yang demikian itu adalah karunia yang besar.

Dari ayat tersebut jelas bahwasanya dari hamba-hamba pilihan Allah SWT terbagi menjadi tiga golongan, ada yang mendzolimi dirinya sendiri, ada yang pertengahan dan ada yang paling baik. Rupanya ada alasan logis mengapa penyebutan hamba pilihan Allah SWT itu dimuali dari yang paling jelek, hal itu dijelaskan oleh Ra. Ismail sebagai berikut ;

“Kata ulama, mengapa dibalik urutan penyebutannya, agar yang terbaik tidak ujub dan agar yang paling tidak baik tidak merasa kecil hati, dan orang yang baik pasti minoritas tapi yang minoritas akan mampu mengendalikan yang mayoritas makanya nabi mengatakan aksaru ahlil jannati Al bulhu artinya yang banyak menghuni surga adalah orang-orang yang dungu yang polos,” Urai beliau.

Beliau juga menyebutkan ayat al-Qur’an yang membahas tentang orang yang enggan terhadap al-Qur’an sebagi berikut ;

وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِی فَإِنَّ لَهُۥ مَعِیشَةࣰ ضَنكࣰا وَنَحۡشُرُهُۥ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِ أَعۡمَىٰ

Artinya: Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.

“Maksudnya, barangsiapa yang tidak mau bersentuhan dengan al-Qur’an maka hidupnga akan banyak masalah dan di akhirat akan dikumpulkan di padang Mahsyar dalam keadaan buta,” ungkap Ra Ismail.

Kemudian beliau membacakan sekaligus menjelaskan isi redaksi kitabnya sebagai berikut ;

قال سابقا ؛ إن حفظ القرآن يكاد أن يتخذ شرطا من شروط صحة أن يقال العالم عالما معتبرا كالنووي والشافعي والغزالي وغيرهم، ولكن لما دخل الزمان ختامه تغيرت الحال وانقلبت فصار أكثر حفاظه طائفة من النساء، بل كانت تعتبر أعقل من الرجال في أمر التعليم الديني عند المدارس دينية كانت أم عامية، وصار الرجال الذين ادعوا بأنهم علماء الدين لا يحفظون القرآن وإن فهموا معظم معانيه.

فهناك من حفظ القرآن ولم يفهم معانيه، وهناك من فهمها ولم يحفظه، وهناك – وهو أفضلهم- من حفظ القرآن واستوفى حقه بفهم آياته وتدبر معانيه، وقد أشار إلى ذلك في قوله تعالى فَمِنۡهُمۡ ظَالِمࣱ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدࣱ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَیۡرَ ٰ⁠تِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ

Artinya : Guru kami Syeikh Maimun Zubair berkata bahwa hampir saja menghafal al-Qur’an menjadi syarat sahnya orang alim dikatakan alim yang mu’tabar seperti Imam Nawawi, Imam Syafi’i, Imam Ghozali, dan lain lain, akan tetapi ketika sudah masuk zaman akhir keadaan berubah dan terbalik, kebanyakan para penghafal al-Qur’an dari golongan perempuan, bahkan perempuan lebih dianggap berakal daripada laki-laki dalam urusan mengajar baik dalam ilmu agama atau ilmu umum. Sedangkan laki-laki yang dianggap ulamanya agama tidak hafal al-Qur’an meskipun mereka banyak memahami makna-maknanya.

Maka ada orang yang hafal al-Qur’an namun tidak faham maknanya, dan ada juga yang faham al-Qur’an namun tidak hafal. Adapun yang paling utama adalah orang yang hafal, faham serta berangan-angan terhadap maknanya. Allah SWT memberikan isyaroh terhadap hal tersebut dalam firmannya yang artinya ; lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, pertengahan, dan ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.

Kemudian ayat selanjutnya yang beliau jelaskan adalah

إِن یَمۡسَسۡكُمۡ قَرۡحࣱ فَقَدۡ مَسَّ ٱلۡقَوۡمَ قَرۡحࣱ مِّثۡلُهُۥۚ

Artinya: Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa.

“Jangan lupa jika kita capek yang lain juga capek, jika kita ngantuk yang lain juga ngantuk. Ini adalah ayat agar tidak mudah menyerah. Misalnya kalau kita mau tahajjud air dingin dan malam lagi, maka ingat bahwa maling ketika sedang mencuri juga bangun malam, kedinginan, ketakutan dan semacamnya, tapi masih berangkat dan berhasil, jika melakukan keburukan saja berhasil apalagi dengan kebaikan,” Ungkap Ra Ismail.

Selanjutnya beliau menjelaskan ayat berikut :

وَتِلۡكَ ٱلۡأَیَّامُ نُدَاوِلُهَا بَیۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِیَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَیَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَاۤءَۗ وَٱللَّهُ لَا یُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِینَ

Artinya: Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan Allah mengetahui orang-orang beriman (yang sejati) dan sebagian kamu dijadikannyaa (gugur sebagai) syuhada dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim.

“Ada sebagian orang yang kalau belajar atau tahajud malas lalu di hari yang lain semangat, itu semua supaya Allah bisa benar-benar membuktikan siapa yang mau berusaha keras demi mendapatkan ridho Allah, nah ketika orang tersebut benar-benar berusaha keras maka orang tersebut dijadikan saksi oleh Allah di hari kiamat karena di hari kiamat yang berbicara adalah tangan kaki dan lain-lain sebagaimana ayat :

ٱلۡیَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰۤ أَفۡوَ ٰ⁠هِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَاۤ أَیۡدِیهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ یَكۡسِبُونَ

Artinya : Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan,” jelas Ra Ismail.

Rupanya ayat diatas bukan untuk orang muslim, melainkan untuk orang-orang yang kafir sebagaimana dijelaskan oleh beliau.

“Harusnya ayat yang menakutkan tapi Rasulullah SAW malah tertawa, karena ayat ini bukan tentang kita bukan tentang orang Islam melainkan bagi orang kafir, jadi semisal kalau ada orang yang disindir tapi yang baper yang tidak di sindir itu kan berati baperan yang tidak disindir malah aneh dan lucu, sedangkan orang mukmin akan tersenyum sebagaimana ayat :

فَٱلۡیَوۡمَ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مِنَ ٱلۡكُفَّارِ یَضۡحَكُونَ

Artinya: hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir. Tutur Ra Ismail.

“Orang Islam di hari kiamat yang menjadi saksi bukan tangannya, bukan kakinya tapi semisal langsung bumi tempat sujud, angin yang melewatinya saat bersyukur. Malah kita sendiri tidak menjadi saksi untuk kita sendiri melainkan menjadi saksi untuk orang lain sebagaimana ayat :

وَكَذَ ٰ⁠لِكَ جَعَلۡنَـٰكُمۡ أُمَّةࣰ وَسَطࣰا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَاۤءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَیَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَیۡكُمۡ شَهِیدࣰاۗ

Artinya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Jelas Ra. Ismail.

Kemudian terakhir beliau membacakan keterangan redaksi yang beliau tulis dari KH. Maimun Zubair sebagai berikut:

قال : عمارة مكة بالعلماء منذ القرنين العاشر الهجري الذي كانت قبله عمارة مصر، وقبل مصر بغداد وعراق، وقبل عراق فالمدينة المنورة التي كانت مصدر جميع العلوم الإسلامية

Artinya: Guru kami Syeikh Maimun Zubair berkata bahwa keramaian Makkah dengan ulama itu sejak abad sepuluh hijriah, yang mana sebelumnya ramai di Mesir, sebelum Mesir di Baghdad serta Irak, dan sebelum Irak yang ramai dengan ulama adalah di Madinah Munawwarah yang menjadi sumber segala ilmu keislaman.

قلت : قال شيخنا في عدة مناسبات من بيان تحول ظهور عزة إسلامية : فأمكنة العزة الاسلامية تتحول من حين إلى حين ومن مكان إلى مكان كأنها أشارت إلى أن الاسلام لا يتوقف في موضع خاص بل يتعدى وينتشر إلى جميع أنحاء الأرض مع كل سنته الماضية. قال تعالى وَتِلۡكَ ٱلۡأَیَّامُ نُدَاوِلُهَا بَیۡنَ ٱلنَّاسِ وَلِیَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟

Artinya : Saya berkata bahwa guru kami Syeikh Maimun Zubair di Beberapa kesempatan sering menjelaskan tentang perpindahan kejayaan Islam, beberapa tempat kejayaan Islam akan berpindah-pindah dari satu masa ke masa yang lain dan dari satu tempat ke tempat yang lain, seakan-akan hal itu menunjukkan bahwa Islam tidak hanya tertentu pada satu tempat akan tetapi menyebar dan menyeluruh ke setiap ujung bumi serta dengan segala Sunnahnya yang telah lewat. Sebagaimana firmah Allah SWT yang artinya Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan Allah mengetahui orang-orang beriman (yang sejati)

Makanya Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِۦ وَلِلۡمُؤۡمِنِینَ وَلَـٰكِنَّ ٱلۡمُنَـٰفِقِینَ لَا یَعۡلَمُونَ

Artinya: dan milik Allah lah kemuliaan dan milik Rasulullah SAW dan juga milik orang-orang mukmin akan tetapi orang-orang yang munafik tidak mengetahuinya.

Selanjutnya beliau melanjutkan membaca redaksi kitabnya sebagai berikut:

قلت : وله في بيان هذا كتاب يبرهن سعة علمه وذوقه في حل المشاكل الدينية وهو العلماء والمجددون ففيه ذكر تغير الزمان تحول المكان مع تثبت العلماء الصالحين على قدم الإسلام

Artinya: Saya berkata, Syeikh Maimun Zubair dalam menjelaskan perpindahan kejayaan Islam ini memiliki kitab yang membuktikan akan keluasan ilmunya dan perasaannya dalam menyelesaikan masalah keagamaan yaitu kitab “Ulama Wal Mujaddidun”, dalam kitab ini beliau menyebutkan perpindahan zaman dan peralihan tempat serta dengan tetapnya para ulama Sholeh di jalan Islam.

Dari redaksi tersebut beliau menjelaskan bahwasanya kejayaan Islam tidak akan terfokus pada satu tempat saja, agar orang-orang tidak mengira semisal negara Syam adalah Islam, negara Makkah adalah Islam dan sebagainya.

“Begitulah Islam tidak akan hanya terfokus pada satu tempat saja, sama halnya dengan pusat keilmuan di Indonesia yang dahulu Bangkalan pernah menjadi pusat keilmuan di Nusantara di masa Syaichona Cholil, kemudian berpindah ke Tebuireng, kemudian berpindah ke Lasem kemudian ke sarang dan seterusnya.” Ungkap Ra Ismail.

In kana huna shohihun fahuwa bifadlilllah, wa in kana huna khoto’un fahuwa bidzo’fi fahmil katib al-Faqir Fakhrullah

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.