Alasan Logis Mengapa Manusia Diperintahkan Untuk Belajar al-Qur’an

oleh -2,575 views

Kitab Safinah Kalla Saya’lamun fi Tafsiri Syaikhina Maimun karangan lora Ismail al-Ascholy merupakan kumpulan tafsir penjelasan KH. Maimun Zubair yang beliau tulis sewaktu mondok di Sarang.

Kali ini lora Ismail al-Ascholy berkenan mengajarkan kitab Safinah Kalla Saya’lamun tersebut kepada para santri setiap hari Minggu sekitar jam lima sore sampai masuk waktu maghrib.

Dalam pengajian perdana ini Ra. Ismail menjelaskan dengan panjang lebar dari kalimat muqoddimah yang beliau tulis, yakni lafadz :

الحمدلله الذي بيّن الحق وابان، وأتقن بناء دينه المتين، نزل الكتاب على نبيه صاحب الوجه الأمين والجاه المكين.

Beliau menjelaskan mengapa dalam muqoddimahnya memakai lafadz بين (Bayyana) dan ابان (Abana), dan begitulah sosok lora Ismail dengan kedalaman ilmunya sampai setiap lafadz yang beliau tulis memiliki maksud tersendiri.

Bayyina dan Abana itu beda, kalau bayyana maknanya menjelaskan secara detail, kalau Abana menjadikan hal tersebut menjadi jelas sehingga akhirnya hal tersebut bisa terlihat beda dari yang lain…”

“…Makanya al-Qur’an disifati dengan mubin bukan mubayyin sedangkan Rasulullah itu mubayyin yang artinya menjadi orang yang menjelaskan al-Qur’an makanya kata Allah :

وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: Dan Kami turunkan ad-Dzikr (al-Qur’an) kepadamu, agar engkau menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka berfikir. Ungkap Ra Ismail.

Beliau juga menyampaikan bahwa Imam Suyuti ketika menafsirkan lafadz mubin ditafsiri dengan lafadz bayyin yang artinya benar-benar jelas.

“Makanya ketika Imam Suyuti menafsirkan mubin ditafsiri dengan bayyin kitab yang sangat jelas, padahal mubin itu yang memperjelas, hal itu karena seakan-akan tanpa dijelaskan pun al-Qur’an itu sudah jelas,” Tutur Ra. Ismail.

Dari itu menurut beliau ketika al-Qur’an sudah jelas maka sudah semestinya bisa langsung memahami apa yang dimaksud oleh al-Qur’an.

“Dari pemahaman seperti ini kita semua harusnya ketika membaca al-Qur’an sekali membaca langsung faham sebab al-Qur’an sudah jelas,” Ungkapnya.

Namun pada kenyataannya tidak semuanya langsung bisa memahami al-Qur’an, rupanya hal itu karena memang secara dzohir tidak semuanya bisa berbahasa arab sedangkan al-Qur’an berbahasa arab.

“Cuman untuk menjawab kenapa kita kok tidak paham, ya karena al-Qur’an berbahasa arab sedangkan kita berbahasa Madura,” Jelas Ra. Ismail.

Dan ternyata Allah SWT pun punya jawaban akan alasan tersebut, sebagaimana penjelasan Ra. Ismail sebagai berikut ;

“Cuman, masalahnya ketika kita menjawab seperti itu, Allah juga menjawab begini :

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya: sesungguhnya kami menurunkan al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian berfikir.

“…jadi kalau tidak mau belajar bahasa Arabnya al-Qur’an berati tidak punya akal,” Dauh Ra Ismail sambil menampakkan wajah bercandanya.

Dan menurut beliau adapun yang dimaksud bahasa Arab disini bukanlah bahasa Arab yang biasa digunakan sehari-hari oleh orang Arab, melainkan bahasa Arabnya al-Qur’an.

“Bukan bahasa Arab secara umum, karena bahasa Arab secara umum bukan patokan orang punya akal, sebab orang Arab saja, orang Saudi, Mesir, Syiria itu walaupun mereka sehari-hari berbahasa Arab mereka tidak paham dengan al-Qur’an karena yang mereka gunakan adalah bahasa Arab pasaran bukan bahasa al-Qur’an…”

“…Artinya bahasa arab yang digunakan orang arab adalah bahasa Arab ammi atau syuqi (pasaran) sedangkan bahasa Arab pasaran bukan yang digunakan Al-Qur’an,”

Maka dari itu beliau menyimpulkan bahwa Latar belakang penggunaan lafadz mubin dan mubayyin di dalam muqoddimahnya beliau dikarenakan al-Qur’an mencakup dua sifat tersebut.

“Jadi kebenaran yang dibawa al-Qur’an ada dua, ada kalanya kebenaran yang meskipun tidak usah dijelaskan bisa sangat jelas, dan ada kebenaran yang perlu dijelaskan karena bisa jadi orang salah paham. Jadi yang hak itu ada yang mubin dan ada yang mubayyan, al-Qur’an itu mencakup keduanya,” Jelas beliau.

Kemudian Ra. Ismail memberikan analogi logis mengenai al-Qur’an yang mubin (sangat jelas) sebagaimana penjelasan beliau sebagai berikut ;

“Misalnya ada orang dewasa nongkrong berdiskusi dengan sesama dewasanya lalu ada anak kecil ikut nimbrung, anak kecil itu walaupun mengerti dengan bahasanya tidak akan paham dengan maksudnya, karena itu adalah obrolan orang dewasa…”

“…Begitu juga ketika al-Qur’an berbicara, kadang otak-otak TK tidak paham, namun hati-hati para wali atau yang dekat dengan Allah, satu ayat saja langsung bisa menghadirkan jutaan dari makna-maknanya,” Imbuhnya.

Terakhir, beliau memberikan contoh salah satu golongan orang-orang yang dekat dengan Allah SWT yang bisa memahami al-Qur’an.

“Semisal salah satu tabi’in yang mengartikan Alif lam mim, maksudnya adalah singkatan Alif maknanya Allah, lam maknanya Jibril dan mim artinya Muhammad, artinya al-Qur’an ini dari Allah lewat malaikat Jibril turun kepada Rasulullah…”

“…Begitulah al-Qur’an yang terkadang mubin dan terkadang mubayyan.” Jelas Ra. Ismail. Allahua’lam.

In kana huna shohihun fahuwa bifadlilllah, wa in kana huna khoto’un fahuwa bidzo’fi fahmil katib al-Faqir Fakhrullah

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.