Diceritakan konon sewaktu KH. Abdullah Schal muda setelah boyong dari Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan beliau pindah ke Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak Yogyakarta
Pondok Pesantren tersebut didirikan oleh KH. Munawwir salah satu santri Syaicona Moh. Cholil. Dan saat itu Pondok Pesantren al-Munawwir diasuh oleh KH. Ali Maksum yang merupakan mantan Rais Aam PBNU.
Semasa di pondok tersebut KH. Abdullah muda ingin diambil mantu oleh KH. Ali Maksum karena kealimannya, namun KH. Abdullah menolak dengan tawaduk dan meminta maaf kepada gurunya karena tidak bisa menerima keinginannya sebab masih ingin terus belajar.
Setelah dua tahun di Krapyak, KH. Abdullah akhirnya kembali ke Demangan dan lebih sering muthola’ah kitab-kitabnya serta sering berdiskusi dengan KH. Muntashor.
Berada di Demangan, awalnya KH. Abdullah ditunangkan dengan salah satu putri KH. Halim Shiddiq, namun pertunangan itu gagal dikarenakan KH. Halim Shiddiq menunangkan beliau dengan putrinya yang tertua, sedangkan KH. Abdullah bermaksud melamar putrinya yang kedua.
Semenjak itu, KH. Abdullah tidak pernah memikirkan lagi keinginannya untuk menikah dan hari-harinya diisi dengan muthola’ah dan ibadah.
Hal ini membuat saudara-saudaranya khawatir jika KH. Abdullah tidak mau berkomunikasi dengan orang luar akhirnya saudara-saudaranya melakukan berbagai cara agar KH. Abdullah mau menikah, namun hasilnya masih nihil.
Kemudian suatu ketika Bindere Kholil yang saat itu menjabat sebagai ketua GP Ansor Cabang Bangkalan mengadakan lomba Tilawatil Qur’an dalam rangka memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.
Dalam lomba tersebut dimenangkan oleh seorang gadis cantik bersuara emas, dia bernama Sumtin yang berasal dari Ngoro Jombang. Dia sedang bermain ke rumah pamannya yaitu Ust. Tajus Subki, yang mana beliau adalah kepala madrasah Darul Ulum di selatan Masjid Agung Bangkalan.
Setelah lomba berakhir, Bindere Kholil ingin menjodohkan KH. Abdullah dengan Nyai Sumtin dan mengutus seseorang untuk menyampaikan maksudnya kepada KH. Abdullah, beliaupun langsung merespon baik keinginan Bindere Kholil itu karena KH. Abdullah mendengar sendiri suara merdu dari Nyai Sumtin lewat pengeras suara.
Kemudian Bindere Kholil mengadakan acara ulang tahun Fatayat dan diundanglah Nyai Sumtin muda sebagai Qori’ah dan Ust. Tajus Subki sebagai penceramah, sedangkan KH. Abdullah, KH Fathurrozi dan KH. Kholilurrahman yang saat itu masih muda didudukkan persis di depan podium.
Setelah itu KH. Abdullah melamar Nyai Sumtin, dan Nyai Sumtin pun langsung menerimanya dikarenakan kealiman yang dimiliki KH. Abdullah Schal.
Sebenarnya banyak putra-putra kiai yang hendak meminang Nyai Sumtin muda sebagai istrinya, namun semuanya ditolak oleh beliau dan hanya memilih KH. Abdullah Schal.
Disisi lain KH. Abdullah juga meminta petunjuk dari salah satu Kiyai yang alim dan waro’ yakni KH. Fadhol dari Kademangan Probolinggo. Dari itu KH. Fadhol mendapatkan isyaroh berupa ayat :
وَاللَّهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيطٌ (20) بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ (21) (Qs: Alburuj) فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ (22)
Artinya: Padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka, Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang agung lagi mulia, Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuz. (Al-Buruj: 22)
Usai mendapatkan isyaroh dari KH. Fadhol, KH. Abdullah meminta restu kepada Nyai. Hj. Romlah ibunya. Ketika Nyai. Hj. Romlah sedang duduk di teras dalem, KH. Abdullah menghampirinya sambil matur dengan menunjukkan sebuah foto
“Ummi, saya ingin menikah dengan orang ini, kalau ummi merestui, saya janji akan morok (mengajar) di Demangan.”
Spontan Nyai Romlah menjawab “Dul, kalau kamu ingin morok, siapa yang akan mengaji ?” Seketika itu KH. Abdullah diam tidak bisa menjawab, lalu Nyai Romlah berkata “Orang morok itu harus kiai besar. Terserah…, kamu mau menikah iya, tidak menikah iya,” tegas nyai. Romlah sambil masuk kedalam dalem.
Kemudian dilain waktu, Nyai. Sumtin dibawa ke dalem Nyai. Hj. Romlah oleh bibinya yang kebetulan seorang Syarifah, beliau akhirnya merestui bahkan memuji kecantikan Nyai Sumtin.
Ust. Tajus Subki selaku paman dari Nyai. Sumtin tidak langsung mengiyakan pertunangan tersebut, melainkan ingin menguji kealiman KH. Abdullah Schal. Akhirnya dia mengadakan acara sabellesen (selametan tanggal sebelas) dengan mengundang seluruh ulama di Bangkalan.
Setelah acara dimulai para ulama diminta membaca manqib Syeikh Abdul Qadir Jailani secara bergantian, dan setelah sampai pada Giliran KH. Abdullah Schal, Ust. Tajus Subki memintanya untuk menerjemahkan manaqib tersebut.
Tanpa ragu, KH. Abdullah pun menerjemah dengan sangat baik manaqib tersebut hingga membuat ulama yang hadir terpukau melihatnya.
Akhirnya setelah dari kedua belah pihak sudah saling merestui, menikahlah KH. Abdullah Schal dengan Nyai. Hj. Sumtin hingga menjadi pasangan yang saling menyempurnakan, saling membangun rumah tangga yang baik dan melahirkan putra putri yang bermanfaat untuk umat.
Hari ini bertepatan haul ke-18 Nyai. Hj. Sumtin binti Husnawiyah, semoga ditempatkan ditempat yang tinggi oleh Allah SWT dan semoga kita semua mendapatkan aliran barokahnya. Amin.
Author : Fakhrullah
Referensi : Sang Pengembara di Samudera Ilmu | Fakhrillah Aschal & Toyyib Fawwaz.