“Aku mempunyai sahabat karib, kami seperti saudara kandung yang saling mencintai kerena Allah ﷻ. Ia begitu perduli kepadaku. Susah dan senang ia selalu mengunjungiku.” Kata Syaikh Manshur bin Amar Abu as-Sirr al-Khurrasan memulai kisahnya.
“Aku lama mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah. Tahjjud di malam hari dan menangis larut dalam munajah. Namun di akhir-akhir hari, ia lama tidak berkunjung ke rumahku. Kabarnya ia sedang sakit. Aku pun segera menjenguk di rumahnya. Aku ketuk pintu rumahnya dengan ucapan salam. Tidak lama kemudian pintu rumah terbuka. Lalu keluarlah anak gadisnya dan berdiri di bibir pintu.
“Maaf, Kisanak siapa dan ada keperluan apa berkunjung ke rumah kami?” Tanya gadis itu.
“Aku adalah sahabat ayahmu, datang ke sini untuk menjenguknya. Katanya ia sedang sakit.” Jawabku.
Mendengar jawabku, anak gadis itu memohon idzin memasuki rumah untuk menyampaikan kabar kedatanganku kepada ayahnya. Lalu tidak lama setelah itu ia kembali menemuiku dan mempersilahkan aku masuk ke rumahnya.
“Kisanak silahkan masuk! Anda di tunggu ayah di ruang tengah.” Pinta gadis itu.
******
Di ruangan kamar yang tidak begitu luas, aku melihat sahabatku tidur terlentang hanya beralaskan tikar tanpa tempat tidur dan kasur yang menopang tubuhnya. Wajahnya tampak pucat pasi, mata telah menguning keruh dan kedua bibirnya telah membiru legam.
Kondisi tubuhnya sungguh memperihatinkan. Aku tidak tega melihatnya dan khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari .
“Saudaraku! Bukalah matamu dan perbanyak membaca kalimat: “La ✍️ ilaha illah”. Pintaku kepadanya.
Lantas ia membuka kedua matanya, namun tatapnya sinis dan menolak mengucapkan kalimat : “La ilaha illah”.
Aku kembali meminta kepadanya untuk memperbanyak membaca: “La ilaha illah”, namun ia tetap tidak mau membacanya.
Hingga ketiga kalinya aku berkata kepadanya: “Saudaraku! perbanyak membaca kalimat: “La ilaha illah”. Jika engkau tidak mau mengucapkannya, aku tidak memandikan, mengkafani dan mensholati jenazahmu bila engkau meninggal dunia.”
Mendengar ucapanku, ia seperti tersengat kalajengking membuka kembali kedua matanya dan mulai berkata kepadaku:
“Saudaraku Manshur! Mengucapkan kalimat itu seperti ada tali penghalang antara aku dengannya.”
“La hawala wa quwwata illah billah”. Keluhku, seakan tidak percaya pada apa yang baru diucapkannya.
Lantas aku bertanya kepadanya: “Saudaraku! Kemana selama ini, sholat, puasa, tahajjud dan bangun malammu?”
Dengan mata berkaca-kaca ia menjawab: “Saudaraku! Semua ibadah yang aku lakukan selama ini, semata-semata bukan kerena Allah ﷻ. Aku melakukannya karena riya’, agar semua orang menyebutku sebagai orang yang tekun beribadah dan shaleh. Namun ketika aku berada jauh dari mereka, menutup pintu kamar dan jendela. Aku melakukan kemaksiatan kepada Allah ﷻ dengan meneguk minuman-minuman keras tanpa diketahui seorang pun. Itu aku lakukan dengan berulang kali hingga aku tertimpa sakit yang nyaris merenggut nyawaku. Kemudian aku menyuruh putriku ini, agar mengambilkan aku mushaf al-Qur’an untuk aku baca. Huruf demi huruf, kalimat demi kalimat kalamullah aku lafadzkan sembari merenungi isi yang terkandung di dalamnya. Saat sampai pada surat Yasin, aku mengangkat kedua tanganku lalu berdoa:
اَللّٰهُمَّ بِحَقِّ هَذَا الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ إِلَّا مَا شَفَيْتَنِيْ، وَأَنَا لاَ أَعُوْدُ إِلٰى ذَنْبٍ أَبَداً
“Ya Allah, dengan kebenaran al-Qur’an yang agung ini, (tidaklah engkau kabulkan) kecuali engkau telah menyembuhkanku dan aku tidak akan kembali lagi melakukan dosa selamanya”.
Setelah itu Allah ﷻ memberiku kesembuhan berkah Ayat-ayat al-Qur’an aku baca. Namun setelah aku kembali berbuat dosa menuruti kemauan nafsuku dan ajakan setan. Hidup dalam kemaksiatan dan berlumuran dosa-dosa. Melupakan sumpah dan janjiku kepada Tuhan.
Kemudian sakit parah kembali menimpaku hingga kematian nyaris menjemput hidupku. Dengan sisa tenaga yang aku punya, aku membaca al-Qur’an lalu berdoa dengan berkah Ayat-ayat seperti kebiasaan yang semula.
اَللّٰهُمَّ بِحُرْمَةِ مَا فِيْ هَذٰا الْمُصْحَفِ الْكَرِيْمِ مِنْ كَلاَمِكَ الْقَدِيْمِ إِلَّا مَا فَرَجْتَ عَنٌِي
“Ya Allah, dengan kemuliaan sesuatu dalam al-Mushaf yang mulia ini berupa kalammu yang terdahulu (tidaklah engkau kabulkan) kecuali sesuatu yang engkau hilangkan dariku.”
Allah ﷻ mengabulkan doa dan menghilangkan penyakit dari tubuh.
Namun aku belum jera, setelah itu aku kembali hidup dalam gelapnya kemaksiatan dan dosa-dosa. Hingga ketiga kalinya Allah ﷻ mengingatku dengan derita sakit parah dan aku pun mengambil berkah untuk kesembuhan penyakit dengan Ayat-ayat al-Qur’an seperti sedia kala lalu berdoa:
اَللّٰهُمَّ بِحُرْمَةِ هَذٰا الْمُصْحَفِ إِلَّا مَا فَرَجْتَ عَنٌِي يَا جَبَّارَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ
“Ya Allah, dengan kemuliaan al-Mushaf ini, (tidaklah engkau kabulkan) kecuali sesuatu yang engkau hilangkan dariku. Duhai Yang Maha Menguasai bumi dan langit”.
Namun kali ini, tiba-tiba ada suara tanpa sosok terdengar:
تتـــوب من الذنوب إذا مرضنا • وترجع للذنوب إذا بـــــــــــرئنا
Engkau bertaubat dari dosa-dosa ketika engkau sakit • dan engkau kembali melakukan dosa-dosa ketika engkau sembuh
إذا ما الضر منك أنت بــــــــاك • أخــبـث ما يكون إذا قـويــتــــا
Ketika engkau ditimpa bahaya, engkau menangis • dan berbuat kejelekan ketika engkau telah kuat (sembuh)
فكم من كربة نجــــــــــاك منها • كم كشف البلاء إذا بليتــــــــــا
Dan betapa banyak kesedihan dapat menyelamatkanmu • dan betapa banyak malapetaka sirna ketika menimpamu
وكــــــــم غطاك في ذنب وعنه • مدى الأيام جـــــــهراً قد نهيتا
Betapa banyak dosa (yang engkau perbuat) ditutupi, dan dari dosa • yang terlarang dalam beberapa hari terang-terangan engkau melakukan
أما تخشي بأن تـأتـي الـمـنــايـا • وأنت على الخطايا قد دهيتــا
Apakah engkau tidak takut, kematian menjemputmu? • sedangkan engkau dalam kekeliruan terbujuk
وتنسى فضل رب جـــــاد فضلاً • عليك ولا ارعويت ولا خشيتـا
Dan engkau lupa anugerah Tuhan Yang Maha Dermawan, telah memberikanmu • anugerah tetapi engkau tidak mau sadar dan tidak takut
وكم عاهــــدت ثم نقضت عهداً • وأنت لكل معــــــــروف نسیتا
Dan betapa banyak janji yang engkau ucapkan kemudian engkau ingkari • Dan pada setiap kebaikan engkau melupakan
فـــــــدارك قبل نقلك عن ديارك • إلى قــبـــر إليه قد تعيتــــــــا
Maka tepati (janjimu) sebelum engkau pindah dari desamu • ke kuburan, engkau akan sadar atas kesalahanmu
Syaikh Manshur bin Amar berkata: “Demi Allah, tidaklah aku keluar meninggalkannya kecuali cucuran air mataku pengambil pelajaran dari kejadian ini. Maka sebelum aku sampai di bibir pintu. Terdengar kabar, ia telah meninggal dunia.
Lalu aku memohon kepada Allah ﷻ semoga Allah ﷻ menganugrahku husnul khatimah. Betapa banyak orang yang mati su’ul khatimah setelah ia banyak berpuasa sebelumnya. Waallahu A’lamu.
Penulis : Abdul Adzim
Publisher : Fakhrul
Kisah ini sadur dari kitab Ar-Raudh al-Faiq fi Ma’idhi wa ar-Raqa’iq karya Syaikh Su’aib bin Saad bin Abdul Kafi al-Mishriy al-Makkiy al-Harifisy cetakan Daru al-Kutub al-Ilmiyah hal 23-24.