Syaichona.net- Ditulisan sebelumnya, kita telah mengetahui tentang kesunahan membaca Ta’awudz, baik dalam sholat atau diluar sholat agar kita terhindar dari godaan setan yang terkutuk.
Nah kali ini agar kita lebih mantap dan khusuk dalam membacanya, kita akan membahas makna dan rahasia yang terkandung dibalik ucapan:
«أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ»
Berikut penjelasan ulama mengenai makna dan rahasia dari bacaan Ta’awudz:
Syaikh Muhammad Abu al-Qasim Muhibbuddin an-Nuairiy (w. 857 h) dalam Syarah Thaibaah an-Nasyru fi al-Qiraati al-Asyrah mengatakan: “Secara bahasa, kata: الاستعاذة memiliki arti: meminta perlindungan, Masdar dari kata: استعاذ بالله yang memilik arti; meminta penjagaan kepada Allah ﷻ. Berasal dari kata kerja: عاذ، يعوذ، عوذا، وعياذا،وعياذة
Sedangkan menurut Syaikh Fakhruddin ar-Raziy (w. 606 h) dalam Tafsir Mafatihu al-Ghuyub mengatakan: “Secara bahasa, kata: «أَعُوذُ» musytaq (derivatif) dari «الْعَوْذِ» yang memiliki dua arti: 1- الِالْتِجَاءُ وَالِاسْتِجَارَةُ (memohon pertolongan dan minta perlindungan). 2- الِالْتِصَاقُ (melekat). Maka jika mengikuti arti yang pertama makna dari kalimat: «أَعُوذُ بِاللَّهِ» adalah: أَلْتَجِئُ إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَعِصْمَتِهِ (memohon perlindungan pada rahmat Allah ﷻ). sedangkan jika mengikuti arti yang kedua, maka makna dari kalimat: «أَعُوذُ بِاللَّهِ» adalah: أَلْتَصِقُ نَفْسِي بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ (melekat diri dengan keanugerahan Allah ﷻ dan rahmat-Nya).”
Adapun rahasia yang terkandung didalamnya banyak sekali sebagaimana yang disampaikan Al-Hafidz Ismail bin Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Adzim mengatakan:
ومن لطائف الاستعاذة أنها طهارة للفم مما كان يتعاطاه من اللغو والرفث وتطييب له وهو لتلاوة كلام الله وهي استعانة بالله واعتراف له بالقدرة وللعبد بالضعف والعجز عن مقاومة هذا العدو المبين الباطني الذي لا يقدر على منعه ودفعه إلا الله الذي خلقه ولا يقبل مصانعة ولا يدارى بالاحسان بخلاف العدو من نوع الانسان كما دلت على ذلك آيات من القرآن في ثلاث من المثاني وقال تعالى ” إن عبادي ليس لك عليهم سلطان وكفى بربك وكيلا ” وقد نزلت الملائكة لمقاتلة العدو البشري فمن قتله العدو الظاهر البشري كان شهيدا، ومن قتله العدو الباطني كان طريدا، ومن غلبه العدو الظاهري كان مأجورا، ومن قهره العدو الباطني كان مفتونا أو موزورا، ولما كان الشيطان يرى الانسان من حيث لا يراه استعاذ منه بالذي يراه ولا يراه الشيطان
“Di antara rahasia dari membaca Ta’awudz adalah mensucikan mulut dari sesuatu yang keluar dari lisan berupa kata yang tidak berguna dan dosa serta mengharumkan mulud, hal itu karena telah membaca firman Allah ﷻ. Ta’awudz adalah memohon pertongan kepada Allah ﷻ dan merupakan pengakuan akan kuasa Allah ﷻ serta pengakuan terhadap diri seorang hamba akan kelemahan dan ketidak berdayaan dirinya untuk memerangi musuh yang nyata (dalam memusuhi) dan tidak bisa dilihat serta tidak akan kuasa mencegah dan menolaknya kecuali atas kuasa Allah ﷻ yang menciptakannya. Lagi pula musuh (yang dihadapi) itu tidak dapat disuap dan tidak terpengaruh oleh kebaikan (yang tunjukan) untuk terhindar dari kejahatannya. Berbeda dengan musuh dari kalangan manusia sebagaimana yang disebutkan beberapa Ayat al-Qur’an dalam Tsulutsu min al-Matsani (tiga Ayat yang diulang) dan firman Allah ﷻ:
إِنَّ عِبَادِى لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَٰنٌ ۚ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ وَكِيلًا
Artinya: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga”. (QS. Al-Isra: 65).
Sungguh para malaikat diturunkan (untuk membantu para kekasih Allah ﷻ) guna menumpas musuh dari kalangan manusia. Barang siapa yang terbunuh oleh musuh dari kalangan manusia, maka ia disebut orang yang mati sahid dan barang siapa yang terbunuh oleh musuh yang halus tidak terlihat, maka disebut orang buronan. Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh yang kelihatan, disebut orang yang ditindas dan Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh yang halus, maka disebut orang yang difitnah dan orang berdosa. Nah, ketika setan bisa melihat manusia dan manusia tidak bisa melihat setan, maka manusia diperintahkan agar memohon perlindungan kepada Dzat yang bisa melihat setan dan tidak bisa dilihat oleh setan.
Selanjutnya al-Hafidz Ibnu Katsir menjalaskan tentang makna Isti’adah, beliau berkata:
ومعنى أعوذ بالله من الشيطان الرجيم أي أستجير بجناب الله من الشيطان الرجيم أن يضرني في ديني أو دنياي أو يصدني عن فعل ما أمرت به، أو يحثني على فعل ما نهيت عنه فإن الشيطان لا يكفه عن الانسان إلا الله ولهذا أمر تعالى بمصانعة شيطان الانس ومداراته بإسداء الجميل إليه ليرده طبعه عما هو فيه من الأذى وأمر بالاستعاذة به من شيطان الجن لأنه لا يقبل رشوة ولا يؤثر فيه جميل لأنه شرير بالطبع ولا يكفه عنك إلا الذي خلقه
وهذا المعنى في ثلاث آيات من القرآن لا أعلم لهن رابعة قوله في الأعراف ” خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين ” فهذا فيما يتعلق بمعاملة الأعداء من البشر ثم قال ” وإما ينزغنك من الشيطان نزغ فاستعذ بالله إنه سميع عليم ” وقال تعالى في سورة قد أفلح المؤمنون ” ادفع بالتي هي أحسن السيئة نحن أعلم بما يصفون * وقل رب أعوذ بك من همزات الشياطين وأعوذ بك رب أن يحضرون ” وقال تعالى في سورة حم السجدة ” ولا تستوي الحسنة ولا السيئة ادفع بالتي هي أحسن فإذا الذي بينك وبينه عداوة كأنه ولي حميم * وما يلقاها إلا الذين صبروا وما يلقاها إلا ذو حظ عظيم * وإما ينزغنك من الشيطان نزغ فاستعذ بالله إنه هو السميع العليم “
“Dan makna dari Isti’adzh sendiri adalah “Aku berlindung disisi Allah ﷻ dari setan yang terkutuk yang hendak mencelakakan aku, dunia dan agamaku, atau hendak memalingkanku dari perbuatan yang telah diperintahkan, atau hendak menyuruhku untuk melakukan perbuatan yang dilarang, sesungguhnya tidak ada yang bisa mencegah setan untuk mengganggu manusia kecuali Allah ﷻ. Kerena itu Allah ﷻ memerintahkan agar berbuat sesuatu kepada setan dari golongan manusia dengan menyodorkan jasa baik kepadanya. Tujuannya agar bisa menolak tabiat jeleknya dan Allah ﷻ memerintahkan agar beristi’adah dari setan jin karena mereka tidak bisa disogok dan tidak terpengaruh oleh kebaikan yang sodorkan karena mereka memang berperangai buruk dan tidak bisa meredam kejelekannya kecuali Dzat yang telah menciptakannya.”
Makna ini berdasarkan tiga Ayat dalam al-Qur’an:
Pertama, Firman Allah ﷻ:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.’ (QS. Al-A’raf: 199).
Ayat ini berhubungan dengan masalah (menolak) musuh dari kalangan manusia. Kemudian Allah ﷻ berfirman:
وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. Al-A’raf: 200).
Dan Allah ﷻ berfirman dalam Surat al-Mukminin:
اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۗ نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَصِفُوْنَ، وَقُلْ رَّبِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزٰتِ الشَّيٰطِيْنِ، وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ
Artinya : “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan (cara) yang lebih baik, Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan (kepada Allah). Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan dan dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku.” (QS. Al-Mu’minun: 96-98).
Dan Allah ﷻ berfirman dalam Surat as-Sajadah atau Surat Fussilat:
وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗ اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ، وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْا ۚ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا ذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ، وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Artinya: Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. Fussilat: 34-36). Waallahu A’lamu.
Penulis : Abdul Adzim
Publisher : Fakhrul
✍️ Syaikh Muhammad Abu al-Qasim Muhibbuddin an-Nuairiy| Syarah Thaibah an-Nasyru fi al-Qiraati al-Asyrah| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 276.
✍️ Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin al-Husan bin al-Husin at-Taimiy al-Raziy| Mafatihu Ghuyub| Maktabah asy-Syamilah juz 1 hal 70.
✍️ Al-Hafidz Imaduddi Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir ad-Damsyiqiy| Tafsir al-Qur’an al-Adzim| Al-Kitab dsan al-Alimiy lin-Nasyri juz hal 27-28.