Cara Berbakti Kepada Orang Tua Setelah Mereka Meninggal

oleh -1,600 views

Syaichona.net- Setiap anak, setelah kedua orang tua meninggal dunia tentu sangat merindukan kehadirannya. Namun sayang, waktu yang telah berlalu tidak mungkin bisa membawa mereka hidup kembali. Hanya tinggal kenangan dan penyesalan karena tidak bisa sepenuhnya berbakti pada mereka saat masih hidup. Lalu bagaimana cara seorang anak bisa berbakti kepada orang tuanya setelah mereka berdua atau salah satunya meninggal dunia?

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim).

Dan dari Abi Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi ra, ia berkata:

بَيْنَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ: نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا

“Suatu saat kami pernah duduk di sisi Rasulullah ﷺ. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi ﷺ menjawab: “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud).

Sementara dalam hadits riwayat Ibnu Dinar dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra pernah berkata:

أنَّ رَجُلاً مِنَ الأعْرَابِ لَقِيَهُ بطَريق مَكَّةَ، فَسَلَّمَ عَلَيهِ عبدُ الله بْنُ عُمَرَ، وَحَمَلَهُ عَلَى حِمَارٍ كَانَ يَرْكَبُهُ، وَأعْطَاهُ عِمَامَةً كَانَتْ عَلَى رَأسِهِ، قَالَ ابنُ دِينَار: فَقُلْنَا لَهُ: أصْلَحَكَ الله، إنَّهُمُ الأعرَابُ وَهُمْ يَرْضَوْنَ باليَسير، فَقَالَ عبد الله بن عمر: إن أَبَا هَذَا كَانَ وُدّاً لِعُمَرَ بنِ الخطاب – رضي الله عنه -، وإنِّي سَمِعتُ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم -، يقول: {إنَّ أبرَّ البِرِّ صِلَةُ الرَّجُلِ أهْلَ وُدِّ أبِيهِ}

Artinya: “Bahwa ada seorang lelaki A’rab (Arab Badui) bertemu dengan Ibnu Umar ra di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar: “Semoga Allah ﷻ memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang A’rab (Arab Badui) dan ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: “Sesungguhnya ayah A’rab (Arab Badui) tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin Al-Khattab ra. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat yang lain, Ibnu Dinar ra bercerita tentang Ibnu ‘Umar ra:

أنَّهُ كَانَ إِذَا خَرَجَ إِلَى مَكّةَ كَانَ لَهُ حِمَارٌ يَتَرَوَّحُ عَلَيهِ إِذَا مَلَّ رُكُوبَ الرَّاحِلةِ، وَعِمَامَةٌ يَشُدُّ بِهَا رَأسَهُ، فَبيْنَا هُوَ يَوماً عَلَى ذلِكَ الحِمَارِ إِذْ مَرَّ بِهِ أعْرابيٌّ، فَقَالَ: ألَسْتَ فُلاَنَ بْنَ فُلاَن؟ قَالَ: بَلَى. فَأعْطَاهُ الحِمَارَ، فَقَالَ: ارْكَبْ هَذَا، وَأعْطَاهُ العِمَامَةَ وَقالَ: اشْدُدْ بِهَا رَأسَكَ، فَقَالَ لَهُ بعضُ أصْحَابِهِ: غَفَرَ الله لَكَ أعْطَيْتَ هَذَا الأعْرَابيَّ حِمَاراً كُنْتَ تَرَوَّحُ عَلَيهِ، وعِمَامةً كُنْتَ تَشُدُّ بِهَا رَأسَكَ؟ فَقَالَ: إنِّي سَمِعتُ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم -، يَقُولُ: {إنَّ مِنْ أبَرِّ البِرِّ أنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أهْلَ وُدِّ أبيهِ بَعْدَ أنْ يُولِّيَ} وَإنَّ أبَاهُ كَانَ صَديقاً لعُمَرَ رضي الله عنه

Artinya: “Sesungguhnya apabila Ibnu ‘Umar ra pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta apabila ia merasa jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang A’rab (Arab Badui) lewat, lalu Ibnu Umar ra bertanya kepada orang tersebut: “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab: “Betul sekali.” Kemudian Ibnu Umar ra memberikan keledai itu kepadanya dan berkata: “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya seraya berkata: “Pakailah sorban ini di kepalamu.” Salah seorang teman Ibnu Umar ra berkata kepadanya: “Semoga Allah ﷻ memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan orang A’rab (Arab Badui) ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar ra berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّىَ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.”

Dan sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).

Menurut al-Istadz ad-Daktor Musa Syahin Lasyin dalam kitab Fathu al-Mun’im Syarah Shohih Muslim berkata:

“Hadits ini menjelaskan: (1) Keutamaan silaturahim pada teman-teman Ayah, berbuat baik dan memuliakan mereka sebagai ganti berbakti dan muliakan Ayah setelah ia meninggal dunia dan disamakan dengan teman-teman Ayah adalah teman-teman ibu, kakek-nenek, para guru dan suami maupun istri. (2) Pahala berbuat baik pada teman-teman orang yang telah meninggal dunia dapat memberi manfaat kepada orang yang telah meninggal dunia tersebut sebagaimana keterangan hadits riwayat Abu Daud di atas. Rasulullah ﷺ sendiri telah memberi contoh dengan berbuat baik pada teman-teman Sayyidah Khadijah ra setelah wafat beliau sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadits shohih:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ وَمَا رَأَيْتُهَا وَلَكِنْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا وَرُبَّمَا ذَبَحَ الشَّاةَ ثُمَّ يُقَطِّعُهَا أَعْضَاءً ثُمَّ يَبْعَثُهَا فِي صَدَائِقِ خَدِيجَةَ فَرُبَّمَا قُلْتُ لَهُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلَّا خَدِيجَةُ فَيَقُولُ إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ وَكَانَ لِي مِنْهَا وَلَدٌ

Dari ‘Aisyah ra berkata: “Tidaklah aku cemburu kepada salah seorang istri-istri Nabi ﷺ sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku belum pernah melihatnya. Akan tetapi ini karena beliau sering sekali menyebut-nyebutnya (memuji dan menyanjungnya) dan acapkali beliau menyembelih kambing, memotong-motong bagian-bagian daging kambing tersebut, lantas beliau kirimkan daging kambing itu kepada teman-teman Khadijah. Suatu kali aku pernah berkata kepada beliau yang intinya seolah tidak ada wanita di dunia ini selain Khadijah. Maka spontan beliau menjawab: “Khadijah itu begini dan begini dan dari dialah aku mempunyai anak.” (HR. Bukhari). Waallahu A’lamu

Penulis: Abdul Adzim

Publisher: Fakhrul

Referensi:

✍️ Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi ad-Damsyiqiy| Riyadhu ash-Shalihin| Daru ar-Rayyan li at-Turats hal 113-114.

✍️ Al-Istadz ad-Daktor Musa Syahin Lasyin| Fathu al-Mun’im Syarah Shohih Muslim| Daru asy-Syuruq juz 7 hal 629-630.

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.