Betapa butuhnya seorang murid terhadap guru, meskipun mereka telah menuliskan ilmunya di dalam kitab dan buku, tapi tanpa kehadiran sang guru ilmu-ilmu tersebut terasa kurang bergizi.
Sebagian ulama mengatakan :
من لا شيخ له فشيخه شيطان
“Barang siapa yang tidak punya guru, maka gurunya adalah setan.”
Sebab tanpa guru seseorang bisa saja tersesat jalan, karena keberadaan guru ibaratkan orang yang memberi petunjuk jalan dan menjadi sebab sampainya seseorang pada tujuan (Sampai kepada Allah), dan sampainya pada kebenaran.
Tentang sebab itu, Syaikh Nawawi al-Banteni dalam kitab Bahjatul Wasail Bisyarhi Masail berkata :
أن سنة الله جارية على أنه لابد من السبب وكما أن التوالد حقيقى لا يحصل بلا واسطة والد كذلك التوالد معنوى حصوله بغير مرشد متعذر
Sunnatullah berjalan sesuai perkara yang menyebabi, sebagaimana kelahiran seorang anak tidak akan pernah terjadi tanpa pelantaraan orang tua. Juga demikian kelahiran maknawi (sampainya seorang murid kepada tujuan) meskipun sampai dan terjadi, namun jika tanpa guru maka hasilnya mengkhawatirkan.
Perumpamaan itu sebagaimana juga disampaikan oleh Imam ad-Daqqaq berikut ini :
الشجرة التى تنبت بنفسها لا تثمر وإذا أثمرت فإن ثمرها بغير لذة
“Pohon yang tumbuh dengan sendirinya, tidak akan berbuah. Apabila tetap berbuah, buahnya tidak akan enak.”
Maksudnya belajar tanpa guru, seperti pohon yang tumbuh tanpa ditanam. Ia tidak akan memperoleh buahnya ilmu. Kalau saja tetap berbuah maka buah dari ilmunya tidak bisa memberi manfaat.
Maka tidak berlebihan, ketika Imam Bukhori wafat, murid beliau yang bernama Yahya bin Ja’far mengungkapkan kesedihannya :
لو قدرت أن أزيد في عمر محمد بن إسماعيل -أي: البخاري- من عمري لفعلت، فإن موتي يكون موت رجل واحد، وموته ذهاب العلم
“Jikalau aku mampu untuk menambah umur Muhammad bin Isma’il (Imam Bukhori) dengan umurku, maka pasti aku lakukan, karena jika aku mati, maka yang mati hanya satu orang, adapun kewafatan beliau ialah perginya ilmu”
Oleh : Shofiyullah el_Adnany
Referensi:
Siru A’lamin Nubala’ | Juz 12 | Halama 418
Bahjatul Wasail Bisyarhi Masail| Syaikh Muhammad Nawani bin Umar al-Jawi| Alal Risalah al-Jami’ah Baina Usuliddin wal Fighi wat Tasawuf| Sayid Ahmad Zain al-Habsyi| Hal 03