Syaichona.net- Ulama berbeda-beda dalam menafsirkan khusyu’ di dalam shalat. Sebagian ada yang mengatakan, yang dimaksud khusyu’ dalam shalat adalah:
غض البصر وخفض الصوت
“Memejamkan mata dan memelankan suara.” Sebagian lagi mengatakan, yang dimaksud khusyu’ dalam shalat adalah:
أن لايلتفت المصلى يمينا وشمالا
“Orang yang sedang shalat tidak menoleh ke kanan dan ke kiri.” Juga ada yang mengatakan, yang dikatakan khusyu’ dalam shalat iyalah:
أن لا يعرف من عن يمينه ولا من يساره
“Tidak mengenali seseorang yang berada di kanan kirinya.” Terakhir ada ulamat menyebutkan, bahwa khusyu’ dalam shalat adalah:
جمع الهيبة والإعراض عما سوى الصلاة
“Memadukan rasa takut, dan menjauhi apa-apa yang selain shalat.”
Dari semua pendapat, adalah definisi terakhir yang paling mendekati kebenaran, karena di situ menyebutkan pekerjaan badan dan pekerjaan hati. Maksudnya, orang yang shalatnya khusyu’ dia tidak menghadirkan apapun dalam hatinya selain shalat itu sendiri, dan menggerakkan anggota badannya dengan tidak bermain-main.
Adapun cara agar bisa khusyu’ dalam shalat menurut ulama iyalah, menyadarkan diri, bahwa orang itu sedang menghadap Raja di atas raja (Allah subhanahu wata’ala), Yang Maha Mengetahui rahasia dan yang paling tersembunyi. Dan orang itu sedang bermunajat kepadaNya, dimana ketika dia tidak khusyu’ di dalam shalatnya, maka akan nampak jelas di hadapan Allah, sehingga berakibat shalatnya tidak diterima dan akan mendapatkan siksa.
Perlu ditegaskan di sini, bahwa yang dimaksud khusyu’ dengan berfikir dan berangan-angan di dalam shalat yaitu berangan-angan tetang adab di dalam shalat dan adab ketika menghadap Allah. Bukan berfikir tentang pengambilan hukum dari al-Quran yang dibaca atau mencari inspirasi lainnya, sebab shalat bukan tempatnya itu, dan itu hukumnya makruh menurut sebagian ulama.
Kenapa shalat harus khusyu’? Karena Nabi ﷺ pernah bersabda:
إن العبد ليصلى الصلاة لايكتب سدسها ولا عشرها وإنما يكتب للعبد من صلاته ماعقل منها
“Sesungguhnya seorang hamba ketika mengerjakan shalat tidak dicatat seperenam dan sepersepuluhnya, akan tetapi yang dicatat bagi hamba dari shalatnya adalah apa yang diangan-angan dari shalatnya.”
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
ركعتان مع التفكر والتدبر خير من قيام ليلة كاملة والقلب ساه عن ربه عز وجل
“Dua raka’at shalat dengan disertai berfikir dan berangan-angan, lebih baik daripada shalat malam suntuk dengan hati yang lalai kepada Tuhannya.”
Imam Hasan al-Bashri radhiyallahu ‘anhu mengakatakan:
كل صلاة لايحضر فيها القلب فهي إلى العقوبة أسرع
“Setiap shalat yang hati tidak hadir di dalamnya, maka shalat itu cenderung mendapatkan siksa.”
Imam an-Naisamburi juga menjelaskan:
الصلاة أربعة أشياء حضور وشهود وخضوع وخشوع فالحضور بالنفس فمن لم يحضر بالنفس فهو ساه ومن لم يشهد بالقلب فهو لاه ومن لم يخضع بالأركان فهو واه ومن لم يخشع بالسر فهو مضاه
“Shalat itu ada empat perkara; yaitu Hudhur, Syuhud, Khudhu’ dan Khusyu’. Maksudnya Hudur dengan jiwa. Barang siapa tidak hudur dengan jiwa maka dia lupa. Siapa yang tidak menyaksikan dengan hati, maka dia bermain-main. Siapa orang shalat tidak patuh dalam rukun-rukunnya, maka dia lemah. Dan barang siapa tidak khusyu’ dengan rahasia, maka dia tidak menyelesaikan shalatnya.”
Allah ﷻ berfirman:
قد أفلح المؤمنون الذين فى صلاتهم خاشعون
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya” (QS. Al-Mu’minun 1-2)
Selanjutnya mari kita perhatikan bagaimana keadaan para ulama dahulu ketika melaksanakan shalat.
Diceritakan, bahwa Abdullah bin Mas’ud ketika sedang shalat bagaikan baju dilemparkan. Dan ketika keluarganya bilang, “Jangan berisik, kalian, Abdullah sedang shalat.” Maka beliau menjawab:
تحدثوا ما شئتم فإنى لست أسمع حديثكم وأنا فى الصلاة
“Berbicaralah sesuka kalian, karena aku tidak mendengar omongan kalian ketika aku sedang shalat.”
Saat Rabi’ah al-Adawiyah sedang shalat, ada kayu masuk ke dalam matanya (mungkin tertiup angin), tapi beliau tidak merasakan itu hingga selesai shalatnya. Setelah selesai shalat, beliau berkata, “Lihatlah ada sesuatu yang masuk ke dalam mataku.” Kemudian dicabutlah kayu itu oleh orang-orang yang ada di dekatnya dengan sangat kesulitan, karena terlalu dalam yang menancap ke dalam matanya.
Suatu ketika Imam Muslim bin Yasar shalat di dalam masjid, tiba-tiba masjidnya roboh sehingga para jamaah berhamburan ke luar masjid menyelamatkan diri. Akan tetapi Imam Muslim bin Yasar tidak merasak itu.
Ketika sudah masuk waktu shalat Sayidina Ali karramallahu wajhah jadi kebingungan, wajahnya pucat dan gemetaran. Lalu saat ditanyakan tentang keadaannya itu, beliau menjawab:
أما تعلمون أنه وقت أمانة عرضها الله تعالى على السموات والأرض والجبال، فأبين أن يحملنها، وقد حملتها أنا فلا أدرى هل أحسنت ما حملت أم لا؟
“Tidak tahukah, kalian. Bahwa shalat itu adalah waktu amanah, dimana Allah telah membebankannya kepada langit, bumi dan gunung, tapi mereka menolak karena tidak sanggup mengembannya. Sedangkan aku benar-benar telah mengembannya. Akan tetapi aku tidak tahu, apakah aku bisa mengembannya dengan baik atau tidak?”
Oleh : Shofiyullah el_Adnany
Publisher : Fakhrul
Referensi : Tanbihul Mughtartin Li Sya’rani | Kifayatul Atqiya’ Wa Minhajil Ashfiya’