KYIA AS’AD MAU MENOLAK PERINTAH MALAIKAT

oleh -1,971 views

Syaichona.net- Tradisi ulama kita, utamanya ulama NU adalah “menolak dipersilahkan” selagi dilihat masih ada yang lebih layak dari dirinya.

Menolak dipersilahkan menempati tempat yang lebih mulia. Menolak dipersilahkan memimpin bacaan doa. Bahkan menolak dipersilahkan menjadi pemimpin sebuah organisasi dan lain sebagainya.

Saking terbiasanya menolak, kadang ketika sedang ada sebuah acara perkumpulan, seperti acara haul misalnya, para ulama kita itu terkesan saling lempar mic (microphone) saat dipersilahkan memimpin bacaan doa.

Akibatnya pembacaan doa pun sering kali tertunda lama, gegara tidak ada seorang kyai pun yang bersedia memimpin bacaan doa.

Sebagian orang-orang awam menganggap tindakan menolak atau mengalah secara berlebihan oleh para kyai tersebut adalah perbuatan tidak pantas.

Padahal, justru terjadi seperti itu karena para kyai memilih tindakan yang lebih pantas. Yakni menolak untuk dipersilahkan memimpin doa, karena ada kyai lain yang menurutnya lebih pantas.

Tindakan mengalah dan menolak seperti itu juga pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi ﷺ. Saat kejadian di Saqifah bani Saidah, Sayidina Abu Bakar memilih Sayidina Umar atau Aba Ubaidah untuk menjadi Khalifah pengganti Rasulullah ﷺ. Lalu Sayidina Umar bangkit dengan berkata,

أيكون هذا وأنت حي؟

“Apakah harus seperti ini, sementara engkau masih hidup?” Tolak Sayidina Umar, karena menganggap Abu Bakarlah yang lebih pantas menjadi Khalifah.

Penolakan lebih ekstrim lagi pernah dilakukan oleh KHR. As’ad Syamsul Arifin Situbondo untuk dijadikan Rois Aam di PBNU.

Pasalnya, ketika Kyai Bisri Syamsuri wafat, para kyai menunjuk KHR. As’ad Syamsul Arifin sebagai pengganti berada di posisi Rais Aam PBNU saat itu.

Namun Kyai As’ad menolak keras, karena merasa belum pantas menduduki jabatan tertinggi itu. Penolakan tersebut ditegaskan dengan perkataan beliau,

“Meskipun malaikat Jibril turun dari langit untuk memaksa saya, saya pasti akan menolak. Yang pantas itu Kyai Mahrus Ali, Lirboyo.”

Mendengar penolakan Kyai As’ad dan namanya disebut-sebut, Kyai Mahrus Ali Lirboyo lebih keras lagi menolaknya.

“Jangankan malaikat Jibril, kalaupun malaikat Izrail turun dan memaksa saya, saya tetap tidak bersedia.” Tegas, Kyai Mahrus Ali tak kalah keras menolaknya.

Para kyai pun kebingungan. Akhirnya musyawarah ulama memutuskan memilih KH. Ali Maksum yang tidak hadir di situ. Kyai Ali Maksum juga menolak, tapi karena dipaksa oleh para ulama yang lain secara ramai-ramai, akhirnya beliau tidak bisa mengelak.

Begitulah tradisi ulama kita, tradisi menolak jadi pimpinan. Bukan berarti beliau-beliau tidak bisa memimpin, tapi lebih karena merasa diri tidak pantas memimpin. Dan juga sebagai bentuk ketawadu’an yang sangat tinggi. Yang suka rebutan jadi pemimpin itu, berarti menyalahi tradisi ulama kita.

Oleh : Shofiyullah el_Adnany

Publisher : Fakhrul

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.