Syaichona.net- Kyai yang tawadu’, alim dan tertutup, kata orang.
Saat ini — Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Demangan Barat Bangkalan Madura (PPSMCH) di bawah kepengasuhan RKH. Muhammad Fakhruddin Aschal dengan dukungan dari semua sanudara-saudarinya terutama kedua adiknya; RKH. Muhammad Nasih Aschal (Anggota DPRD Jatim) dan RKH. Muhammad Karror Aschal (Panglima Sollu Community) — selepas ditinggal wafat oleh RKH. Fakhrillah Aschal.
RKH. Muhammad Fakhruddin Aschal adalah putra dari Rahimahullah KHS. Abdullah Schal yang kesembilan (ke- 9, kalau tidak salah). Beliau terkenal dengan ketawadu’annya, sopan santun dan tertutup. Demikian masyarakat menilai.
Tentang kealiman beliau memang tidak diragukan lagi. Beliau pernah mondok di Sidogiri, Makkah dan Kewagean Kediri.
Dulu, sewaktu beliau ada di pesantren, orang-orang sudah banyak berbicara bahwa ada salah satu putra dari KHS. Abdullah Schal yang luar biasa dan sangat alim, kelak beliau ini yang akan menjadi penerus Syaikhana Muhammad Khalil, namanya Lora Fakhrud. Kabar ini banyak didengar oleh santri-santri lawas, termasuk saya juga mendengar dari santri lawas.
Namun kealiman beliau ini tidak begitu nampak, kerena kalah dengan sifat tawadu’nya yang begitu tinggi, sehingga seakan-akan terkesan tertutup.
Selama ini beliau mengurusi Madrasah Diniyah Salafiyah al-Ma’rif di PPSMCH, mulai dari tingkat I’dadiyah sampai Aliyah Tarbiyatul Muta’allimin. Dari kepengurusan beliau, Madrasah al-Ma’arif mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Salah satu nasihat beliau kepada saya, dan kepada guru-guru yang lain sewaktu saya ngajar di PPSMCH, “Jangan anggap mereka itu sebagai murid-muridmu, agar kamu tidak seenaknya menyuruh-nyuruh mereka untuk urusan pribadimu.”
Memang benar, pada kenyataannya kerap kali saya memanfaatkan keguruan di pesantren untuk urusan pribadi saya. Lupa kalau saya sebenarnya juga sebagai santri, dan mereka juga santri, tiada beda. Bedanya hanya saya senior dan mereka junior.
RKH. Muhammad Fakhruddin Aschal sangat memegang nasihat tersebut, sehingga jarang sekali menemukan beliau menyuruh-nyuruh santri untuk kepentingan pribadinya. Termasuk juga tidak gampang minta tolong kepada khaddamnya, kecuali yang memang sulit untuk dilakukan sendiri.
Ada cerita lama tentang perhatian beliau kepada santri-santrinya, terutama kepada saya sendiri yang pernah saya tulis di Facebook ini. Saya tulis kembali untuk pengingat dan sebagai pembelajaran bagi diri saya pribadi.
Waktu nyantri, saya dulu pernah sakit keras yang mengharuskan saya pulang ke rumah berobat lama. Beliau orang pertama dari guru saya yang menyambangi saya sekitar jam 11:00 malam, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.
Beliau mendoakan saya, memberi motivasi agar saya cepat sembuh dari penyakit. Di samping itu beliau juga membawa banyak oleh-oleh (obat-obatan dan makanan) untuk kesembuhan saya. Padahal siapa saya, saya hanya santri dan murid beliau yang sering melanggar aturannya.
Sehingga malam itu saya malu luar biasa karena tidak bisa menyambut dan menghaturkan sesuatu yang layak kepada beliau. “Saporanah lok ghi mangghi ajunan, Kiaeh.” (Mohon ajunan, gak dapat suguhan apa-apa, kiai) Kata saya. “Lakar kauleh tak entarah nyareh paponapah.” (Memang saya tidak sedang mencari apa-apa) Jawab beliau, yang membuat hati saya terenyuh sekali.
Pernah suatu ketika beliau menghadiri sebuah acara pernikahannya alumni di kampung saya (Masaran, Pakong, Modung). Saya yang bertindak menyambut dan mengantar beliau ke lokasi acara.
Karena kondisi hujan dan jalanan licin, saya menuntun beliau dengan sangat hati-hati khawatir beliau terjatuh. Tapi kata beliau, “Sengak sampean se labu ghi!” (Awas kamu yang yang kepleset ya!) Jadi beliau lebih khawatir saya yang akan terjatuh.
Itulah sekelumit cerita tentang sifat tawadu’ beliau. Semoga dengan kepemimpinan beliau, PPSMCH semakin jaya selepas ditinggalkan al-Maghfurlahu RKH. Fakhrillah Aschal. Amin.
NB: Tulisan ini, hanya sekedar refleksi dan opini santri saja.
Ditulis oleh : Shofiyullah El-Adnany
Publisher : Fakhrul