Syaichona.net- Seperti telah maklum di masyarakat, ketika sholat berjemaah akan didirikan. Sang Imam biasanya mengingatkan pada para makmumnya agar merapatkan dan meluruskan barisan. Semisal dengan mengucapkan sebuah hadits Nabi ﷺ:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ
“Luruskan shaf-shaf (barisan-barisan sholat) kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433).
Sementara disebagian masyarakat yang lain, setelah imam mengucapkan hadits tersebut para makmumnya serentak membalas dengan ucapan semisal:
اِسْتَقِيْمُوْا يَرْحَمُكُمُ اللّٰهُ
“Luruskanlah (barisan sholat) kalian! Semoga Allah merohmati kalian.”
Namun seiring perkembangan zaman yang kian dimanis dan kritis sebagian masyarakat mempertanyakan kembali dasar hukum tradisi di atas. Secara tekstual hadits, mereka taslim (menerima) bahwa Rasulullah ﷺ memang memerintahkan pada segenap umatnya agar senantisa meluruskan dan merapatkan barisan sholat setiap melaksanakan sholat berjemaah dengan hikmah untuk menutup peluang setan menempati calah shaf (barisan sholat) yang berpotensi membuat setan leluasa menggoda orang-orang sholat sebagaimana disinggung Rasulullah ﷺ dalam dua riwayat hadits yang lain;
وعَن ابن عُمرَ رضيَ اللَّه عنهما، أَنَّ رسولَ اللَّهِ ﷺ قالَ: أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَينَ المنَاكِب، وسُدُّوا الخَلَلَ، وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ، وَلا تَذَرُوا فَرُجَاتٍ للشيْطانِ، ومَنْ وصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّه، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعهُ اللَّه رواه أبُو دَاوُدَ بإِسناد صحيحٍ.
Dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda; “Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, Allah ﷻ akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutus shaf, Allah akan memutusnya” (HR. Abu Daud no. 666 dengan sanad yang shahih).
وعَنْ أَنسٍ رضيَ اللَّه عنه، أَنَّ رسولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: رُصُّوا صُفُوفَكُمْ، وَقَاربُوا بَيْنَها، وحاذُوا بالأَعْناق، فَوَالَّذِي نَفْسِي بيَدِهِ إِنَّي لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ منْ خَلَلِ الصَّفِّ، كأنَّها الحَذَفُ حديث صحيح رَوَاهُ أبُو دَاوُدَ بإِسناد عَلَى شرط مسلم.
Dari Anas ra, dari bahwa Rasulullah ﷺ bersabda; “Rapatkanlah shaf-shaf kalian, dekatkanlah jarak antara keduanya dan sejajarkanlah antara leher-leher. Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya aku melihat setan masuk ke dalam celah-celah shaf itu, tak ubahnya bagai anak kambing kecil.” (HR. Abu Dawud no. 667 dengan mengunakan syarat Imam Muslim).
So, yang menjadi polemik perbincangan hangat di masyarat adalah apakah Rasulullah ﷺ setiap melakukan sholat berjemaah memerintahkan dan mengingat pada segenap sahabat agar meluruskan shaf mereka. Kemudian para sahabat membalasnya dengan ucapan;
اِسْتَقِيْمُوْا يَرْحَمُكُمُ اللّٰهُ
“Luruskanlah (barisan sholat) kalian! Semoga Allah merohmati kalian.”?
Nah, sebelum membahasa jawaban inti dari permasalah ini, hal pertama yang perlu diketahui bahwa anjuran meluruskan baris dalam sholat berjemaah berdasarkan beberapa hadits shohih diantaranya sebagai berikut:
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi ﷺ bersabda:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ
“Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433).
Dalam riwayat lain:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ
“Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bentuk menegakkan shalat (berjama’ah)” (HR. Bukhari no.723).
وَعَنْهُ، قَالَ : أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَأقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ–بِوَجْهِهِ، فَقَالَ : (( أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا ؛ فَإنِّي أرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ بِلَفْظِهِ ، وَمُسْلِمٌ بِمَعْنَاهُ. وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي: وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ.
Anas bin malik berkata, “Iqamah shalat telah dikumandangkan, lalu Rasulullah ﷺ menghadapkan wajah beliau kepada kami kemudian berkata, ‘Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.’” (HR. Bukhari, no. 719 dengan lafazhnya, sedangkan diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 434 secara makna).
Dalam riwayat lain milik Imam Bukhari, terdapat penjelasan dari perkataan dari Anas bin Malik ra; “Setiap orang dari kami (para sahabat), merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya, dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya” (HR. Al-Bukhari no.725).
وعن أَبي مسعودٍ ، رضي اللَّه عنْهُ، قال: كانَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَمْسحُ مَناكِبَنَا في الصَّلاةِ، ويقُولُ: «اسْتوُوا ولا تَختلِفوا فتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ، لِيلِيني مِنْكُم أُولُوا الأَحْلامِ والنُّهَى، ثمَّ الذينَ يلُونَهمْ، ثُمَّ الذِين يَلُونَهمْ» رواه مسلم .
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam pernah mengusap bahu-bahu kita dalam shalat lalu bersabda: “Luruskanlah, dan jangan berselisih sehingga hati kalian akan berselisih. Hendaklah orang yang ada di belakangku orang yang dewasa dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka kemudian orang yang sesudah mereka.” (HR. Shahiih Muslim no. 434).
Dan dua hadits riwayat Abu Daud yang telah disebutkan dimuka serta masih banyak hadits-hadis lainnya.
Kedua, seorang yang menjadi Imam sholat berjemaah memang dianjurkan agar mengingatkan para makmum meluruskan barisan dalam sholat.
Dalam hal ini, Syekh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi saat menjelaskan hadits Nabi ﷺ:
وعن أَبي مسعودٍ ، رضي اللَّه عنْهُ ، قال : كانَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَمْسحُ مَناكِبَنَا في الصَّلاةِ ، ويقُولُ : « اسْتوُوا ولا تَختلِفوا فتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ ، لِيلِيني مِنْكُم أُولُوا الأَحْلامِ والنُّهَى ، ثمَّ الذينَ يلُونَهمْ ، ثُمَّ الذِين يَلُونَهمْ » رواه مسلم .
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam pernah mengusap bahu-bahu kita dalam shalat lalu bersabda: “Luruskanlah, dan jangan berselisih sehingga hati kalian akan berselisih. Hendaklah orang yang ada di belakangku orang yang dewasa dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka kemudian orang yang sesudah mereka.” (HR. Shahiih Muslim no. 434).
Beliau mengatakan:
وفيه تسوية الصفوف واعتناء الإمام بها والحث عليها.
Dan dalam hadits ini ada perintah meluruskan dan merapatkan shaf (barisan sholat), pentingnya Imam perhatikan shaf dan memberikan anjuran (pada jemaah) akan hal ini.” [¹]
Pendapat ini diperkuat oleh komentar Syaikh Abu Bakar Syatho dalam kitab Hasyiyah I’anah ath-Thalibinnya. Berikut komentar beliau:
ومن السنن المهملة المغفول عنها تسوية الصفوف والتراص فيها، وقد كان عليه الصلاة والسلام يتولى فعل ذلك بنفسه، ويكثر التحريض عليه والامر به، ويقول: لتسون صفوفكم أو ليخالفن الله بين قلوبكم. ويقول: إني لأرى الشياطين تدخل في خلل الصفوف. يعني بها: الفرج التي تكون فيها. فيستحب إلصاق المناكب مع التسوية، بحيث لا يكون أحد متقدما على أحد ولا متأخرا عنه، فذلك هو السنة. ويتأكد الاعتناء بذلك، والامر به من الأئمة، وهم به أولى من غيرهم من المسلمين فإنهم أعوان على البر والتقوى، وبذلك أمروا، قال تعالى:(وتعاونوا على البر والتقوى، ولا تعاونوا على الاثم والعدوان) فعليك – رحمك الله تعالى – بالمبادرة إلى الصف الأول، وعليك برص الصفوف وتسويتها ما استطعت، فإن هذه سنة مثبتة من سنن رسول الله (ص)، من أحياها كان معه في الجنة، كما ورد. اه.
Diantara sunnah-sunnah yang penting yang terlupakan,, adalah meluruskan shaf dan merapatkannya. Dan sungguh Rasulullah ﷺ mengurus perkara itu sendirian, dan beliau pun banyak mendorong orang untuk hal itu dan memerintahkannya, beliau bersabda, “ luruskanlah shaf-shaf kalian atau Allah ﷻ akan cerai-beraikan hati-hati kalian”, “sungguh aku melihat syaitan-syaitan masuk disela-sela shaf-shaf (yang kosong)”
Disunnahkan menempelkan pundak (bahu) disertai kesejajaran (lurus shafnya) sekira-kira seseorang itu tidak lebih maju dari yang lain dan juga tidak lebih mundur darinya, yang demikian itu merupakan sunnah. Dan harus ditekankan perhatian akan hal yang demikian,
Maka hendaknya olehmu –semoga Allah ﷻ merahmatimu– bersegera untuk masuk kedalam shaf pertama, dan hendaknya olehmu merapatkan shaf dan meluruskannya sekuat kemampuanmu. Karena sesungguhnya ini (yakni merapatkan dan meluruskan shaf) merupakan sunnah yang telah mati dari sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ, dan barangsiapa yang menghidupkannya maka ia akan bersama Rasulullah ﷺ didalam surga sebagaimana yang telah diriwayatkan. [²]
Sementara Untuk jawaban permasalahan yang kedua mengenai ucapan para makmum dengan kalimat:
اِسْتَقِيْمُوْا يَرْحَمُكُمُ اللّٰهُ
“Luruskanlah (barisan sholat) kalian! Semoga Allah merohmati kalian.”
Sejauh hasil penelusuran penulis dalam beberapa kitab hadist dan syarahnya atau kitab-kitab fikih, belum ditemukan keterangan anjuran membaca kalimat tersebut bahkan teks yang sama dengan kalimat tersebut juga tidak tercantum. Namun ada keterangan dari Syekh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, dalam kitab al-Adzkar menyebutkan;
Ketika kita shalat berjemaah di masjid atau di tempat lain, saat hendak masuk ke dalam shaf shalat, maka dianjurkan untuk membaca doa berikut;
اَللَّهُمَّ آتِنِى أَفْضَلَ مَا تُؤْتِيْ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.
Artinya: “Ya Allah, berilah aku seutama apa yang Engkau berikan pada hambah-Mu yang shaleh.”
Doa ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dari Sa’ad bin Abi Waqash, dia berkata;
أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلىَ الصَّلاَةِ، وَرَسُوْلُ اللهِ يُصَلِّيْ، فَقَالَ حِيْنَ انْتَهَى إِلَى الصَّفِّ: اَللّهُمَّ آتِنِيْ أَفْضَلَ مَا تُؤْتِيْ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ. فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ الصَّلاَةَ؛ قَالَ: مَنِ الْمُتَكَلِّمُ آنِفًا؟ قَالَ: أَنَا يَا رَسُوْلُ اللهِ، قَالَ: إِذَنْ يُعْقَرَ جَوَادُكَ وَتُسْتَشْهَدَ فِي سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى. رواه النسائي وابن السني، ورواه البخاري في ” تاريخه ” في ترجمة محمد بن مسلم بن عائذ.
“Bahwa seorang laki-laki menghadiri shalat, sementara Rasulullah ﷺ sedang shalat. Lalu laki-laki tersebut mengucapkan tatkala dia sampai di shaf, ‘Ya Allah berilah aku yang terbaik dari apa yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.’ Manakala Rasulullah ﷺ menyelesaikan shalat, beliau bertanya, ‘Siapa yang berbicara tadi?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah.’ Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Kalau begitu kudamu disembelih dan kamu mati syahid di jalan Allah ﷻ.” (Diriwayatkan oleh an-Nasa`i dan Ibn as-Sunni. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Tarikhnya pada biografi Muhammad bin Muslim bin A’idz). [³]
Oleh : Abdul Adzim
Publisher : Fakhrul
Referensi:
[1] ✍️ Syekh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi| Bahamasyah Syarah al-Imam an-Nawawi ala al-Imam Muslim| Al-Matbu’ah al-Kubro al-Amiriyah Bibukaqin Mesir al-Mahiyah juz 3 hal 76.
[2] ✍️ Syaikh Abu Bakar Ustman bin Muhammad Syatho| Ianatu ath-Thalibin| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 2 hal 38.
[3] ✍️ Syekh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi| Al-Adzkar an-Wawiyah| Daru al-Fikr hal 42-43.