MENUNTUT KEADILAN KARENA SANG SUAMI SELINGKUH DENGAN TUHAN

oleh -2,036 views

Syaichona.net- Sayyidina Umar bin Khattab ra dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan adil dalam memberikan jawaban dari setiap permasalahan rakyatnya. Namun setegas dan seadil apapun, beliau tetap saja seorang manusia yang tidak bisa terlepas dari khilafan dan kesalahan sehingga beliau juga pernah salah dalam memberikan jawaban atau keputusan yang sesuai dengan keinginan sebagian rakyatnya yang menuntut keadilan.

Al-Qurthubiy (w. 671 h) dalam tafsirnya yang bernama al-Jami’ Liahkami al-Qur’an, Daru al-Kutub al-Ilmiyah jilid 3 halaman 14-15 telah merekam kisah Sayyidina Umar ra yang salah memprediksi pengaduan seorang wanita tentang suaminya yang selingkuh dengan Tuhan atau enggan memberikan nafkah batin karena asyik beribadah pada Allah ﷻ. Berikut kisah selengkapnya:

Suatu hari seorang wanita datang menemui Amirul Mukminin Sayyidana Umar bin Khattab ra dengan tergesa-gesa.

“Wahai Amirul Mukminin, suamiku siang hari puasa dan malam hari shalat. Dan sungguh sebenarnya aku dengan berat hati mengadukannya kepada Anda, ia setiap hari menjalankan ketaatannya kepada Allah ﷻ.” Tutur wanita itu.

Setelah mendengar penuturan wanita itu, Sayyidina Umar ra tidak langsung menjawab beliau hanya berkata: “Sebaik-baik suami adalah suamimu.” Sembari berusaha memahami maksud pengaduan wanita itu.

Berkali-kali wanita tadi mengulangi perkataannya dan Sayyidina Umar ra pun berkali-kali pula mengulang jawabannya. Hingga Ka’ab bin Suwari al-Asadi berkata kepada Sayyidina Umar ra:

“Wahai Amirul Mu’minin, wanita ini mengadukan suaminya karena sang suami menjauhi dirinya dalam (urusan) ranjang.”

Setelah dijelaskan Ka’ab al-Asadi, Sayyidana Umar ra barulah mengerti dan berkata:

“Sebagaimana engkau telah memahami ucapan wanita ini, maka putuskanlah perkara antara keduanya.”

Sahdan, suami wanita itu lalu dihadirkan untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan Ka’ab al-Asadi berkata kepadanya:

”Istrimu telah mengadukanmu kepada Amirul Mukminin.”

Suami wanita itu bertanya pada Ka’ab al-Asadi: “Apakah dalam urusan makan atau minum?”

“Bukan” Jawab Ka’ab al-Asadi.

Lantas wanita itu menjelaskan duduk perkaranya dengan tembang syair:

يَاأَيُّهَا الْقَاضِي الْحَكِيْمُ رُشْدُهُ ❁ أَلْهَى خَلِيْلِيْ عَنْ فِرَاشِي مَسْجِدُهُ

زَهَــدَهُ فِي مَضْـجَعِي تَعَبُّــدُهُ ❁ فَاقْــضِ الْقُضَا كَعْــبُ وَلاَ تُــرَدِّدُهُ

نَهَــــارُهُ وَلَيْــــلُهُ مَا يَرْقُـــــدُهُ ❁ فَلَسْــتُ فِي أَمْرِ النِّسَــاءِ أَحْــمَدُهُ

Wahai hakim yang bijaksana, berilah ia petunjuk
Masjid telah melalaikan suamiku dari tempat tidurku

Beribadah telah membuatnya zuhud tidak membutuhkan ranjangku
Adililah (masalah ini), wahai hakim Ka’ab dan jangan kau tolaknya

Siang dan malam dia tidak pernah tidur
(tetapi) dalam hal mempergauli wanita, aku tidak memujinya

Suami wanita itu juga tidak mau kalah, memberikan alasan kenapa ia menjauhi istrinya dengan senandung syair pula:

زَهَــدَنِي فِي فِرَاشِــهَا وَفِي الْحَــجَلِ ❁ أَنِّي امْــرُؤٌ أَذْهَلَنِي مَا قَدْ نَــــزَلَ

فِي سُوْرَةِ النَّحْلِ وَفِي السَّبْعِ الطُّـوْلِ ❁ وَفِي كِتَابِ اللهِ تَخْـوِيْفٌ جَــلَل

Aku Zuhud tidak mendatangi ranjang dan biliknya
Karena aku telah dibuat terpesona dengan apa yang telah turun

(Yaitu) dalam Surat an-Nahl dan tujuh Surat yang panjang
Dan dalam Kitab Allah ﷻ (membuat hatiku) sangat takut sekali

Setelah mendengar pengakuan dari kedua belah pihak, Ka’ab al-Asadi memutuskan pertikaian keduanya juga dengan senandung syair :

إِنَّ لَهَــا عَلَيْكَ حَــــــقًّا يَا رَجُــلُ ❁ نَصِيْبُهُا فِي أَرْبَعَ لِمَنْ عَقَلَ
فَاعْطِهَا ذَاكَ وَدَعْ عَنْكَ الْعِلَلَ

Dia memiliki hak atasmu, wahai lelaki
Jatahnya (satu dalam) empat hari bagi orang yang berakal

Berikan hak itu, dan tinggalkan cela yang ada padamu

Kemudian Ka’ab al-Asadi berkata:

إن الله عز وجل قد أحل لك من النساء مثنى وثلاث ورباع، فلك ثلاثة أيام ولياليهن تعبد فيهن ربك، ولها يوم وليلة.

“Sesungguhnya Allah ﷻ telah menghalalkan kamu menikah dua, tiga atau empat perempuan. Tiga malamnya menjadi hakmu untuk menyembah Tuhanmu. Dan satu malam menjadi hak istrimu”.

Pasca Ka’ab al-Asadi memberikan keputusan yang bijak pada keduanya, Sayyidina Umar bin Khattab ra berkata:

والله ما أدري من أي أمريك أَعجبُ أمِن فهمِك أمرهما، أم من حكمك بينهما، اذهب فقد وليتُك قضاءَ البصرة.

“Demi Allah ﷻ, aku tidak tahu, mana yang lebih menakjubkanku; apakah karena kefahamanmu akan masalah mereka berdua, ataukah karena keputusanmu atas mereka berdua. pergilah!Aku telah mengangkatmu menjadi Qadhi (hakim) di Kota Bashrah.”

Penulis : Abdul Adzim

Publisher : Fakhrul

????? ?? ??????? ???????????? ???? ??-?????? ??? ????? ???? ??????? ??-??????? ???? ???????? ??? ??’???? ??-????????.

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.