Syaichona.net- Siapa yang tidak kenal dengan al-Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. Seorang ulama besar dengan selaksa karya yang telah banyak menginspirasi orang di dunia. Seorang filsuf, teolog Muslim Persia, Sastrawan, Dokter, Psikolog, ahli Logika, Kosmolog, ahli Fikih, Usul Fikih, Mufassirin dan lainya yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan. Dijuluki Hujjatu al-Islam (argumentator Islam), Mujaddid (pembaharu Islam) abad kelima Hijriyah. Memiliki nama lengkapnya, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i. Lahir di Thus pada 1058/450 H, meninggal di Thus; 1111/14 Jumadil Akhir 505 H dalam 52–53 tahun.
Syaikh Taqiyuddin Abun Nashar Abdul Wahhab bin Ali bin Abdul Kafi As-Subki (w. 771 H) dalam Thabiqatu Asy-Syafi’i al-Kubro menuliskan:
Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya yang sufi dan ahli melakukan kebaikan. Dia berpesan:
إن لي لتأسفا عظيما على تعلم الخط وأشتهى استدارك ما فاتني في ولدي هذين فعلمهما ولا عليك أن تنفذ في ذلك جميع ما أخلفه لهما.
“Sungguh saya menyesal sekali tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya.”
Setelah meninggal, maka teman ayahnya mengajari keduanya ilmu, hingga tidak tersisa harta peninggalannya. Kemudian karena dirasa tidak bisa menanggung beban hidup keduanya, teman sang ayah meminta maaf pada keduanya. Bahwa ia sudah tidak dapat melanjutkan lagi wasiat orang tuanya. Ia lantas berkata:
اعلما أني قد أنفقت عليكما ما كان لكما وأنا رجل من الفقر والتجريد بحيث لا مال لي فأواسيكما به وأصلح ما أرى لكما
أن تلجآ إلى مدرسة كأنكما من طلبة العلم فيحصل لكما قوت يعينكما على وقتكما
“Ketahuilah kalian berdua, sungguh aku telah membelanjakan harta (peninggalan orang tua) untuk keperluan kalian (selama in). Aku adalah laki-laki fakir, pengangguran yang tidak memiliki harta, maka dengan sebab itu aku sarankan dan demi kebaikan kalian berdua agar kalian berpindah ke sekolah umum. Sepertinya kalian berdua punya bakat menjadi orang yang mencari ilmu sehingga baiya hidup kalian berdua terjamin sampai kalian (lulus sekolah) pada waktunya.
Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian ilmu mereka. Demikianlah yang telah diceritakan al-Ghazali, hingga pada suatu hari beliau berkata:
طلبنا العلم لغير الله فأبى أن يكون إلا لله
“Kami pernah menuntut ilmu bukan karena Allah ﷻ, tapi ilmu enggan (pada kami) kecuali hanya karena Allah ﷻ”.
Di kesempatan yang lain beliau bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan mengikuti setiap pengajian, berkhidzmah dan melayani mereka serta memberikan nafkah semampunya. Apabila beliau mendengar perkatanan ilmu dari mereka (ahli fikih), beliau menangis dan berdoa memohon kepada Allah ﷻ agar dikaruniai anak yang ahli fakih. Apabila hadir di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ﷻ untuk diberikan anak yang ahli dalam ceramah nasihat.
Maka seiring berjalannya waktu, Allah ﷻ mengabulkan kedua doa beliau. Imam al-Ghazali menjadi seorang yang Faqih, Imam Ahli Zaman, Ksatria Persia yang disegani lawan maupun kawan. Sementara saudaranya (Ahmad) menjadi seorang dai yang handal, telinga-telinga yang tuli akan terbuka jika mendengar pidatonya dan setiap jiwa akan bergetar jika mendengarkan ceramahnya.
Waallahu A’lamu
Penulis : Abdul Adzim
Publisher : Fakhrul
Referensi:
✍️ ?????? ?????????? ?????????? ????? ?????? ??? ??? ??? ????? ???? ??-?????| ????????? ???-?????’? ??-?????| ???? ??-????? ??-??????? ??? 6 ??? 193-194.