Syaichona.net- Membaca merupakan kegiatan yang sangat membosankan bagi orang yang tidak suka. Tapi bagi yang sudah hobi, membaca malah menjadi candu yang rasanya nikmat sekali.
Seperti apa nikmatnya? Tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, karena nikmat adalah soal rasa, tidak bisa dijelaskan kecuali sudah pernah merasakannya juga.
Persis ketika Kaum Jomblo menanyakan nikmatnya penganten baru di malam pertamanya. Dijelaskan seperti apapun tidak akan pernah mewakili rasa nikmat yang sesungguhnya, kecuali Kaum Jomblo itu telah merasakannya juga.
Konon, Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid, cucu sang pendiri NU dan presiden keempat Republik Indonesia) pernah dikabarkan menghilang dari rumahnya.
Ibunya mencari Gus Dur kecil kemana-mana, sampai ke rumah-rumah tetangganya, tapi tidak kunjung ditemukan.
Setelah lelah seharian dicari-cari tidak ditemukan, ibunya kembali ke rumahnya. Ibunya kaget, ternyata Gus Dur hanya sembunyi di balik pintu rumahnya bersama tumpukan buku-buku. Beliau tengah asyik membaca, menikmati kalimat demi kalimat yang tertulis dalam buku-buku, sampai tidak merasa kalau ada yang tengah kehilangan dan mencarinya.
Gus Dur, barang kali sebagai contoh orang yang telah merasakan lezatnya membaca.
Orang yang sudah merasakan nikmatnya membaca dia tidak bisa berhenti membaca, di manapun berada dia akan terus membaca dan memburu bahan bacaan. Ketika berjumpa dengan buku baru, dia seperti menemukan harta karun, atau seperti hidung belang menemukan janda rupawan.
Sehingga dia dijuluki sebagai “kutu buku,” karena kerjaannya setiap hari menggerogoti buku. Tapi bukan untuk makan buku, sehingga buku itu tidak butuh ditulisi rajah “بكيكح بكيكح بكيكح” sebagaimana kebiasaan para santri agar buku dan kitabnya tidak dimakan rayap.
Dahulu, kalau mau membaca harus mengunjungi perpustakaan, mendatangi toko buku, membeli koran di perempatan tempat lampu merah, bahkan harus rela memungut sobekan-sobekan koran yang ada di tempat sampah sisa bungkus nasi.
Saat ini, bahan bacaan tidak selalu ada di buku, tapi sudah banyak yang berpindah ke kantong-kantong kita, bahkan setiap waktu ada di genggaman kita lewat alat kecil berupa Smartphone.
Bahkan setiap hari kita dikejar-kejar bahan bacaan, sehingga sulit untuk memilih mana yang mau kita baca lebih dulu.
Ada mesin Google yang menyediakan berjuta bahan bacaan, tinggal kita cari kata kuncinya. Ada aplikasi Ipusnas, sebagai perpustakaan resmi Republik Indonesia yang berbasis online. Ada aplikasi Whatpat, aplikasi Ketix bahkan di beranda Facebook, saban hari teman-teman kita menyuguhkan tulisan-tulisan segar kaya manfaat. Semua itu mudah, murah dan gratis.
Tapi bagi orang yang tidak senang membaca, tetap saja membaca adalah dianggapnya sebagai kegiatan yang menjenuhkan, meski setiap detik hidupnya selalu diserbu bahan bacaan.
Seperti tulisan ini, orang yang malas membaca tidak akan meneruskan membaca sampai selesai.
Padahal jika tahu, membaca itu sangat besar manfaatnya, baik bagi kesehatan, kecerdasan dan kepribadian.
Menurut pengalaman saya pribadi, orang yang senang membaca akan menambah pengetahuannya, memperluas wawasannya, menumbuhkan kecerdasannya, memperkaya kosa katanya, menguatkan ingatannya dan lebih peka terhadap keadaan sekitarnya.
Punya HP dan akun sosial media tapi tidak suka membaca, menurut hemat saya seperti dijelaskan dalam al-Quran,
كَمَثَلِ ٱلۡحِمَارِ یَحۡمِلُ أَسۡفَارَۢاۚ
“Seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS. al-Jumu’ah 5)
Sebuah perumpamaan terhadap orang-orang Yahudi yang membawa Kitab Taurat, kemudian tidak mengamalkan isinya, sehingga tidak bisa mengambil manfaat dari apa yang mereka bawa.
Itu kalau yang dipegang kitab Taurat masih lebih mendingan walaupun tidak dibaca, sebab isinya adalah kebaikan semua, memegangnya pun juga baik.
Tapi kalau HP, isinya tidak baik semua. Justru lebih banyak buruknya daripada baiknya.
Saat ini sudah banyak bermunculan metode-metode atau tips-tips membaca buku efektif, contohnya seperti; metode scanning, selecting, skipping dan metode efektif lainnya. Itu semua menandakan bahwa membaca itu teramat sangat penting.
Kalau bertanya dalil tentang anjuran membaca, sudah sangat terang bederang ayat pertama dalam al-Quran adalah seruan membaca.
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِی خَلَقَ (١) خَلَقَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مِنۡ عَلَقٍ (٢) ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ (٣) ٱلَّذِی عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ (٤) عَلَّمَ ٱلۡإِنسَـٰنَ مَا لَمۡ یَعۡلَمۡ (٥)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Berikut cerita tentang sejarah pendidikan formal saya yang kurang baik. Tapi akhirnya saya gemar membaca.
Saya tidak tamat di Sekolah Dasar (SD), alias berhenti waktu kelas 4. Tapi berkat kepala sekolah baru akhirnya saya masuk sekolah lagi meski harus loncat ke kelas 6 dan langsung lulus dapat ijazah.
Untuk SMP, SMA dan yang sederajat, saya tidak pernah menyicipi sama sekali. Hanya, saya pernah ikut paket B dan C, itu pun teman saya yang mengerjakan tugas ketika ujian. Dan berkat kejar paket B, paket C dan bantuan dari teman saya itu, akhirnya saya bisa masuk ke perguruan tinggi jurusan PBA (Pendidikan Bahasa Arab).
Untuk mengejar ketertinggalan itu lalu saya mulai memaksakan diri untuk senang membaca. Di pesantren saya tinggal di perpustakaan bukan di asrama, agar setiap hari bisa membaca buku.
Di perpustakaan itu setiap hari saya membaca buku, buku apa saja yang ada, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Ketika sekolah libur, saya habiskan waktu untuk membaca dan membaca, hanya berhenti shalat dan makan.
Kemudian saya menawarkan diri untuk menjadi redaktur majalah pesantren. Tujuannya agar saya bisa menulis di majalah itu, dan dengan sendirinya akan memaksa saya untuk terus membaca.
Dan berkat membaca itu pula, Puji Syukur kepada Allah saya bisa menulis tulisan ini.
Oleh: Shofiyullah_el-Adnany