Syaichona.net- Keberadaan seorang wali sangat sulit untuk dikenali, bahkan lebih sulit daripada mengenali Allah SWT. Sebab Allah SWT bisa dikenali dengan sifat-sifatnya yang indah dan sempurna, sedangkan seorang wali sama seperti kita makan dan tidur, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas.
Namun meski demikian, seorang wali ada tanda-tandanya yang mana tanda kewalian itu ada tiga.
وقيل علامة الولي ثلاثة : شغله بالله تعالى، وفراره إلى الله تعالى، وهمه إلى الله عز وجل
“Tandanya orang wali adalah selalu sibuk dengan Allah, lari kepada Allah SWT dan tujuannya hanya kepada Allah SWT.”
ويقال : صفة الولي ان لا يكون له خوف لأن الخوف ترقب مكروه يحل في المستقبل أو انتظار محبوب يفوت في المستأنف والولي ابن وقته ليس فيه مستقبل فيخاف شيأ وكما لا خوف له ولا رجاء له لأن الرجاء انتظار محبوب يحصل أو مكروه يكشف.
Dikatakan pula, bahwa kriteria seorang wali, harus tidak mempunyai perasaan cemas. Karena perasaan cemas itu berasal dari penantian akan terjadinya sesuatu yang tidak disenangi pada masa-masa mendatang, atau penyesalan akan hilangnya kesenangan pada masa-masa yang sudah lewat. Sedangkan wali adalah anak waktu, ia tidak pernah berandai-andai tentang masa-masa mendatang. Sebagaimana tidak mempunyai rasa cemas, seorang wali juga tidak punya harapan. Karena yang namanya harapan adalah sebuah penantian akan tercapainya kesenangan atau akan hilangnya kesusahan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Yunus.
أَلَاۤ إِنَّ أَوۡلِیَاۤءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡهِمۡ وَلَا هُمۡ یَحۡزَنُونَ
“Ingatlah wali-wali Allah SWT itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS Yunus 62).
Lalu ketika ada wali yang jadab, sehingga tindakannya menyalahi syari’at, maka sikap kita harus seperti keterangan di bawah ini.
وسلم من جذب لكن مع الإنكار فيما وقع مخالف للأمر حفظا مشرعا. قال إبن التلمساني : فلا تلم السكران في حال سكره فقد رفع التكليف في سكران عنا إلى أن قال الشيخ محمد حسين بن علي المالكي فقد أبرم إلى المعصية بالاكراه كالساقط من شاهق
Serahkan kepada Allah SWT urusan orang jadab, namun ingkarilah perbuatan-perbuatannya yang tidak sesuai dengan perintah Allah SWT, karena bagaimanapun juga kita harus menjaga syari’at Allah SWT. Syaikh Ibnu Tilmisani berkata, “Jangan engkau cela orang yang sedang mabuk cinta, karena orang yang mabuk cinta itu bebas dari tuntutan syara’.” Kemudian Syaikh Muhammad Husain Ali al-Maliki berpendapat, “Mereka (orang-orang jadab) melakukan maksiat karena tidak bisa menghindar, ibarat orang yang terpelanting dari tempat yang tinggi.
Dari itu, jika kita menjumpai orang aneh, jangan terlalu cepat menganggap orang itu wali. Dan sebaliknya, jangan terlalu mudah memvonis orang itu gila.
Sebab tidak ada seorang wali Allah SWT kecuali dia telah diberi ilmu oleh Allah SWT, karena dia adalah kekasih Allah SWT. Namun kadang juga menjadi jadab, sehingga tidak terkontrol tindakannya.
Konon, ketika KH.R As’ad Syamsul Arifin mengantarkan tasbih dan tongkat kepada Haratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari atas perintah Syaikhana Khalil Bangkalan, di tengah perjalan beliau dibilang wali oleh orang-orang, dan juga dibilang gila oleh sebagian yang lain. Dan beliau mengatakan sama-sama tidak benarnya mulut orang-orang tentang beliau.
Dan tidak seorang pun mengetahui tentang kewalian seseorang, kecuali dia berstatus wali juga.
Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat.
Oleh : Shofiyullah el_Adnany
Publisher : Fakhrul
Referensi : Sirajut Thalibin | Syaikh Ihsan bin Dahlan al-Jampesi | Hal 17 dan 32 | Juz I
Referensi : Inaratud Duja Syarh Tanwirul Hija | Musthafa Al-Baa Bi Al-Halabi | Hal 209