Syaichona.net- Tawaduk atau rendah hati memang menjadi syarat utama bagi seorang santri. Jangan harap ilmu didapat apabila seorang santri memiliki sifat Takabur (sombong). Ibarat air yang selalu mengalir ke dataran yang rendah, begitu juga ilmu akan terus mengalir pada hati yang lebih rendah (tawaduk). Seorang penyair berkata dengan langgam Bahar Kamil:
العلمُ حَرْبٌ لِلْفَتَى المُتَعَالِى # كالسَّيْلِ حرب لِلْمَكانِ العَالِى
“Ilmu adalah musuh bagi pemuda yang sombong # bagaikan banjir musuh bagi dataran tinggi.”
Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantaniy al-Jawiy (w. 1315 h) dalam kitab Qutu al-Habib al-Gharib, Tausyikh ala Fathu al-Qarib al-Mujib menjelaskan:
إن العلم لا يصل ولا يتمكن الفتى المتكبر، كما أن السيل لا يصل ولا يعلو على المكان المرتفع
“Ilmu tidak akan pernah sampai dan diperoleh oleh pemuda yang sombong, sebagaimana air tidak akan pernah sampai dan naik pada dataran tinggi.”
Dalam lafadz al-‘ilmu sendiri terdapat isyarat tentang keharusan tawaduk bagi santri. Huruf “ain” dalam lafadz al-‘Ilmu berharkat kasrah. Harkat kasrah menunjukkan kerendahan hati. Yaitu selalu merendahkan diri dihadapan orang lain, terbih di hadapan seorang guru. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantaniy dalam kitab yang sama, beliau mengatakan:
ومن الطائف الإشارة أن أول حرف من العلم والغنى والخصب مكسور إشارة إلى أن صفات العلو الحسنة ، إنما تنال بالانخفاض بخلاف أضدادها من الجهل والفقر والجدب، فإن أول حرف منها مفتوح إشارة إلى أن الصفات القبيحة بنصب النفس كما قال بعضهم : الظهور يقصم الظهور، أي إن ظهور النفس يكسر الظهور.
Salah satu isyarat yang tersirat dalam hal tersebut. Sesungguhnya harkat huruf pertama (Arab) dari kata al-Ilmu (ilmu), al-Ghina (kaya), dan al-Khishbi (subur) adalah kasrah. Kasrah ini menunjukkan pada sifat agung dan baik hanya bisa didapatkan dari rendah hati. Berbeda dengan antonim dari ketiga kata tersebut, yakni al-Jahlu (kebodohan), al-Faqru (fakir), dan al-Jadbu (kegersangan). Permulaan harkat dari lafadz-lafadz tersebut adalah fathah. Fathah menjadi isyarat bahwa sifat-sifat tersebut tercela yang lahir dari kecongkaan diri sebagaimana yang dikatakan sebagian ulama:
الظُّهُورُ يَقْصِم الظُّهُورَ
“Menonjolkan diri (sombong) dapat memecahkan (tulang) punggung”.
Waallahu A’lamu
Penulis : Abdul Adzim
Referensi : Fakhrul
Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawiy| Qutu al-Habib al-Gharib, Tausyikh ala Fathu al-Qarib al-Mujib| Daru al-Kutub al-Ilmiyah 15-16.