Cinta, lagi-lagi tentang cinta. Membahas tentang cinta sama halnya dengan mengarungi lautan yang tak bertepi, karena semakin dalam pembahasannya maka semakin jauh pula ujungnya. Terlebih bagi para pemuda pemudi yang sedang dilanda kasmaran. Saking kuatnya pengaruh cinta ini, ulama’ mengatakan bahwa orang yang mati karena menahan rasa cintanya dianggap mati syahid.
Namun perlu di ketahui bahwasanya syahid di sini tidak seperti syahid memerangi orang-orang kafir, namun hanya sebatas syahid akhirat saja. Adapun perbedaan-perbedaan orang yang mati syahid sebagaimana berikut.
- Syahid dunia akhirat adalah orang yang mati sebab memerangi orang kafir dengan maksud untuk menegakkan agama Allah SWT. Syahid seperti inilah yang istimewa karena orang yang mati seperti demikian tidak perlu dimandikan, sebab jika di mandikan maka akan menghilangkan bekas darah yang berada di tubuhnya yang mana bekas darah orang mati syahid itu lebih harum daripada bau minyak misyik dan juga tidak perlu disholati karena telah mendapat maghfiroh atau ampunan dari Allah SWT.
- Syahid dunia saja, orang yang mati seperti ini adalah orang yang mati sebab memerangi orang-orang kafir namun dengan maksud ingin mengambil harta rampasan, bukan karena untuk li i’lai kalimatillah. Akan tetapi, meskipun demikian, dia tetaplah dianggap mati syahid. Dan cara mentajhisnya pun sama dengan mayit pada umumnya yakni di mandikan, disholati, dikafani dan dikuburkan.
- Syahid akhirat saja, sebagian ulama’ mengatakan bahwa syahid akhirat ini ada tujuhpuluh macam, diantaranya adalah mati karena tenggelam, mati karena kebakaran, mati karena sakit perut dan lain-lain, termasuk pula orang yang mati syahid akhirat adalah orang yang mati karena menahan rasa cinta yang menggebu-gebu dihatinya. Dia lebih memilih diam daripada mengungkapakannya karena khawatir akan terjatuh terhadap perkara yang di haramkan, sehingga dia tersiksa dengan cintanya sendiri sampai ajal menjemputnya.
Karena besarnya pengorbanan para pecinta itu, dan karena kuatnya keimanan mereka, sampai-sampai ulama’ membuat syair yang memuji-muji terhadapnya. Adapun syairnya sebagai berikut :
كفى المحبين في الدنيا عذابهم # تا الله لاعذبتهم بعدها سقر
بل جنة الخلد مأواهم مزخرفة # ينعمون بها حقا بما صبروا
فكيف لا ,وهم حبوا وقد كتموا # مع العفاف ؟ بهذا يشهد الخبر
يأووا قصورا ,وما وفوا منازلهم # حتى يروا الله ,في ذاجاءنا الأثر
“Cukuplah di dunia saja siksaan bagi para pecinta # demi Allah, setelah itu neraka tidak akan menyiksanya.
Akan tetapi surgalah yang akan menjadi tempat kembalinya # mereka berhak mendapatkannya sebab kesabarannya
Bagaimana tidak, mereka mencintai tapi mereka menahannya # serta menjaganya dari perkara haram? Dengan inilah kabar untuk mereka
Mereka akan menempati istana-istana di surga, dan tidaklah cukup tempat bagi mereka # sehingga mereka melihat Allah SWT...”
Kira-kira seperti itulah maknanya
Saking besarnya pengaruh cinta, ketika samnun berbicara tentang cinta, lampu-lampu masjid menjadi pecah semua, Tutur Ibnu Maruq ketika menceritakan tentang samnun, yang mana samnun ini adalah murid dari as- Saqathi yang dalam tasawuf dia lebih mengedepankan mahabbah (cinta) dari pada makrifat.
Bahkan dalam kisah lain disebutkan, “Suatu hari Samnun duduk di dalam masjid. Dia berbicara tentang cinta. Tiba-tiba seekor burung kecil datang mendekatinya, lalu burung itu semakin dekat sehingga hinggap di tangannya. Tak lama berselang, burung itu mematukkan paruhnya ke tanah sampai darah mengalir, kemudian burung itu pun mati.”
Maka dari itu, jika seseorang mampu menahan rasa cintanya karena khawatir akan terjerat dalam perkara yang haram sampai dia mati karenanya, maka sangat layak sekali baginya untuk dijuluki sebagai syahid. karena dia telah mampu mengalahkan hawa nafsunya, yang mana nafsu merupakan musuh kedua setelah orang kafir sebagaimana sabda Rosulullah SAW ketika pulang dari perang badar :
رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ
“Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran yang lebih besar. Kemudian sahabat bertanya, “Apa pertempuran yang lebih besar itu wahai Rosulullah ? Rosulullah menjawab, “jihad memerangi hawa nafsu.”
Allahu A’lam….
Author : Fakhrullah, Demangan Barat Bangkalan.
Referensi :
Taqriroh As-Sadidah hal 367.
Al-Bajuri hal 468.
Ar-Risalah Al-Qusyairiyah Hal 145.