Ayam ayam sudah berkokok, udara sejuk di pagi hari menyapa santri-santri Pondok Pesantren Syaichona Moh Cholil. seperti hari-hari biasanya sehabis sholat subuh berjamaah, para santri berebut tempat paling depan untuk mengaji langsung kepada Al-Mukarrom RKH. Fakhrillah Aschal yang bertempat di halaman pondok pesantren. Adapun kitab yang diajarkan adalah kitab Nasho’ihul Ibad, Al-Adzkar Imam Nawawi, Minhajul Abidin dan Tafsir Jalalaini.
Dalam pengajian minggu kemaren beliau menjelaskan tentang tanda-tanda tulusnya cinta seorang makhluk, baik kepada tuhannya ataupun kepada lawan jenisnya.
Dalam kitab Nasho’ihul Ibad beliau menjelaskan :
والمقالة السابعة والأربعون عن النبي عليه الصلاة والسلام انه قال صدق المحبة في ثلاثة خصال ان يختار كلام حبيبه على كلام غيره ويختار مجالسة حبيبه على مجالسة غيره ويختار رضا حبيبه على رضا غيره
“Maqolah ke empat puluh tujuh, Rosulullah SAW bersabda Tanda tulusnya cinta seseorang itu ada tiga, yaitu lebih memilih perkataan kekasihnya daripada perkataan orang lain, lebih memilih duduk di majelis orang yang dicintainya daripada duduk dimajelis orang lain, dan lebih memilih ridho kekasihnya daripada ridho orang lain.”
Dari sabda nabi tersebut sangat jelas sekali bahwa ketika seseorang sudah mencintai tuhannya maka dia akan cendrung menuruti segala perintahnya, akan cendrung memilih duduk dimajelisnya yaitu bersama para Aulia’ was Sholihin daripada ditempat lain dan cendrung akan lebih memilih melakukan sesuatu yang diridhoi tuhannya daripada mengerjakan yang lain.
Hal itu tidak dapat di pungkiri adanya. Karena itu merupakan suatu refleksivitas sorang manusia ketika mencintai sesuatu. contoh saja, ketika seorang pemuda mencintai seorang perempuan, maka dia juga akan mencintai apa yang disukai oleh perempuan tersebut, bahkan yang awalnya tidak disukai, akan disukainya. karena menurut Imam Nawawi ketika seseorang mencintai sesuatu maka dia akan menjadi budaknya.
Maka dari itu, berhati-hatilah ketika mencintai makhluk, karena di khawatirkan ketika mencintai makhluk terlalu berlebih-lebihan maka segala sesuatu yang diinginkan oleh kekasihnya itu akan dipenuhinya tanpa melihat apakah itu di larang oleh syariat atau tidak. Sehingga sangat benar sekali perkataan kaum remaja yang mengatakan bahwa “Cinta Itu Buta” iya buta, yakni buta dari perkara yang haq dan yang batil.
Beda dengan mencintai Allah SWT dan Rasulnya, sebab di dunia ini tidak ada cinta yang perlu di pertahankan mati-matian kecuali mencintai Allah SWT dan Rosulnya. sehingga mencintai keduanya boleh berlebihan, dan juga memang sudah selayaknya bagi seorang hamba agar lebih mencintai keduanya, sebab tanpa mencintainya, seorang hamba tidak akan bisa merasakan nikmat yang telah di anugerahkan kepadanya, dan tidak akan merasakan kasih sayang Rosulullah SAW padanya.
Terakhir, beliau RKH. Fakhrillah Aschal menuturkan bahwa “Jika seseorang masih merasa memiliki beban dalam melakukan ibadah, maka dia belum mencicipi yang namanya mahabbah.”
Mengapa demikian?, karena seorang hamba ketika ibadahnya hanya dikerenakan untuk menggugurkan kewajiban saja, maka dia akan merasa berat untuk melakukkannya meskipun hal itu tidak dilarang oleh agama. Berbeda dengan orang yang ibadah karena ingin bertemu dengan tuhannya, karena ingin bermunajat kepada tuhannya, karena rindu kepadanya, maka seberat apapun ibadah yang dia lakukan, sebanyak apapun ibadah yang dia lakukan, dia tidak akan merasa lelah ataupun bosan. Allahu a’lam…
Oleh : Fakhrullah