CINTA RASULULLAH ﷺ PADA UMATNYA TIDAK ADA DUANYA

oleh -4,574 views

Syaichona.net- Syaikh Abi Abdillah bin Qasim ash-Sharra’ (w. 894 h) dalam kitab Tadzkiratu al-Muhibbin Syaru Asma’i Sayyidi al-Mursalin mengatakan: “Di antara nama-nama Nabi Muhammad ﷺ adalah Nabiyu ar-Rahmah (Nabi Penyayang), menurut beliau:

ومعنى نبي الرحمة: أي النبي الذي بعثه الله سبحانه رحمة للعالمين، ورءوفا بالخلق أجمعين، فبعثه الله رحمة، وشريعته رحمة، وأفعاله رحمة، وأخلاقه رحمة، وبشارته رحمة، ونذارته رحمة، وجمع ما قاله أو فعله أو تحرك به رحمة وحياته رحمة ومماتي رحمة قال: (حياتي رحمة لكم ومماتي رحمة لكم) الحديث. فشمائله كلها رحمة لعباد الله، ومنه من الله على خلق الله، وهداية إلى خلق الله. قال : (إنما أنا رحمة مهداه)

Arti dari Nabiyu ar-Rahmah (Nabi Penyayang): adalah Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah ﷻ sebagai rahmat bagi semua alam semesta, berbelas kasih pada seluruh makhluk. Maka dari itu, Allah ﷻ mengutus beliau sebagai rahmat, syari’at (ajaran)nya rahmat, perbuatannya rahmat, etikanya rahmat, kabar beritanya rahmat, nadzarnya rahmat, semua apa yang diucapkan, dikerjakan atau geraknya rahmat, hidup dan matinya rahmat. Rasulullah ﷺ bersabda:

حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم، تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.

“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah ﷻ. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah ﷻ buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafidh Isma’il al-Qaadli pada Juz’u al-Shalaati ‘ala al Nabiyi ﷺ. Al-Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al-Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih dengan komentarnya : hadits diriwayatkan oleh al-Bazzar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits shahih). Nabi ﷺ bersabda:

إنما أنا رحمة مهداة

“Aku ini hanya rahmat yang dikaruniakan dan dihadiahkan” (HR. al-Darimi dan Baihaqi dari Abu Hurairah ra.).

Syaikh Muhammad bin Abdurrahman bin Zikri al-Fasy (w. 1144 h) dalam kitab al-Ilmam wa I’lam binaftsati min Bukhuri Ilmi Ma Tadhammanatu Shalati al-Quthbi Muwlana Abdussalam dan Syaikh Muhammad Fatha bin Muhammad Kannun (w. 1326 h) dalam kitabnya Hilli al-Aqfal li Qirati Jawahirah al-Kamal karya Syaikh Ahmad Tijany (w. 1224 h) mengatakan:

Dalam hadits yang lain riwayat Anas bin Malik ra, dari Rasulullah ﷺ bersabda:

ألا! إني لكم بمكان صدق حياتي، فإذا مت لا أزال أنادي في قبري: ” يا رب أمتي أمتي ” حتى ينفخ في الصور النفخة الأولى، ثم لا تزال لي دعوة مجابة حتى ينفخ في الصور النفخة الثانية.

“Ingatlah, sesungguhnya aku bagi kalian menempati tempat semasa hidupku. Ketika aku telah mati, aku akan selalu menyerukan (pada Allah ﷻ) dalam kuburunku: “Ya Rabb, umatku umatku” hingga Sangkalala yang pertema ditiup, kemudian terus menerus permintaan (doa)ku terkabulkan hingga Sangkalala yang kedua ditiditiup.” (Al-Jami’ ash-Shaghir, Jalaluddin as-Suyuthi, Daru al-Fikr juz 3 hal 369).

Dalam kitab ar-Raudhatu al-Azhar karya Sayyid Abdurrahman ats-Tsa’alabiy dari Sayyidah Aisyah ra, beliau berkata:

لما رأيت من النبي صلى الله عليه وسلم طيب نفس قلت: يا رسول الله ادع الله لي. فقال: اللهم اغفر لعائشة ما تقدم من ذنبها وما تأخر وما أسرت وما أعلنت، فضحكت عائشة حتى سقط رأسها في حجرها من الضحك فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أيسرك دعائي فقالت. وما لي لا يسرني دعاؤك فقال والله إنها لدعوتي لأمتي في كل صلاة.

“Manakala aku melihat Nabi ﷺ sedang senang, aku berkata: “Duhai Rasulullah ﷺ, tolong do’akan aku?”. Lalu Nabi bersabd: “Ya Allah ampuni dosa-dosa Aisyah, yang dulu maupun yang akan datang, yang tersembunyi maupun yang tampak”. Sayyidah Aisyah ra pun tertawa hingga kepalanya rebah di pangkuan Rasulullah ﷺ karena tertawa. Lalu beliau bersabda: “Apakah kau senang dengan doaku tadi?”. Sayyidah Aisyah ra menjawab: “Bagaimana mungkin aku tidak senang didoakan olehmu?”. Lantas Nabi ﷺ bersabda: “Itulah doa yang aku panjatkan kepada Allah ﷻ untuk umatku pada setiap shalat”. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya).

Doktor Muhammad bin Muhammad al-Mahdi at-Tamsamaniy dalam kitabnya Riyadhu ar-Raqaiq wa Hiyadhu al-Haqaiq ala Shalati al-Quthbu al-Faiq Muwlana Abdissalam bin Masyisy menambahkan:

ولهذا ونحوه، تعلم أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قد أحسن إلينا إحساناً لا يماثله إحسان محسن من آبائنا وأحبابنا وأقاربنا، إذ هو السبب فى وجودنا، وبقاء مهجنا وأرواحنا، وتخليدنا في نعيم المقيم إن شاء الله تعالى.
ولعجزنا عن مكافأته على عظيم إحسانه، أسندنا الصلاة عليه إلى خالقه تعالى القادر على كل إحسان. ومن عرف أن كل خير ديني أو دنيوي إنما وصل إلينا على يده صلى عليه وآله وسلم، وأن الإحسان الذي توسط لنا فيه لا يماثله إحسان، أحبه صلى الله عليه وآله وسلم لامحالة، ففي الحديث: رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: (جبلت القلوب على حب من أحسن إليها). والمحسن وإن كان هو الله تعالى ( وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ) لكن المسبب يتوقف على السبب، والموسوط يتوقف على الواسطة فلو لا الواسطة لذهب الموسوط.

“Karena hadits ini dan lainnya, engkau akan mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ telah berbuat baik kepada kita semua dengan kebaikan yang tiada banding, mengalahkan kebaikan yang dilakun orang-orang yang telah berbuat baik (pada kita) seperti orang tua hingga leluhur, para kekasih dan para karabat kita. Karena dia (Rasulullah ﷺ) adalah penyebab keberadaan kita, jiwa, ruh dan keabadian kita berada dalam surga kenikmatan kelak insyaallah. Dan karena kelemahan kita untuk bisa menyamai keagungan kebaikannya, maka layaklah shalawat kita kepadanya disadarkan kepada Sang Pencipta Yang Maha Kuasa atas segala kebaikan.

Barang siapa yang telah mengetahui bahwa semua kebaikan, baik agama atau dunia yang sampai pada kita tidak ada lain melalui tangan Rasulullah ﷺ dan barang siapa yang tahu bahwa sesungguhnya kebaikan yang kita terima melalui pelantarannya adalah suatu yang tidak mungkin bisa terbalaskan. Maka secara pasti kita wajib mencintainya.

Dalam sebuah hadits disebutkan: “Tabiat hati adalah cenderung mencintai orang yang berbuat baik padanya …” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6: 2985, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 4: 131, al-Jami’ ash-Shogir 3580. As-Suyuthi mengatakan hadits ini dho’if). Orang uang berbuat baik meski hakikatnya adalah Allah ﷻ sebagaimana firman-Nya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah ﷻ-lah (datangnya)” (QS. An-Nahl: 53). Tetapi suatu yang disebabi butuh pada penyebab dan sesuatu yang dipelantarai butuh pada pelantara. Seandainya tidak ada pelantara niscanya sesuatu yang dipelantarai akan sirnah.” Waallahu A’lamu.

Penulis: Abdul Adzim

Referensi:

✍️ Syaikh Abi Abdillah bin Qasim ash-Sharra’| Tadzkiratu al-Muhibbin Syaru Asma’i Sayyidi al-Mursalin| Darul al-Kutub al-Ilmiyah hal 128.

✍️ Syaikh Muhammad bin Abdurrahman bin Zikri al-Fasy| Al-Ilmam wa I’lam binaftsati min Bukhuri Ilmi Ma Tadhammanatu Shalati al-Quthbi Muwlana Abdussalam| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 265.

✍️ Syaikh Muhammad Fatha bin Muhammad Kannun| Hilli al-Aqfal li Qirati Jawahirah al-Kamal karya Syaikh Ahmad Tijany| Darul al-Kutub al-Ilmiyah hal 96.

✍️ Doktor Muhammad bin Muhammad al-Mahdi at-Tamsamaniy| Riyadhu ar-Raqaiq wa Hiyadhu al-Haqaiq ala Shalati al-Quthbu al-Faiq Muwlana Abdissalam bin Masyisy| Darul al-Kutub al-Ilmiyah hal 154.

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.