Hari Kemerdekaan atau Hari Ulang Tahun (HUT) RI adalah momen yang paling tepat menumbuhkan rasa Nasionalisme atau Cinta Tanah Air. Namun bagaimanakah sejatinya Nasionalisme atau Cinta Tanah Air yang sesungguhnya?
Syaikh Musthafa bin Muhammad Salim al-Ghaliyini. Seorang sastrawan Arab, penyair, orator, gramer (ahli tata bahasa), politikus, dan juga jurnalis (wartawan) yang kelahiran 1303 H/1886 M dan wafat 1364 H/1945 M dalam kitabnya Idhatun An-Nasyi’in (Wejangan Untuk Para Generasi Muda) mengatakan:
الوطنية الحق هي حب إصلاح الوطن، والسعي في خدمته والوطني كل الوطني من يموت ليحيا وطنه ويمرض لتصح أمته.
Artinya :”Nasionalisme yang benar adalah kecintaan berusaha untuk kebaikan negara dan bekerja demi kepentingannya. Sedangkan orang yang Nasionalis sejati adalah orang yang rela mati demi tegaknya negara dan rela sakit demi kebaikan rakyatnya.”
Kata beliau: “Belum pernah saya merasa heran, melebihi keheranan saya terhadap orang yang mengaku berjiwa nasionalisme dan mengklaim bahwa dia telah berkorban dengan darah dan hartanya demi negara. Namun, orang tersebut ternyata berupaya keras merobohkan benteng-benteng pertahanan negara dengan berbagai macam tindakan kesewenang-wenangan.
Tidak setiap orang yang menganjurkan semangat nasionalisme itu berjiwa nasionalisme sejati. Sebelum engkau melihatnya sendiri ia telah melakukan pekerjaan yang dapat menghidupkan negara dengan mengorbankan segala miliknya yang berharga dan yang tidak berarti demi kejayaan negara, mau berusaha bersama orang lain untuk menjunjung tinggi martabat negara, serta bekerja keras bersama kawan-kawan senasib membela dan menjaga keutuhan negaranya.
Adapun orang yang berusaha melakukan sesuatu yang dapat melemahkan kekuatan negara, dan mematahkan sendi-sendinya, maka dia masih jauh disebut orang nasionalis. Meskipun dia telah berteriak-teriak dengan suara yang dapat didengar ke seluruh penjuru negeri dan berulang-ulang menyatakan: “Saya adalah seorang Nasionalis Sejati.”
Perlu diingat, bahwa putra bangsa memiliki beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhinya. Ibarat seorang anak tidak dianggap sebagai anak yang sejati sehingga dia telah melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap ayah ibunya.
Begitu pula putra bangsa tidak bisa disebut putra yang baik, kecuali jika dia mau bangkit, sanggup memikul beban, dan tanggung jawab untuk mengabdi pada negara. Mempertahankan negara dari rongrongan para penjajah dan membendung usaha-usaha para pengkhianat atau pejuang-pejuang palsu.
Di antara kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap putra bangsa adalah meningkatkan jumlah orang-orang terpelajar yang bermoral tinggi dan baik, yang telah tertanam kuat dalam hatinya hikmah atau kata mutiara yang terkenal yaitu:
حب الوطن من الإيمان
“Cinta Tanah Air itu bagian dari keimanan”.
Upaya meningkatkan jumlah orang-orang terpelajar tersebut tidak akan terwujud, kecuali dengan mengorbankan harta dengan niat demi kemaslahatan umum. Mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang dapat menghembuskan jiwa nasionalisme pada jiwa para pelajar, yang dapat menumbuhkan gagasan-gagasan mulia dan amal shaleh dalam jiwa mereka. Serta mendoktrin mereka agar terus bangkit tatkala mereka tumbuh menjadi dewasa untuk berkhidmat demi kepentingan negara yang sedang berada di ambang kehancuran, akibat ulah putra-putra negara yang tidak bertanggung jawab, yang kejahatannya melebihi kejahatan musuh-musuh yang sebenarnya.
Dari orang-orang terpelajar yang sedang tumbuh itu, akan lahir tiang-tiang penyangga yang kokoh yang dapat menegakkan kehidupan bangsa ini. Yakni, bangsa yang hampir lenyap karena kebodohan dan kehinaannya masuk dalam catatan bangsa-bangsa yang telah punah.
Manakala kaum terpelajar yang telah dididik dengan pendidikan yang benar itu tumbuh dan mulai melibatkan diri dalam kehidupan sosial, maka di antara mereka pasti ada yang membuat kejutan hebat, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, bahkan belum pernah terbayangkan dalam benak pikiran manusia sebelumnya.
Pendidikan yang baik dan benar merupakan jiwa kehidupan, dan ilmu pengetahuan merupakan darah segar suatu negara. Tidak mungkin kita hidup bahagia tanpa pendidikan yang benar dan ilmu pengetahuan. Pendidikan yang benar dapat mendorong pada usaha dan bekerja. Sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan pada jalan kebahagiaan.
Kita sangat memerlukan industri-industri dan perusahaan-perusahaan nasional, serta perdagangan yang dikelola secara nasional. Agar negara dapat mencapai kemerdekaan atau kemandirian dalam bidang ekonomi, dan terbebas dari sikap menggantungkan diri kepada pihak asing.
Barangsiapa yang berusaha memerdekaan negara, dan membebaskannya dari meminta-minta bantuan kepada pihak asing, maka dia adalah seorang Nasionalis Sejati yang layak dihormati oleh semua orang.
Selanjutnya menurut Syekh Mustofa Al-Ghalayani:
إن لكل نتيجة مقدمات. ومقدمات الاستقلال تربية الناشئين وتعليمهم، ليكونوا يد الوطن العاملة، وروحه المقومة، ودمه الجاري في عروقه، فعلموا الأولاد، تسعد البلاد.
Artinya : “Setiap hasil akhir dari usaha pasti ada pendahuluan-pendahuluannya. Sedangkan pendahuluan kemerdekaan adalah meningkatkan pendidikan dan pengajaran kepada generasi muda, agar mereka menjadi tangan-tangan atau pejabat negara yang mau bekerja. Menjadi rohnya yang kuat dan menjadi darah yang mengalir ke dalam seluruh bagian urat negara. Oleh karena itu tingkatkanlah pendidikan anak-anak maka negara pasti berjaya.
Cinta tanah air merupakan tabiat atau naluri sifat yang melekat pada jiwa setiap orang. Tidak seorangpun mengingkarinya, kecuali orang orang pembohong dan yang cemas jiwanya.
Hal yang memalingkan seseorang dari cinta tanah air, hanyalah pendidikan yang salah, ada ketidak beresan dalam cara berpikir otaknya, atau adanya darah keturunan asing. Orang semacam inilah yang memprovokasi anak bangsa agar mengobarkan api permusuhan di tanah ia dilahirkan, dibesarkan dan menikmati hasil-hasil buminya. Darah asing itulah yang membuatnya tiba-tiba merindukan tanah air yang sama sekali belum pernah dia kenal.
Di hatinya hanya ada satu negara tempat kelahiran ayah ibu dan nenek moyang mereka dilahirkan. Darah keturunan asing itulah yang menjadikan dia merindukan pada sekelompok bangsa yang belum pernah dia kenal adat istiadat, belum dia mengerti bahasanya, dan belum pernah sama sekali terjadi ikatan dengan mereka. Dia bersikap seperti itu hanya karena dia merasa bagian dari bangsa asing tersebut.
Semoga, orang yang semacam itu cukup mengetahui hal itu saja tidak sampai berusaha merampas negara yang telah memberikan tempat tinggal dan perlindungan padanya setelah negara asal mereka mencampakkannya bagaikan mencampakkan biji buah saja. Semoga tidak ada usaha dari mereka untuk mengagalkan segala upaya kebangkitan yang dibangun anak bangsa.
Terakhir beliau berpesan dan menghimbau pada segenap generasi bangsa:
فإليك، أيها النشئ الكريم، تبسط بد الرجاء فانهض رعاك الله، للعلم، وتخلق بأخلاق أسلافك، فإن الوطن يناديك: إني لك من المنتظرين
Artinya : “Wahai generasi muda semua harapan bangsa ditumpahkan kepada kalian, maka bangkitlah engkau. Giatlah menuntut ilmu. Semoga Tuhan melindungimu dan berperangailah dengan akhlak orang-orang terdahulu. Karena negara telah memanggilmu dan engkau adalah orang yang ditunggu-tunggu.”
واحذر أولئك الدساسين، وتيقظ لحبائلهم، وتنبه لشرورهم. فهم داء وطنك العضال، والسم القتال. وما نهك الوطن من قبل، وما يعمل على إضعافه من بعد، إلا هؤلاء المجرمون. فإنهم أعدى الاعداء، وأدوى الأدواء
Artinya : “Berhati-hatilah terhadap para pengkhianat perjuangan. Waspadalah terhadap jebakan- jebakan yang mereka buat. Sadarilah kejahatan-kejahatan atau perbuatan perbuatan makar mereka. Sebab mereka itu adalah penyakit negaramu yang sangat berbahaya dan racun yang mematkan. Tidak ada sebelumnya yang menyebabkan negara menjadi lumpuh total dan enggan melakukan usaha perbaikan di masa depan kecuali mereka orang-orang penghianat dan pejuang-pejuang palsu tersebut. Mereka itulah musuh yang paling jahat dan penyakit yang paling berbahaya.”
فكن عليهم الخطب النازل، والداء القاتل، والموت الزوهام، والعين التي لا تنام، وإياك أن يطيب لك المقام، قبل أن تريش السهام، وتقف بالمرصاد، لأهل الفساد، فحقق الأمل، يحي بك الوطن.
Artinya : “Jadilah engkau seperti bencana yang menghujam dahsyat, penyakit ganas, maut yang mengerikan, dan pengawas yang terus mengintai perilaku mereka. Hati-hatilah jangan sampai terpesona oleh kedudukan yang tinggi, sebelum engkau melesatkan anak panah tepat pada sasaran dan amatilah dengan waspada terhadap orang-orang yang hendak berbuat kerusakan. Teguhkanlah cita-cita, maka negara akan hidup sejahtera denganmu.”
Bung Karno dalam sebuah artikelnya yang ditulis pada tahun 1926 M pernah mengatakan:
“Nasionalis yang sejati, yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi-dunia dan riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka. Nasionalis yang bukan chauvinis, tidak boleh tidak, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit budi itu. Nasionalis yang sejati yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copy atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan, nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti,”.
Waallahu A’lamu
Penulis: Abdul Adzim
Publisher : Fakhrullah
Referensi:
✍️ Syaikh Musthafa Bin Muhammad Salim Al-Ghaliyini| Idhatun An-Nasyi’in| Daru Al-Mi’raj |Hal 78-82.
✍️ Soekarno, 1964. Nasionalisme, Islamisme Dan Marxisme, Dalam Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta: Departemen Penerangan, Pp. 1-23.