Syaichona.net- Puasa di hari hari Putih atau lebih dikenal dengan istilah puasa di ayyamil baid merupakan puasa sunnah yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW, degan dijanjikan pahala sebagaimana puasa satu tahun. banyak hadist dan pendapat para ulama atas kesunnahan puasa bidh tersebut.
Pertama diantara hadist yang menjadi dalil akan kesunnahannya adalah hadist diceritakan oleh Sahabat Milhan Al- Qaisi RA :
قال:كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا أن نصوم البيض : ثلاث عشرة واربع عشرة وخمس عشرة قال وقال هن كهيئة الدهر رواه اصحاب السنن
Artinya: Milhan berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berpuasa bidh yaitu puasa pada tanggal 13, 14 dan 15 dan beliau bersabda puasa di hari hari tersebut sebagaiman puasa setahun. Hadis riwayat Ashabussunan.
yang kedua Sohibu al-Taju al-Jami’s lil usul menyampaikan pada juz 2 hal 96 :
فإذا اردت صيام ثلاثة من كل شهر فصم الثالث عشر والذين بعده فهذا صرف الأول عن الوجوب الظاهر منه إلى الندب فتندب المحافظة على صيام البيض فانها ثلاثة من كل شهر وفي اليالي البيض ففيها المزيتان وعليه الجمهور سلفا
“Artinya: Ketika kalian ingin berpuasa tiga hari disetiap bulan maka berpuasalah di tanggal 13 dan dua hari setelahnya karena ini merupakan perubahan yang awalnya wajib menjadi sunnah sehingga disunnahkan untuk selalu berpuasa di hari bidh tersebut yaitu tiga hari di setiap bulan yang di malam harinya terang benerang dan di dalamnya terdapat dua keistimewaan, serta puasa ini sangat di jaga oleh kebanyakan ulama salaf.
Yang ketiga, Al-Imam Qul Yuby menyampaikan pendapatnya yang pendapat tersebut di kutip oleh As-Sayyid Muhammad Abdullah Al-jurdany beliau cantumkan dalam makalahnya yang bernama Fathul Allam bisyarhi Mursyidil Anam : Bahwa sebenarnaya memang disunnahkan disetiap bulan berpuasa sebanyak tiga hari dengan berlandasan hadist:
أن من صام ثلاثة ايام من كل شهر فقد صام الدهر كله
“Artinya: Sesungghnya barang siapa yang berpuasa tiga hari di setiap bulannya maka dia sama halnya telah berpuasa satu tahun penuh.
Maka Al-Imam Qulyuby, memahami hadist ini serta memadukannya dengan hadist kesunnahan yaumul bidh menghasilkan natijah bahwa jikalau sudah berpuasa di hari bidh yaitu pada tanggal 13, 14 dan 15 dia telah melakukan dua kesunnahan, pertama kesunnahan yaumul bidhnya dan yang kedua kesunnahan tiga hari di setiap bulannya.
Di tareem khususnya di pesantren yang di asuh oleh Sayyidil Habib Umar yaitu Ribat Darul Mustofa, puasa bidh ini sebagaimana Puasa Ramadhan karena di samping ini hanya sebatas anjuran dari pesantren namun secara tidak langsung puasa ini diwajibkan sebab di hari hari tersebut tidak disediakan makan pagi, makan dhuhur dan warung di dalam pesantren tidak ada yang buka kecuali setelah azhar menjelang buka puasa serta santri-santri dilarang keluar pesantren, sehingga mau tidak mau harus berpuasa.
Lantas bagaimana dengan ayyamul bidh di Bulan Dzul Hijjah yang posisi di hari ke-13 termasuk dari pada Ayyamu Attasyriq yang pada hari itu di haramkan berpuasa sunnah?. disebutakan di dalam kitab Fathul Allam yang selaras dengan redaksi dalam kitab Nihayatul muhtaj:
الأوجه كما في النهاية في مبحث صوم أيام البيض أنه في ذي الحجة يصوم السادس عشر بدل الثالث عشر لأنه من أيام التشريق وصيامها حرام وقيل لا يصوم بدله بل يسقط
“Artinya : Menurut Qoul Aujah di dalam persoalan puasa di hari-hari putih yang bertepatan pada Bulan Dzul Hijjah maka berpuasalah di tanggal enam belasnya sebgai ganti dari pada hari ke tiga belasnya karena hari tiga belas di Bulan Dzul hijjah termasuk hari ayyamuttasyriq yang berpuasa di hari tersebut hukumnya haram. Namun ada ulama yang berpendapat tidak usah berpuasa di hari ke enam belas sebagi penggantinya karena menurut beliau kesunnahanya sudah di anggap gugur”.
Maka berangkat dari ibarot tersebut bisa disimpulkan bahwa jawabannya atas persoalan tersebut adalah ulama Syafiiyah khilaf di dalam menyikapi persoalan puasa bidh di Bulan Dzul Hijjah ada yang berpendapat hukumnya sunnah berpuasa di tanggal 16 nya sebagai ganti dari pada tanggal 13 nya, pendapat ini berstatus Qaul Aujah dan ada yang berpendapat tidak usah berpuasa pada hari ke 16 nya, sebab kesunnahan tersebut sudah gugur dan tidak di sunnahkan menggantinya.
Penulis : Ismail Zain Tarem Hadramaut
Publisher : Fakhrul