Semua manusia pasti memiliki perasaan tersinggung apabila dirinya tidak di hargai, apabila dirinya di sepelekan, dan disakiti, namun juga tidak layak apabila membalasnya dengan menyakiti kembali, maka dari itu islam mengajarkan agar selalu bersabar dan tidak memiliki rasa dendam kepada sesama, karena hal itulah yang menyebabkan munculnya segala macam penyakit hati seperti iri, dengki, dendam, ghibah dan semacamnya.
Ada beberapa motivasi yang di sampaikan oleh Kh.Ismail Al-Ascholy pada acara pembukaan M3 Syaichona (Majelis Munadhoroh Wal Maktabah) 1441-1442 terkait hal tersebut agar manusia tidak mudah putus asa ketika dirinya tidak di hargai, beliau menyampaikan bahwa “suatu ketika turun ayat
وَاِذَا رَاَوْا تِجَارَةً اَوْ لَهْوًا ۨانْفَضُّوْٓا اِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَاۤىِٕمًاۗ قُلْ مَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِۗ وَاللّٰهُ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ
Artinya :Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik.
Adapun Asbabun nuzul daripada ayat tersebut adalah suatu ketika Rosulullah SAW dan para sahabatnya melakukan sholat jum’at, ketika nabi berkhutbah para sahabat berpaling meninggalkan nabi dan menuju orang-orang yang membawa dagangan, hingga tersisa hanya 13 orang sahabat yang setia mendengarkan khutbah Rosulullah SAW, diantaranya adalah para sahabat yang empat (Khulafa’ur Rosidin). Meskipun begitu, Rosulullah tetap sabar melanjutkan khutbahnya walaupun hanya dengan 13 orang sahabatnya.
Dari situ kita lihat bahwa sekelas Nabi Muhammad Saw saja, makhluk yang paling mulia bahkan mengalahkan kemuliaan para malaikat, masih di berlakukan seperti itu oleh para sahabatnya, yang mana pada saat itu para sahabat sudah beriman kepadanya, bahkan mereka adalah paling baiknya umat Muhammad SAW, sahabat yang paling buruk saja masih lebih tinggi derajatnya daripada hamba sekelas waliyullah Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ، وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ. رواه البخاري، ومسلم
Artinya :Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah masaku, lalu orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka. Selanjutnya datang kaum-kaum yang kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Artinya sebaik-baik kaum adalah masa Rosulullah SAW, kemudian masa setelahnya yakni masa tabi’in, kemudian masa setelahnya yakni masa tabi’it tabi’in dan seterusnya.
Maka dari itu sudah selayaknya bagi manusia, lebih-lebih seorang santri, agar tidak mudah putus asa dalam berdakwah ataupun menyebarkan islam meskipun dirinya selalu di sepelekan oleh orang-orang di sekitarnya, tetaplah istiqomah, dan optimis dalam menyebarkan kebaikan.”
Ungkapan beliau mengajarkan agar manusia tidak mudah BAPER (bawa perasaan) dengan artian ketika di caci tidak tumbang, dan ketika di puji tidak takabbur, jadi tetap biasa-biasa saja dan bersahaja dimanapun berada.
Author : Fakhrullah
Editor : Ach. Soim