Dzul Yadain adalah seorang sahabat yang sering kita dengar manakala kita membicarakan seputar masalah lupa dalam sholat . Dia seorang pria dari bani sulaim. Namanya, Khirbaq, menurut satu pendapat adalah Abdu Amr bin Nadhlah al khuza’i, satu pendapat lagi adalah Amr bin abdu wadd. Laqob “dzul yadain” disandangnya karena ia mempunyai dua tangan yang panjang (dari ukuran manusia normal) [Umdatu al-Qari fi Syarhi Shahih al-Bukhariy, juz, 4. hal, 387].
Dalam tulisan ini, saya tertarik mengkaji hadits Dzul Yadain melalui keterangan yang telah diberikan oleh para ulama’ berkenaan dengan istinbath (pengambilan hukum) yang dilakukan oleh para mujtahid dari hadist tersebut. Kita akan mendapati bahwa para pakar ushul dan fuqaha dengan segala kemampuannya berhasil menemukan banyak embrio pengetahuan hukum yang berkaitan dengan hadist ini seperti Ushuluddin, ushul fiqh, dan pastinya ilmu fiqih.
Berikut adalah kisah Dzul Yadain sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya.
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ قَالَ حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا قَالَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّه غَضْبَانُ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَوَضَعَ خَدَّهُ الْأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَخَرَجَتْ السَّرَعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالُوا قَصُرَتْ الصَّلَاةُ وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ فِي يَدَيْهِ طُولٌ يُقَالُ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ الصَّلَاةُ قَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ فَقَالَ أَكَمَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالُوا نَعَمْ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى مَا تَرَكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ فَرُبَّمَا سَأَلُوهُ ثُمَّ سَلَّمَ فَيَقُولُ نُبِّئْتُ أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ ثُمَّ سَلَّمَ
Hadits yang diriwyatkan dari Muhammad bin Sirin dari Abi Hurairah ra. Beliau berkata ” Rasulullah ﷺ sholat dengan kami salah satu sholat sore hari (dhuhur atau ashar rawi ragu-ragu), ibnu Sirin berkata: Abu Hurairah ra menyebutkan nama sholat tersebut tapi aku lupa (sholat apa yang dimaksud). Kemudian beliau ﷺ sholat dengan kami dua roka’at kemudian salam, lalu Rasulullah ﷺ berdiri (dan berjalan) menuju sebuah kayu yang melintang di dalam masjid. Kemudia beliau bersandar diatasnya seakan-akan beliau sedang murka. Rasulullah Saw meletakkan tangan kanannya dan beliau merapatkan jari-jarinya. Orang-orang yang tergesa-gesa keluar dari pintu-pintu masjid dan mereka berkata: ” shalatnya pendek (diqashor)”. Di dalam kaum itu terdapat Abu Bakar dan Umar, namun keduanya segan untuk bertanya pada Rasulullah ﷺ. Ada seseorang yang mempunyai tangan yang panjang, ia disebut Dzul yadain, ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ: “Ya Rasulullah apakah engkau lupa ataukah sholatnya diqashar?”. Rasulullah ﷺ menjawab: ” Aku tidak lupa, dan shalatnya tidak diqashar”. Lalu Rasulullah ﷺ bertanya (kepada orang-orang yang hadir): “Apakah seperti yang dikatakan Dzul Yadain?”. Para shahabat menjawab: “Benar”. Maka Rasulullah ﷺ maju lalu shalat (melakukan) apa yang beliau telah tinggalkan, kemudian salam. Lalu, beliau ﷺ bertakbir dan bersujud seperti sujudnya (dalam shalat) atau lebih lama. Kemudian beliau mengangkat kepala dan takbir lalu sujud sebagaimana beliau bersujud atau lebih lama, kemudian beliau mengangkat kepala dan bertakbir. Para sahabat ada yang bertanya: “apakah Rasulullah ﷺ mengucapkan salam?” . Abu Hurairah berkata: ” Aku diingatkan bahwa Imran bin Hushain berkata: Rasulullah ﷺ mengucapkan salam“.
Pertama, pengetahuan yang berhubungan dengan Ushuludin.
Apakah Seorang Nabi Bisa Lupa?
Hadits ini mengindikasikan bahwa “lupa” juga terjadi pada Rasulullah ﷺ. Hal ini adalah pendapat mayoritas ulama’. Hadits lain yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud menegaskan hal ini:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي
Aku hanyalah manusia seperti kalian, aku bisa lupa seperti halnya kalian lupa. Jika aku lupa maka ingatkanlah aku (HR. Bukhari dan Muslim) Dari Hadits Ibnu Mas’ud tersebut Jumhur Ulama’ berpendapat bolehnya terjadi lupa pada diri Rasulullah dalam masalah pekerjaan dan ibadah (al-af’al wal ibadat). Namun, ulama sepakat bahwa keadaan lupa tersebut tidak akan menetap pada diri Rasulullah ﷺ (istiqrar) akan tetapi Allah ﷻ akan memberi tahu Rasulullah ﷺ tentang hal beliau lupakan.
Imam An-Nawawi menjelaskan (Syarah an-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, 5/61-62); bahwa lupa yang terjadi pada Rasulullah ﷺ tidak bertentangan dengan sifat dan tugas kenabian, bahkan lupa yang terjadi pada Rasulullah ﷺ membuahkan faedah penjelasan tentang hukum yang berkaitan dengan lupa. Sedangkan lupa dalam pembicaraan (aqwal), ulama’ sepakat bahwa hal itu tidak mungkin terjadi pada diri Rasulullah ﷺ. (lihat Syarhus Suyuthi ala Muslim, 2/241, Syarhun Nawawi ala Muslim, 2/61-61, Ihkamul Ahkam, 2/21-22).
Kedua, pengatahuan yang berhubungan dengan fiqih atau hukum-hukum fiqih.
Ibnu Daqiq al-‘Id mengidentifikasi belasan masalah yang bisa diambil pemahamannya dari hadits Dzul Yadain ini beserta penjelasan wajhul istinbathnya. Berikut kami sampaikan secara ringkas sebagian dari masalah-masalah tersebut (Ihkamul Ahkam, 2/25-31):
1- Niat keluar dan memutuskan sholat tidak menyebabkan batal jika didasarkan pada dugaan bahwa sholatnya sudah sempurna.
2- Salam karena lupa tidak membatalkan shalat
3- Sebagian ulama mengambil dalil dari hadits ini bahwa bicaranya orang yang lupa tidak membatalkan shalat. Hal ini berbeda dengan pendapat Abu Hanifah.
4- Jumhur ulama menyatakan bahwa sengaja berbicara itu membatalkan sholat. Sebagian menyatakan jika pembicaraan itu demi kebaikan sholat maka tidak membatalkan, jika bukan untuk kebaikan sholat maka membatalkan.
Ibnul Qosim meriwayatkan dari imam Malik bahwa berbicara dalam konteks sebagaimana pembicaraan Nabi ﷺ dalam hadits di atas, yakni meminta penjelasan, bertanya ketika ragu menjawab pertanyaan tersebut tidak membatalkan shalat sesuai dengan pemahaman hadits tersebut.
Ulama yang menganggap batal setiap pembicaraan yang disengaja mengarahkan peristiwa dalam hadits sebagai berikut:
•Hadits Dzul Yadain tersebut di mansukh. Hal ini karena diasumsikan bahwa peristiwa tersebut terjadi di zaman dimana berbicara di dalam sholat itu masih diperbolehkan. Pendapat ini dianggap tidak sahih dengan alasan perawi dari hadits ini yaitu Abu Hurairah ra menyatakan bahwa ia ikut menyaksikan…