Syaichona.net- Ghibah Adalah engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada orang lain yang mana hal itu tidak di sukai oleh orang tersebut apabila di ketahuinya, baik itu menyebutkan tentang badannya, agamanya, dunianya, akhlak kepribadiannya, hartanya, anak-anaknya, istrinya, keluarganya, pembantunya, pakaiannya atau gerakannya, atau juga yang lain yang masih ada hubungan dengannya
baik penyebutannya itu dengan di ucapkan ataupun di tuliskan, atau juga bisa jadi membuat isyaroh dengan matanya, kepalanya atau juga dengan tangannya, dan dapat di tarik kesimpulan dari semua itu bahwa setiap sesuatu yang dapat memberikan pemahaman terhadap orang lain dengan mencela seorang muslim maka itu di sebut dengan ghibah, dan jelas bahwasanya ghibah itu di haramkan sebagaimana firman Allah SWT :
يا ايها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب رحيم
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purbasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kalian yang suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. ”
Selain itu Rosulullah SAW juga sangat melarang untuk berbuat ghibah karena ghibah di anggap lebih berat daripada zina sebagaimana yang beliau jelaskan dalam sabdanya :
وقال صلى الله عليه وسلم اياكم والغيبة فان الغيبة اشد من الزنا ان الرجل قد يزنى ويتوب فيتوب الله عليه وان صاحب الغيبة لايغفرله حتى يعفوله صاحبه
Raslullah saw bersabda “jauhkanlah dirimu dari ghibah. Karena sesungguhnya ghibah itu lebih berat dari pada berzina. Terkadang seorang berzina dan bertaubat, maka Allah terima taubatnya. Sedang orang yang berghibah itu tidak akan diampuni oleh Allah swt. sehingga ia diberi maaf oleh orang yang bersangkutan.”
Namun di sisi lain ada beberapa ghibah yang di perbolehkan, yaitu ketika ada tujuan yang benar menurut syari’at dan tidak memungkinkan untuk menyampaikan tujuan tersebut kecuali dengan bentuk ghibah, ulamak merincinya menjadi enam bagian yaitu:
- Terdzolimi (teraniaya), ketika seseorang terdzolimi atau teraniaya maka dia boleh untuk mengadukannya kepada hakim,polisi atau kepada orang yang telah menjadi tugasnya agar menegakkan keadilan. misalnya dengan mengatakan fulan telah mendzolimiku, berbuat seperti ini seperti itu kepadaku atau mengatakan fulan telan mencuri sesuatu dariku dan yang selainnya. mengatakan pekerjaan jelek dari orang yang mendzoliminya di sini di perbolehkan karena tidak memungkinkan bagi dia untuk mendapatkan haknya kecuali dengan mengatakan hal tersebut.
- Meminta pertolongan, ketika seseorang ingin meminta pertolongan untuk menghilangkan kemungkaran dan untuk mencegah kemaksiatan maka di perbolehkan baginya untuk mengatakan kejelekan orang yang berbuat munkar tersebut, namun dia harus berniat hanya untuk menyampaikan kemungkarannya agar di tindas, apabila dia tidak berniat demikian misalnya agar si pelaku di permalukan atau karena dengki kepada si pelaku, maka haram berbuat ghibah di sini, seperti yang pernah terjadi kepada sahabat umar, dahulu ketika beliau berjumpa dengan sahabat usman dan ada qiil yang mengatakan bertemu dengan sahabat tholhah beliau mengucapkan salam, akan tetapi usman tidak menjawabnya maka beliau langsung mengadu kepada sahabat abu bakar agar di nasehatinya karena sahabat usman tidak mau menjawab salamnya, maka hal itu tidak di anggap ghibah.
- Meminta fatwa, ketika seseorang ingin meminta fatwa atau nasehat kepada orang yang alim misalnya kepada kiyai, ustadz, atau juga kepada orang yang ahli agama maka boleh baginya untuk mengatakan realita kejadian yang sebenarnya meskipun harus menyebut kecacatan atau kejelekan orang lain misalnya mengatakan “suamiku telah mendzolimiku maka bagaimana caraku untuk menyelesaikannya? Sebagaimana yang pernah di alami salah seorang perempuan yang mengadu kepada nabi, perempuan tersebut bertanya “ ya Rosulullah sesungguhnya abi sufyan adalah orang yang pelit dia tidak memberi kecukupan kepadaku dan kepada anakk-anakku , maka apakah aku boleh mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya? Nabi menjawab ambillah secukupnya untukmu dan untuk anak-anakmu dengan baik
- Memberi tau atau memberi peringatan terhadap orang muslim dari kejelekan, ketika seseorang ingin memberi peringatan terhadap sesama muslim atau ingin memberitaukan kepadanya dari kejelekan maka di perbolehkan baginya untuk mengatakan apa adanya meskipun itu mengandung ucapan yang berbentuk ghibah misalmya ketika engkau melihat ada seseorang yang ingin membeli budak yang mana budak tersebut sudah masyhur suka mencuri, berzina, atau suka mimum minuman keras, maka kamu boleh memberitaukan kejelekan budak tersebut kepada orang yang akan membelinya apabila si pembeli tidak akan tau kecuali di beritahukan olehmu.
- Ada orang yang terang-terangan berbuat maksiat sebab kefasikannya, misalnya ada orang yang terang terangan dengan meminum khomer atau suka menarik pajak dengan dholim, atau juga suka menguasai segala sesuatu yang dia kehendaki dengan batil, ketika ada hal seperti itu maka boleh untuk menyebutkan kejelekan yang di lakukannya secara terang-terangan saja, dan haram menyebutkan aib-aibnya yang lain yang tidak di lakukan dengan terang-terangan.
- Mengenalakan seseorang, misalnya ada seseorang yang memang sudah masyhur di panggil dengan panggilan si buta, atau si tuli, atau yang lain, contoh ketika meriwayatkan hadis mengatakan di riwayatkan dari abu zinad dari si buta, atau yang lainnya, maka hal tersebut di perbolehkan dengan di niati untuk mengenalkan saja, dan apabila memungkinkan baginya untuk menyebutkan panggilan lain maka itu lebih utama. Allu a’lam
Penulis : Fakhrullah
Referensi : Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali|Ihya’ Ulumuddin|DKI 2019|Juz 3 Hal 186.
Abu Zakariya Yahya Bin Syaraf Nawawi|Al-Adzkar an-nawawiah|Al-Hidayah Surabaya|Hal 298,Hal 303.