Lu’lu’ah pelayan setia Raja Harun ar-Rasyid bercerita: “Pada suatu hari terjadi perselisihan antara Raja Harun ar-Rasyid dan istrinya, yang bernama Zubaidah [¹]. Yang tak lain ia adalah putri dari paman Sang Raja. Dalam persilihan itu Raja Harun ar-Rasyid sempat emosi hingga terlepas kata talak pada istrinya:
أَنْتِ طَالِقٌ إِنْ لَمْ أَكُنْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Kamu tertalak jika aku bukan termasuk penduduk surga.”
Setelah mengucapkan kata-kata itu Raja Harun ar-Rasyid berhari-hari dihantui rasa bersalah dan menyesal. Lalu dia mengumpulkan para ahli fikih guna membahas masalah sumpah yang pernah diucapakannya.
Lalu berkumpulah semua ahli fikih istana, namun tidak satu pun dari mereka yang bisa memberikan jalan keluarnya.
Karena tidak mendapatkan solusi yang diharapkan, Raja Harun ar-Rasyid akhirnya mengirim surat ke beberapa negara bawahan untuk mengundang para ulamanya ke hadapannya.
Ketika mereka telah berkumpul, Raja Harun bertanya kepada mereka tentang sumpahnya (Kamu tertalak jika aku tidak masuk surga). Ternyata mereka berbeda pendapat dan tinggal seorang syaikh berasal dari Mesir yang masih belum angkat bicara. Dia berada di bagian akhir majelis. Dialah Imam al-Laits bin Saad [²].
Raja Harun ar-Rasyid bertanya kepadanya:
“Apa yang membuatmu tidak angkat bicara seperti yang lakukan mereka?”
Al-Laits bin Saad menjawab: “Jika Amirul Mukminin berkenan membubarkan majelis, maka saya bersedia berbicara dengan Anda.”
Mendengar permintaan Al-Laits bin Saad, Raja Harun ar-Rasyid membubarkan semua yang hadir. Lalu al-Laits berkata, “Amirul Mukminin hendaklah mendekat kepadaku.”
Raja Harun pun mendekat kepada al-Laits bin Said. Kemudian al-Laits bin Saad bertanya: “Apakah saya dapat berbicara dengan aman dan Anda tidak memotong apa yang akan saya sampaikan serta akan tunduk patuh pada semua keputusan nanti saya perintahkan pada Anda?”
“Iya.” jawab Raja Harun.
Setelah itu al-Laits bin Saad meminta agar diambilkan mushaf. Mushaf pun diberikan. Kemudian al-Laits bin Saad berkata: “Wahai Amirul Mukminin! Bukalah mushaf ini sampai surat Ar-Rahman, kemudian bacalah!”
Raja Harun ar-Rasyid pun melakukannya. Dan ketika ia sampai pada ayat:
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
“Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. Ar-Rahman: 46).
Al-Laits bin Saad berujar kata: “Berhenti dulu. Amirul Mukminin! Katakan, Demi Allah.”
Mendengar perintah Al-Laits bin Saad, Raja Harun Rasyid meradang dan merasa keberatan dan lalu bertanya: “Apa ini?”
Al-Laits bin Saad menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! Syarat tersebut tergantung hal ini.”
Lantas Raja Harun ar-Rasyid menudukkan kepalanya tanda pasrah, mengikuti apa yang diperintahkan al-Laits bin Saad dengan mengucapkan:
والله الذي لا إله إلا هو الرحمن الرحيم
“Demi Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Dia, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” dan seterusnya hingga pada kalimat sumpah yang pernah diucapakan Raja Harun ar-Rasyid.
_____________________
[¹] Zubaidah nama aslinya Amatul Aziz binti Ja’far bin Abi Ja’far Al-Manshour. Julukannya adalah Zubaidah yang didapat dari sang kakek karena kulitnya yang putih bersih dan sifatnya yang lembut. Ia seorang perempuan dari golongan Bani Abbas dan berpemikiran cemerlang. Beliau dilahirkan pada tahun 765 M., tepatnya saat pemerintahan Dinasti al-Mahdi. Ia dinikahkan dengan salah satu Khalifah Abbasiyah, yaitu Harun ar-Rasyid pada tahun 781 M.
[²] Al-Laits bin Saad nama aslinya Abu Harits Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman adalah seorang ulama, ahli fikih, mujtahid muthlak, perawi hadits dan cendekiawan Muslim, ia lahir pada bulan Sya’ban tahun 93 Hijriyyah dan wafat sekitar 170-175 Hijriyyah.
Wallahu A’lamu
Penulis: Abdul Adzim
Referensi:
? Al-Hafidz Abu Nu’im Ahmad bin Abdullah al-Ashfaniy| Hiliyatu al-Auliaya wa Thabaqati al-Ashfiya| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 7 hal 323-324
? Haniy al-Hajj| Alfa Qishshah wa Qishshatu min Qashashi ash-Shalihin wa ash-Shalihat wa Nadiri az-Zahidin wa az-Zahidat| al-Maktabah at-Tawfuqiyah hal 233-234