Ternyata sholat sudah dikenal sebelum kedatangan Islam. Para Nabi terdahulu dan ummatnya sudah melaksanakan shalat walaupun belum penuh menjadi lima waktu seperti yang dilakukan umat Islam saat ini. Dalam beberapa literatur ulama banyak dijelaskan secara rinci sejarah shalat yang sudah dikerjakan Nabi-Nabi terdahulu.
Di antaranya, Syekh Muhammad Nawawi Banten dalam karya beliau, Syarhu Sullam al-Munajah Syarahu ala Safinah ash-Shalat menjelaskan:
Ada sebuah hikmah yang agung dalam penentuan waktu dan hitungan dalam sholat lima waktu yang berkaitan erat dengan sholat Nabi-Nabi terdahulu. Dimana mereka saat itu hanya mengerjakan satu sholat dari kewajiban lima waktu sebagai manifestasi rasa syukur atas anugerah yang telah diberikan Allah ۢﷻ pada mereka, kemudian Allah ﷻ mengumpulkan semua sholat tersebut agar semua manifestasi rasa syukur itu terkumpul pada diri Nabi Muhammad ﷺ dan umatnya.
• Shalat Shubuh pertama kali dikerjakan oleh Nabi Adam as ketika beliau keluar dari surga dan melihat kegelapan malam di bumi sehingga beliau benar-benar ketakutan. Ketika cahaya fajar mulai tampak, beliau menjalankan shalat dua rakaat, rakaat pertama sebagai rasa syukur atas keselamatan beliau dari kegelapan malam dan rakaat kedua sebagai rasa syukur atas kembalinya cahaya matahari di pagi hari.
• Shalat Dzuhur pertama kali dikerjakan oleh Nabi Ibrahim as ketika beliau diperintahkan oleh Allah ﷻ untuk menyembelih putranya, Ismail, yang sesembelihan tersebut kemudian oleh Allah ﷻ diganti menjadi seekor domba. Peristiwa tersebut terjadi ketika tergelincirnya matahari. Lalu beliau menjalankan shalat empat rakaat. Rakaat pertama sebagai rasa syukur beliau atas pengganti putranya Ismail, rakaat kedua sebagai rasa syukur atas hilangnya hilangnya kesedihan karena putranya, rakaat ketiga karena mengharapkan ridha Allah ﷻ, dan rakaat keempat karena mendapatkan kenikmatan berupa domba dari surga yang notabene adalah domba milik Habil bin Adam as.
• Shalat Ashar pertama kali dikerjakan oleh Nabi Yunus as ketika beliau dikeluarkan oleh Allah ﷻ dari perut ikan paus. Pada saat itu beliau terjebak dalam empat macam kegelapan, yaitu kegelapan isi perut ikan, kegelapan air laut, kegelapan malam, dan kegelapan dalam perut ikan paus. Berhubung keluarnya beliau dari perur ikan paus pada waktu ashar, kemudian beliau menjalankan shalat empat rakaat sebagai rasa syukur atas keselamatan beliau dari empat macam kegelapan tersebut.
• Shalat Maghrib pertama kali dikerjakan oleh Nabi Isa as ketika beliau keluar dari kaumnya pada saat terbenamnya matahari. Kemudian beliau menjalankan shalat tiga rakaat sebagai ungkapan meniadakan ketuhanan selain Allah ﷻ, meniadakan tuduhan zina dari kaumnya terhadap ibunya, dan menetapkan bahwa ketuhanan hanyalah milik Allah ﷻ.
• Shalat Isya’ pertama kali dikerjakan oleh Nabi Musa as ketika beliau tersesat dalam perjalanan dari Madyan. Pada saat itu beliau ditimpa empat macam kesedihan, yaitu kesedihan atas istrinya, kesedihan atas saudaranya Nabi Harun as, kesedihan atas putra-putranya, dan kesedihan atas kekuasaan rezim Fir’aun. Maka Allah ﷻ menyelamatkan beliau sesuai janji-Nya yang bertepatan pada waktu isya’, sehingga beliau menjalankan shalat empat rakaat sebagai rasa syukur atas hilangnya empat macam kesedihan tersebut.
Terdapat perbedaan riwayat tentang shalat para Nabi terdahulu yang diungkapkan dalam bait syair bahar ath-Thawil berikut ini:
لِآدَمَ صُبْحٌ وَالْعِشَاءُ لِيُوْنُسَ * وَظُهْرٌ لِدَاوُدَ وَعَصْرٌ سُلَيْمَانَا
وَمَغْرِبٌ يَعْقُوْبَ وَقَدْ جُمِعَتْ لَهُ * عَلَيْهِ صَلَاةُ اللهِ سِرَّا وَإِعْلَانَا
Shubuh adalah shalatnya Nabi Adam as, Isya’ shalatnya Nabi Yunus as, Dzuhur shalatnya Nabi Daud as, Ashar shalatnya Nabi Sulaiman as.
Maghrib shalatnya Nabi Ya’qub as, shalat-shalat tersebut dikumpulkan menjadi satu pada Nabi Muhammad saw dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan.
Wallahu A’lamu
Penulis: Abdul Adzim
Referensi:
• Syarhu Sullam al-Munajah ala Syarahi Safinah ash-Shalah. Al-Hidayah. Hal 12
• Majalis al-Saniyah Syarhu al-Arba’in al-Nawawiyah. Al-Hidayah. Hal 12-13
• Hasyiyah al-Bujairiy ala Khatib. Daru al-Kutub al-‘ilmiyah. Juz 2. Hal 11
• Tafsir Hadaiqu ar-Ruh wa ar-Rayhan. Daru Thauqi an-Najah. Juz 1. Hal 117
• As-Sirah al-Halabiyah. Daru al-Kutub al-‘ilmiyah. Juz 1. Hal 583