SYAICHONA.NET- “Saya adalah budaknya orang yang mengajariku satu huruf, jika dia berkehendak, maka dia boleh menjualku, jika dia berkehendak, maka dia boleh memerdekakanku. ”Adagium Sayyidina Ali ra ini mungkin sudah masyhur dikalangan pelajar.
Ujaran Sayyidina Ali ra tersebut mencerminkan betapa mulianya seorang guru bagi seorang murid oleh sebeb itu, Sayyidina Ali ra menyamakan kedudukan seorang guru sebagai sayyid (majikan) bagi muridnya, inilah pedoman sebenarnya yang harus dipegang oleh semua murid. ungkapan yang sama juga mucul dari sabda Nabi Muhammad SAW :
من علم عبدا اية من كتاب الله فهو مولاه
Artinya : Barang siapa yang mengajari seorang hamba satu ayat dari kitabnya Allah SWT (al-Qur’an), maka dia adalah majikannya.
Syekh az-Zarnuji dalam Toriqotu-Ta’allum, menyatakan :
إن من علمك حرفا مما يحتاج إليه في الدين فهو أبوك في الدين
Artinya : Sesungguhnya, orang yang mengajarimu satu huruf dari ilmu yang dibutuhkan olehmu dalam urusan agama, maka dia adalah bapakmu didalam masalah agama.
Iskandar Dzul Qornain pernah ditanya : “Mengapa anda memuliakan guru anda melebihi anda memuliakan orang tua anda sendiri ?”
Kemudian Iskandar Dzul Qornain menjawab “Ya, karena sesungguhnya orang tua kandungku telah menurunkanku dari langit ke bumi. sedangkan guruku telah mengangkatku dari bumi ke atas langit.”
Inti dari jawaban Dzul Qornain di atas adalah betapa pentingnya sosok seorang guru bagi muridnya, sampai-sampai melebihi dari orang tua kandung sendiri. sebab guru memang menjadi penyebab utama seseorang bisa keluar dari alam fana’ (rusak) menuju alam baqo’ (kekal), yang dimaksud fana’ disini adalah kebodohan. sedangkan yang dianggap baqo’ adalah pengetahuan yang membuat seseorang selalu dianggap hidup sekalipun sudah meninggal. oleh sebab itulah, mengapa muncul adagium:
ما وصل من وصل الا بالحرمة، وما سقط من سقط الا بترك الحرمة
“Seseorang tidak akan sampai (meraih apa yang dia ingikan) kecuali dengan memuliakan (gurunya), dan seseorang tidak akan gugur (tidak meraih keinginannya) kecuali dengan tidak memuliakan (gurunya).”
Ini membuktikan, bahwa memuliakan guru adalah faktor utama seseorang menjadi orang yang sukses. Tanpa itu, seseorang tidak akan menggapai kesuksesan.
Imam Fakhruddin, seorang Qodi di marwa, beliau sangat dimuliakan oleh seorang raja saat itu, lalu beliau berkata, “aku mendapatkan derajat ini tidak lain karena aku memuliakan guruku.” Guru beliau adalah al-Imam Abu Yazid ad-Dabusi. Imam fakhruddin menjadi pelayan gurunya saat menutut ilmu.
Setiap hari yang memasak makanan gurunya adalah beliau dan sebagai bentuk rasa takdzim terhad gurunya, beliau tidak berani untuk memakan sisa makanan gurunya.
Dalam memuliakan guru, yang paling penting adalah bagaimana seorang murid bisa mendapatkan ridonya, menjauhi murkanya, dan menjalankan perintanya selagi bukan dalam hal kemaksiatan. oleh karena itu, seorang murid tidak diperkenankan lewat didepan gurunya, duduk ditempatnya. diantara bentuk penghormatan seorang murid terhadap gurunya adalah dengan memuliakan orang yang berhungan dengan gurunya, baik melalui nasab atau hal yang lain.
Syekh Burhanuddin meriwayatkan ada seorang pemuka agama berasal dari negara bukhoro, suatu saat dia duduk disuatu majlis. dipertengahan waktu dia tiba-tiba berdiri, akhirnya ditanyakan oleh yang lainya, dia menjawab, “sesungguhnya putra guruku sedang bermain bersama anak-anak yang lain, ketika aku melihatnya, maka aku berdiri karena memuliakan guruku.”
Selain bagi murid, hal ini juga harus dilakukan oleh orang tua mereka. orang tua harus memperhatikan betul guru yang mengajari anaknya jika ingin anaknya menjadi anak yang sukses, sebuah ujaran tasawuf mengatakan,
“Barang siapa yang menginginkan anaknya menjadi orang alim, maka seharusnya memerhatikan betul para orang alim yang mengajari anaknya, selalu memuliakan mereka, memberi mereka sesuatu sebagai rasa terima kasih. Jika anaknya tidak menjadi orang alim, maka anak keturunannya lah yang akan menjadi alim’’.
Dari penjelasan diatas, betapa pentingnya seorang murid untuk menggapai ridho gurunya. sebab itu yang menjadi penentu ilmu yang diperoleh akan bermamfaat. sehingga, jika sampai menyakiti hati gurunya, maka ilmu yang dia dapat tidak akan bermamfaat kecuali hanya sedikit.
Penulis: Pusiri