Jawahiru al-Kalamiyah fi idhah al-‘aqidah al-Islamiyah. Kaum Santri yang pernah duduk di bangku Ibtidayah pasti mengenal kitab yang satu ini, kitab yang ditulis oleh Syaikh Thohir bin Sholeh al-Jazair bin Ahmad bin Mauhub As-Sam’uni Al-Waghlisi Al-Jaza’iri Ad-Dimasyqi Al-Hasani (1268 H/1852 M-1338 H/1920 M).
Dalam kitab itu, Beliau menjelaskan secara detail tentang perbedaan mu’jizat, karomah dan sihir.
واما المعجزة فإنها خارقة للعادة حقيقة لا يمكن معارضته فلايمكن الساحر أن يفعل مثل ما فعل الأنبياء من جعل الميت حيا وقلب العصا حية، لذا آمنت سحرة فرعون بموسى عليه السلام لما صارت عصاه حية حقيقية وابتلعت عصيهم وحبالهم، لمعرفتهم بأن هذا مما لا يأتي بالسحر.
Adapun mukjizat adalah kekuatan supranatural yang tidak mungkin ditentang. Oleh karena itu, penyihir tidak akan mungkin mampu melakukan seperti apa yang dilakukan oleh para nabi seperti menghidupkan orang mati dan merubah tongkat menjadi ular sungguhan. Maka, para penyihirnya Fir’aun pun beriman kepada Nabi Musa ketika tongkatnya mampu berubah menjadi ular sungguhan dan menelan tongkat-tongkat serta tali-tali milik mereka untuk memberi tahu mereka bahwa hal ini bukanlah sihir.
والكرامة أمر خارق للعادة يظهر على يد الوالي فهي غير مقرونة بدعوى النبوة، وأما المعجزة فإنها تكون مقرونة بدعوى النبوة، والوالي هو العارف بالله تعالى وصفاته بحسب ما يمكن، المواظب على الطاعات المجتنب عن المعاصي المعرض عن الانهماك في اللذات والشهوات. وظهور الكرامة على يده اكرام له من ربه، واشارة لقبوله عنده وقربه.
Karomah adalah kekuatan supranatural yang keluar dari seorang wali (kekasih Allah ﷻ) dan tidak berhubungan dengan dakwah kenabian berbeda dengan mu’jizat. Wali adalah seseorang yg mengetahui secara mendalam tentang Allah ﷻ dan sifat-sifat-Nya. Mereka adalah orang-orang yang taat dan menjauhi segala kemaksiatan serta keburukan. Mereka juga menjaga diri dari kesenangan dan syahwat duniawi. Penampakan karomah pada diri mereka adalah sebagai bentuk kemuliaan dari Allah ﷻ serta sebagai tanda kedekatan dan terkabulan doa mereka.
والسحر أمر خارق للعادة في بادئ الرأي تمكن معارضته لأنه مبني على الاسباب. من عرفها وتعاطها حصل يده ذلك الأمر. فهو في الحقيقة ونفس الأمر غير خارق للعادة وغرابته إنما هي بالنظر لجهل أسبابه.
Sihir adalah perkara atau hal yang diluar kebiasaan dalam pikiran yang mungkin untuk dilawan karena hal itu didasari atas sebab-sebab. Siapa yang mengetahuinya lalu mempraktikkannya (menirunya) maka ia (pasti) dapat melakukan hal itu. Karena hal itu pada hakikatnya bukanlah diluar kebiasaan, sedangkan keanehannya itu hanya dilihat bagi orang yang tidak tahu sebabnya (caranya).
As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawiy (w. 1328 H) dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidin menambahkan:
وَالْكَرَامَةُ وَهِيَ مَا تَظْهَرُ عَلَى يَدِ كَامِلِ الْمُتَابَعَةِ لِنَبِيِّهِ مِنْ غَيْرِ تَعَلُّمٍ وَمُبَاشَرَةِ أَعْمَالٍ مَخْصُوصَةٍ، وَتَنْقَسِمُ إِلَى (أ) مَا هُوَ إِرْهَاصٌ وَهُوَ مَا يَظْهَرُ عَلَى يَدِ النَّبِيِّ قَبْلَ دَعْوَى النُّبُوَّةِ، (ب) وَمَا هُوَ مَعُونَةٌ وَهُوَ مَا يَظْهَرُ عَلَى يَدِ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَمْ يَفْسُقْ وَلَمْ يَغْتَرْ بِهِ. وَالْاِسْتِدْرَاجُ وَهُوَ مَا يَظْهَرُ عَلَى يَدِ الْفَاسِقِ الْمُغْتَرِّ.
Karomah adalah peristiwa supranatural yang tampak pada diri seorang (muslim) yang sempurna dalam mengikuti Nabinya, (yang dihasilkan) tanpa belajar dan melakukan ritual perbuatan-perbuatan tertentu. Karamah terbagi dalam dua macam: (a) Irhash, yaitu peristiwa supranatural yang tampak pada diri seorang nabi sebelum pengakuannya atas derajat kenabiannya; (b) Ma’unah, yaitu peristiwa supranatural yang tampak pada seorang mukmin yang tidak fasik dan tidak tertipu dengannya (sehingga membuatnya melakukan hal-hal yang dilarang agama). Sedangkan Istidraj adalah peristiwa supranatural yang tampak pada orang fasik yang tertipu dengannya (sehingga membuatnya melakukan hal-hal yang dilarang agama).
Kemudian as-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawiy memberikan cara men-identifikasi kekuatan supranatural tersebut, apakah hal itu sebagai karomah dari para wali atau hanya tipu daya sihir belaka?
إِذَا عَرَفْتَ ذَلِكَ عَلِمْتَ أَنَّ مَا يَتَعَاطَاهُ الَّذِينَ يَضْرِبُونَ صُدُورَهُمْ بِدَبُوسٍ أَوْ سِكِّينٍ، أَوْ يَطْعَنُونَ أَعْيُنَهُمْ، أَوْ يَحْمِلُونَ النَّارَ أَوْ يَأْكُلُونَهَا وَيَنْتَمُونَ إِلَى سَيِّدِي أَحْمَدَ الرِّفَاعِيِّ أَوْ سَيِّدِي أَحْمَدَ بْنِ عَلْوَانَ أَوْ غَيْرِهِمَا مِنَ الْأَوْلِيَاء، أَنَّهُمْ إِنْ كَانُوا مُسْتَقِيمِينَ عَلَى الشَّرِيعَةِ، قَائِمِينَ بِالْأَوَامِرِ، تَارِكِينَ لِلْمَنَاهِي، عَالِمِينَ بِالْفَرْضِ الْعَيْنِي مِنَ الْعِلْمِ عَامِلِينَ بِهِ، لَمْ يَتَعَلَّمُوا الْسَبْبَ الْمُحَصِّلِ لِهَذَا الْعَمَلِ، فَهُوَ مِنْ حَيْزِ الْكَرَامَةِ، وَإِلَّا فَهُوَ مِنْ حَيْزِ السِّحْرِ. إِذِ الْإِجْمَاعُ مُنْعَقِدٌ عَلَى أَنَّ الْكَرَامَةَ لَا تَظْهَرُ عَلَى يَدِ فَاسِقٍ، وَأَنَّهَا لَا تَحْصُلُ بِتَعَلُّمِ أَقْوَالٍ وَأَعْمَالٍ، وَأَنَّ مَا يَظْهَرُ عَلَى يَدِ الْفَاسِقِ مِنَ الْخَوَارِقِ مِنَ السِّحْرِ الْمُحَرَّمِ تَعَلُّمُهُ وَتَعْلِيمُهُ وَفِعْلُهُ، وَيَجِبُ زَجْرُ فَاعِلِهِ وَمُدَّعِيهِ. وَمَتَى حَكَمْنَا بِأَنَّهُ سِحْرٌ وَضَلَالٌ حَرُمَ التَّفَرُّجُ عَلَيْهِ. إِذِ الْقَاعِدَةُ أَنَّ التَّفَرُّجَ عَلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ، كَدُخُولِ مَحَلِّ الصُوَرِ الْمُحَرَّمَةِ، وَحَرُم الْمَالُ الْمَأْخُوذُ عَلَيْهِ.
Bila telah mengetahui hal itu, maka Anda dapat mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang yang menusuk dadanya dengan dabus (semacam jarum) atau pisau, menusuk matanya, dan membawa api dan memakannya, dan menisbatkan hal itu kepada Sayyidi Ahmad ar-Rifa’i , Sayyidi Ahmad bin ‘Alwan dan wali-wali lainnya, maka bila para pelakunya tersebut adalah orang-orang yang konsisten berada pada ajaran agama, melaksanakan perintah-perintahnya, meninggalkan larangan-larangannya, mengetahui ilmu yang fardhu ‘ain dan mengamalkannya, tidak melakukan sebab-sebab (ritual khusus) yang dapat menghasilkan perbuatan ini, maka kekuatan tersebut termasuk bagian karomah, dan bila tidak demikian maka termasuk sihir. Sebab telah terdapat ijma’ (konsensus ulama) bahwa karamah tidak akan tampak pada orang fasik, tidak dapat dihasilkan dengan mempelajari mantra-mantra dan ritual -ritual tertentu, dan peristiwa supranatural yang tampak pada orang fasik termasuk kategori sihir yang hukum mempelajari, mengajarkan dan melakukannya adalah diharamkan. Pelaku dan orang yang mengklaim punya kekuatan seperti itu wajib dicegah. Ketika kita sudah menghukumi bahwa peristiwa supranatural tersebut adalah sihir dan sesat, maka haram menjerumuskan diri padanya. Sebab kaidah menyatakan, bahwa menjerumuskan diri pada keharaman hukumnya adalah haram, seperti masuk pada tempat yang ada gambar-gambar yang diharamkan dan haram (pula) mengambil imbalan uang karenanya.
Lalu bagaimanakah perbedaan signifikan antara kekuatan supranatural yang bersumber dari mu’jizat para nabi, karamah para wali dan antara kekuatan supranatural yang bersumber dari sihir? Lagi-lagi As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawiy menjelaskan:
وَالْفَرْقُ بَيْنَ مُعْجِزَةِ الْأَنْبِيَاءِ وَكَرَامَةِ الْأَوْلِيَاءِ، وَبَيْنَ نَحْوِ السِّحْرِ: أَنَّ السِّحْرَ وَالطِّلْسَمَاتِ وَالسِّيْمِيَاءِ وَجَمِيعِ هَذِهِ الْأُمُورِ لَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ خَوَارِقِ الْعَادَةِ، بَلْ جَرَّتْ بِتَرْتِيبِ مُسَبَّبَاتٍ عَلَى أَسْبَابٍ، غَيْرَ أَنَّ تِلْكَ الْأَسْبَابَ لَمْ تَحْصُلْ لِكَثِيرٍ مِنَ النَّاسِ. بِخِلَافِ الْمُعْجِزَةِ وَالْكَرَامَةِ فَلَيْسَ لَهُمَا سَبِيلٌ فِي الْعَادَةِ. وَأَنَّ السِّحْرَ مُخْتَصٌّ بِمَنْ عُمِلَ لَهُ. حَتَّى أَنَّ أَهْلِ هَذِهِ الْحِرَفِ إِذَا طَلَبَ مِنْهُمُ الْمُلُوكُ مَثَلًا صَنْعَتَهَا طَلَبُوا مِنْهُمْ أَنْ يَكْتُبَ لَهُمْ أَسْمَاءَ مَنْ يَحْضُرُ ذَلِكَ الْمَجْلِسِ فَيَصْنَعُونَ ذَلِكَ إِنْ سُمِيَ لَهُمْ. فَلَوْ حَضَرَ آخَرُ لَمْ يَرَ شَيْئًا. وَأَنَّ قَرَائِنَ الْأَحْوَالَ الْمُفِيدَةَ لِلْعِلْمِ الْقَطْعِيِّ الْمُحْتَفَةِ بِالْأَنْبِيَاءِ وَالْأَوْلِيَاءِ مِنَ الْفَضْلِ وَالشَّرَفِ وَحُسْنِ الْخَلْقِ وَالصِّدْقِ وَالْحَيَاءِ وَالزُّهْدِ وَالْفُتُوَّةِ وَتَرْكِ الرَّذَائِلِ وَكَمَالِ الْعِلْمِ وَصَلَاحِ الْعَمَلِ وَغَيْرِهِمَا، وَالسَّاحِرُ عَلَى الضِّدِّ مِنْ ذَلِكَ. اهـ
Perbedaan signifikan antara mu’jizat para nabi dan karamah para wali dan antara peristiwa supranatural seperti sihir:
Sihir, rajah, simiya’ (semacam sihir), dan seluruh hal-hal seperti ini (pada hakikatnya) tidak ada yang bersifat supranatural. Namun terjadi sebab adanya runtutan berbagai musabab pada berbagai sebab. Hanya saja sebab-sebabnya itu tidak dapat diketahui oleh kebanyakan orang. Berbeda dengan mukjizat dan karamah, maka memang tidak ada cara untuk menghasilkannya secara alami.
Sihir hanya berpengaruh pada orang yang dituju. Sehingga para pelaku perbuatan sihir ini, umpamanya, bila para raja (penguasa) menyuruh mereka mempraktekkan sihirnya, mereka memintanya menuliskan nama-nama orang yang hadir di tempat demonstrasi sihirnya itu, baru kemudian mereka mau mempraktekkan sihirnya pada orang yang nama-namanya telah disebutkan kepada mereka. Andaikan ada orang lain (selain yang namanya telah disebutkan kepada mereka) yang hadir di tempat tersebut, maka ia tidak akan melihat sihirnya sama sekali. (Sedangkan mukjizat tidak seperti itu).
Berbagai indikasi yang mengantarkan pada pengetahuan yang definitif (yakin) yang sangat jelas yang ada pada para nabi dan wali, di antaranya adalah seperti keutamaan, kemuliaan, akhlak yang baik, sifat jujur, punya rasa malu, zuhud, penuh kesopanan, tidak melakukan hal-hal hina, kesempurnaan ilmu, kesalehan amal. Sedangkan indikasi penyihir adalah sebaliknya.
Waalahu A’lamu
Oleh Abdul Adzim
Referensi
? Syaikh Thohir bin Sholeh al-Jazair bin Ahmad bin Mauhub As-Sam’uni Al-Waghlisi Al-Jaza’iri Ad-Dimasyqi Al-Hasani| Jawahiru al-Kalamiyah fi idhah al-‘aqidah al-Islamiyah| Kitab. Net hal. 44-46.
? As-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’lawiy| Bughyah al-Mustarsyidin| Daru al-Fikr hal. 298-299.