RASULULLAH ﷺ HADIR SAAT PEMBACAAN MAULID NABI (1)

oleh -12,868 views

Jika bicara bulan Rabi’ul Awal atau bulan Maulid, saya teringat sebuah kisah guru saya di Sidogiri, yaitu al-maghfurlah KH. Hasani Nawawi. Konon Beliau pernah melihat Rasulullah ﷺ hadir saat pembacaan Maulid Nabi.

Cerita lengkapnya, bahwa suatu ketika KH. Hasani Nawawi menghadiri undangan peringatan Maulid Nabi ﷺ yang juga dihadiri para Habaib di Pasuruan. Ketika tiba pada acara Mahallu al-Qiyam, KH. Hasani satu-satunya orang yang tidak berdiri, melainkan tetap duduk. Setelah selesai acara, seorang Habib menegur dan menanyakan beliau, kenapa tidak ikut berdiri. KH. Hasani menjawab :

كيف أقوم والنبي صلى الله عليه وسلم جالس امامي؟

“Bagaimana saya mau berdiri, sedangkan Baginda Nabi ﷺ sedang duduk di hadapanku”.

Barawal dari kisah di atas, saya tertarik mengajinya menurut prospektif para ulama dalam literaturnya. Benarkah Rasulullah ﷺ hadir saat pembacaan Maulid Nabi?

Ada banyak cacatan para ulama mengenai pertanyaan ini yang sempat saya temukan. Diantaranya:

Syaikh Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy (w. 911 H) mengutip perkataan Syaikh Tajuddin as-Subkiy (w. 727 H) dalam kitab Syaikh ash-Shuduriy fi Syarhi Hali al-Mawti wa al-Qubur mengatakan:

“Syaikh as-Sabkiy mengatakan: “Kembalinya ruh pada jasad di dalam alam kubur telah ditetapkan dalam hadits shahih, lebih-lebih ruh para orang mati syahid meski badan meraka hancur atau tidak kembali utuh seperti di dunia. Sama seperti ruh, kesadaran dan panca indara mereka juga akan kembali seperti semula.

Adapun masalah berkunjung dan bertemunya ruh pada orang-orang yang masih hidup, maka dapat dijelaskan bahwa ruh itu ada 2 macam: satu, ruh yang mendapatkan nikmat kubur. Dua, ruh yang mendapatkan siksa kubur.

Ruh yang mendapat siksa kubur, maka ia tidak akan sempat keluar untuk berkunjung kepada siapa pun. Sedangkan untuk ruh yang mendapat nikmat kubur, maka ia dibiarkan bebas berkeliaran dan tidak ditahan. Ruh yang mendapat nikmat ini, bisa bebas berbertemu, berkunjung dan bisa saling bertukar pikiran tentang masalah di duniawi dengan temannya semasa hidup di dunia yang mempunyai amal baik seperti dirinya dan khusus untuk ruh Nabi kita Muhammad ﷺ berada bersama orang-orang yang mendapat nikmat dari Allah ﷻ sebagaimana difirman Allah ﷻ:

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا.

Arti: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Kebersamaan ini akan abadi di dunia, di alam barzah dan di hari pembalasan (akhirat) dan seseorang akan bersama dengan yang dicinta di tiga alam tersebut.

al-Habib Zain bin Smith, ketika ditanya mengenai hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitabnya al-Ajwibah al-Ghaliyah fi ‘Aqidati al-Firqati an-Najiayati, beliau menjawab: “Dalil dari masalah itu adalah hadits yang riwayat Imam al-Bukhariy, Imam Muslim dan lainnya. Bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda:

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِيْ فِيْ الْيَقَظَةِ وَلاَ يَتَمَثَّلُ الْشَيْطاَنُ بِيْ

“Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak dapat menjelma sepertiku.” [HR. Bukhari no. 6993 dan Muslim no. 2266 dari Abu Hurairah].

Tidaklah benar jika hadits ini ditafsiri melihat Nabi ﷺ di akhirat atau di alam barzah karena semua umat di hari itu dapat melihat Rasulullah ﷺ dan dalam hadits ini juga memberikan pemahaman bahwa Rasulullah ﷺ bisa berada disemua tempat yang beliau kehendaki karena redaksi hadits di atas menunjukkan keumuman siapa pun yang melihat Rasulullah ﷺ dari ujung timur hingga ujung barat.

Dalam kitab Tanwiru al-Halaki fi Imkani Rukyati an-Nabi wa Malaki, Syaikh Jalaluddin as-Syuthiy juga menambahkan:

“Bisa ditarik kesimpulan dari hadits-hadits yang sudah terkumpulkan, bahwa Nabi Muhammad ﷺ masih hidup jazad dan ruhnya, dan beliau bisa berbuat apapun yang beliau inginkan di seluruh penjuru bumi dan langit. Artinya Haibah dan kewibawaan beliau masih sama persis seperti saat beliau sebelum wafat namun tidak semua orang bisa melihatnya sama seperti para malaikat hanya hamba-hamba Allah ﷻ yang diberikan kemuliaan dan ke istimiwaan yang akan dibuka hijab (penutup)nya sehingga bisa melihat Nabi Muhammad ﷺ secara terjaga (langsung). Bersambung…

Wallahu A’lamu

Oleh: Abdul Adhim

Referensi:

📑 Syaikh Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy | Ash-Shuduriy fi Syarhi Hali al-Mawti wa al-Qubur| Daru al-Kutub al-Ilmiyah hal 204-205.

📑 Al-Allamah al-Habib Zain bin Smith| al-Ajwibah al-Ghaliyah fi ‘Aqidati al-Firqati an-Najiayati| Daru al-Ulum al-Islamiyah hal 138.

banner 700x350

No More Posts Available.

No more pages to load.