Sebelum kelahiran Rasulullah ﷺ, ada seorang pendeta yang bernama ‘Ishiyun atau ‘Ishiya dari Syam (Syiria) yang sering melintas melewati lembah Dzahran (lembah antara Makkah dan ‘Usafan) dan sekarang bernama Wadi Fatimah. Ia seorang pendeta yang diangurahi aneka beragam ilmu pengetahuan oleh Allah ﷻ dan selalu berada di tempat ibadahnya.
Seperti yang diriwayatkan Abu Nu’in dan Ibnu ‘Asakir dari sanad al-Musayyab bin Syarik. Konon, setiap tahun pendeta itu memasuki kota Makkah dan dalam satu kesempatan ia menemui orang-orang di sana semabari memberi kabar pada mereka akan kelahiran seorang bayi istimewa:
“Wahai penduduk Mekah! Di Zaman ini, sebentar lagi akan lahir seorang putra dari kalangan kalian yang akan menjadi pemimpin agama bagi orang Arab dan akan menjadi raja bagi orang ‘Ajam (selain bangsa Arab). Barang siapa yang memenangi dan menjadi pengikutnya, maka ia benar dalam tujuannya dan barang siapa yang memenangi dan menyalahi (perintah)nya, maka ia salah dalam tujuannya. Demi Allah ﷻ, tidaklah ditinggalkan negeri khomer (minuman keras terbuat dari perasan anggur), Khumair (minuman keras terbuat dari perasan atau hasil fermentasi selain anggur), yang aman, negeri kesengsaraan, lapar dan ketakutan kecuali demi mencarinya.”
Pendeta itu terus berjalan menyusuri perkampungan di Makkah, tidaklah ada seorang anak yang dilahirkan di Makkah kecuali ia menanyakannya. Maka ketika menjelang subuh di hari kelahiran Rasulullahﷺ, Abdul Muthallib keluar dari rumah untuk sebuah keperluan sampai akhirnya Abdul Muthallib berhenti dan singgah di tempat peribadahan pendeta ‘Ishiyun.
Abdul Muthallib memanggil pendeta itu. Lalu terdengar suara sang pendeta menyambut: “Siapa diluar itu?”.
“Saya Abdul Muthallib.” Jawab Abdul Muthallib.
Mendengar nama Abdul Muthallib, pendeta itu bergegas keluar menemui Abdul Muthallib dengan penuh penghormatan dan memuliakannya. Lantas pendeta itu berkata:
“Jadilah Anda sebagai Ayah asuhnya, sungguh anak yang telah aku ceritakan pada kalian tempo hari lalu, akan lahir di hari Senin dan berinama karena bintangnya telah terbit kemarin. Berdasarkan kemunculan bintang itu, ia akan lahir hari ini.Dia akan menjadi salah satu utusan Allah ﷻ pada hari Senin dan akan wafat pada hari Senin sedang tanda sebelum kewafatannya, dia akan menderita sakit selama tiga hari.”
Dalam riwayat lain, sebagaimana yang disebutkan Imam Ibnu Hajar al-Haitamiy dalam kitabnya al-Minhu al-Makkiyah fi Syarhi Ummu al-Qura, Abdul Muthallib bertanya pada ‘Ishiyun: “Siapa namanya?” Pendeta itu menjawab: “Muhammad”.
Wahai Abdul Muthallib! Jagalah lisanmu, dia tidak pernah menghasud seseorang seperti seseorang menghasudnya dan tidak berbuat keji pada seorang pun seperti orang yang berbuat keji padanya. Sambung pendeta ‘Ishiyun.
Abdul Muthallib bertanya pada pendeta itu: “Berapa kira-kira panjang usianya kelak?:
Pendeta ‘Ishiyun menjawab: “Usianya tidak lebih dari 70 tahun dan tidak kurang dari 60 tahun, dia akan wafat pada usia ganjil. Bisa pada usia 61 atau 63 dan usia ini menjadi standar akhir usia mayoritas umatnya. Dia berada dalam kandungan ibunya pada hari Asyura’ atau 10 Muharram dan akan wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’u Awwal atau 12 Ramadhan versi Ibnu Katsir. Tahun 23 dari peristiwa pasukan gajah Abraham.”
Dalam riwayat yang lain Sayyidah ‘Aisyah ra mengisahkan, sebagaimana hadits yang riwayatkan Imam Hakim dalam kitab al-Mustadriku Dzikru Akhbar Sayyidi al-Mursalain, hadits no. 4177 juz 2 hal 657 beliau berkata:
“Seorang Yahudi yang tinggal di Makkah, saat malam kelahiran Rasulullah ﷺ. pendeta itu berkata ditengah-tengah perkumpulan suku Quraisy sambil bertanya pada mereka: “Adakah anak yang dilahirkan pada malam ini?”
Suku Quraisy berkata: “Demi Allah ﷻ kami tidak mengetahuinya”.
Lalu orang Yahudi itu berkata: “Perhatikan apa yang aku ucapkan pada kalian. Bayi yang akan lahir di malam ini adalah Nabi akhir zaman. Di bahunya ada tanda yang telah dikenal oleh orang-orang Persia. Pasca dilahirkan, dia tidak akan menyusu pada ibundanya selama 2 malam atau tiga malam.”
Mendengar ramalan orang Yahudi itu, semua suku Quraisy membubarkan diri dan bertanya pada segenap penduduk. Lalu tidak lama kemudian tersiar kabar bahwa telah lahir seorang putra dari Abdullah bin Abdul Muthallib. Akhirnya suku Quraisy dan orang Yahudi itu berduyun-duyun pergi kerumah Sayyidah Aminah.
Tatkala orang Yahudi itu melihat tanda di pundak Nabi ﷺ, orang Yahudi itu seketika pinsan. Setelah siuman ia berkata: “Telah sirnah tradisi kenabian dari Bani Israil, maka demi Allah ﷻ kalian akan memiliki pengaruh dan kekuasaan, yang akan didengar kebesaran mulai dari ujung Timur hingga ujung Barat.”
Waallahu A’lamu
Oleh: Abdul Adhim
Referensi:
?Abu al-Fida al-Hafidz Ibnu Katsir ad-Damsyiqiy| Al-Bidayatu al-Hidayah| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 294-295
? Syekh Ali bin Ali al-Ghazziy asy-Syafi’i al-Mishriy| Kawakibu ad-Durriyah bi Syarhi al-Jawahir al-Barzanjiyah fi Maulidi Khairu al-Batiyah| Daru al-Kutub al-Ilmiyah hal 70-71
? As-Sayyid Ja’far bin Ismail al-Barzanji| Syarhu al-Maulidi an-Nabawiy al-Musamma bi al-Kawakib al-Anwar ala ‘Aqdi al-Jauhar| Books Publisher hal 130-131
? Jalaluddin Abdurrahman Abi Bakri as-Suyuthiy| Al-Khashoishu al-Kubro| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 85-86